• Kolom
  • NGABUBURIT MENYIGI BUMI #3: Ciuyah, Mataair Asin Berumur Jutaan Tahun

NGABUBURIT MENYIGI BUMI #3: Ciuyah, Mataair Asin Berumur Jutaan Tahun

Sumber air asin terdapat juga di darat. Mataair asin menjadi penanda bumi di suatu kawasan yang kemudian diabadikan sebagai nama geografi.

T. Bachtiar

Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)

Nama geografi Tjiujah (Ciuyah), Kabupaten Sumedang, terdapat dalam Peta Lembar Tjikoneng (Cikoneng) yang direvisi tahun 1906-1907, diterbitkan oleh Topographisch Bureau tahun 1908. (Peta digital: KITLV Heritage Collection)

25 Maret 2023


BandungBergerak.id - Dari dulu sampai sekarang garam begitu penting dalam kehidupan masyarakat. Garam sering menjadi sumber konflik atau sumber pendapatan yang besar dengan cara memonopoli perdagangannya. Masyarakat sudah lama mengenal garam sebagai bumbu penyedap dan pengawet ikan serta sayuran. Garam juga digunakan untuk urusan kesehatan, menghilangkan rasa pedas, dan bahkan untuk mengusir roh jahat.

Dalam kehidupan, seorang pemimpin sering dianalogikan dengan garam dalam angeun, dalam sayur berkuah. Tidak terlihat, namun terasa kehadirannya sehingga bila ia tidak ada atau kurang akan dipertanyakan.

Uyah, garam, sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat Sunda, khususnya, Indonesia, dan juga dunia. Karena sangat dekat hubungannya dalam kehidupan, kata uyah, garam, banyak digunakan dalam berbahasa. Perumpamaan dan peribahasa yang menggunakan kata uyah dalam bahasa Sunda, di antaranya: uyahan (bergaram), merujuk pada perilaku yang membuat orang lain menyukainya. Sebaliknya, teu uyahan (tak bergaram) berarti tidak lucu, cunihin, atau merujuk pada laki-laki yang suka menggoda atau berbuat tidak sopan kepada perempuan. Peribahasa lainnya adalah Uyah tara téés ka luhu. Artinya, kepintaran, kebaikan, dan juga kejelekan ibu dan bapak tentu menurun kepada anaknya. Ada juga Asa aing uyah kidul yang menunjukkan orang yang merasa paling pandai, paling tampan, dan paling pantas.

Dalam bahasa Indonesia, terdapat juga peribahasa yang menggunakan kata uyah dan garam, seperti: Gebyah uyah, menggebyah uyah, menyamaratakan. Banyak makan asam garam berarti orang yang sudah kenyang pengalaman atau wawasan dalam hidupnya. Hidup sebagai asam dengan garam bermakna sangat serasi. Membuang garam ke laut artinya melakukan suatu hal yang sia-sia. Bagai garam jatuh ke air merujuk pada orang yang mudah menerima nasihat orang. Sudah seasam garamnya berarti sudah baik benar (tidak ada celanya).

Ada juga peribahasa: Garam di laut, asam di gunung bertemu di belanga yang bermakna jodoh seseorang bisa saja berasal dari tempat yang jauh, tetapi bertemu juga. Yang lain: Kelihatan garam kelatnya artinya kelihatan sifatnya yang kurang baiknya. Dan, Tahu asam garamnya, tahu seluk-beluknya (baik-buruknya).

Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #2: Harmoni Hidup di Atas Endapan Danau Bandung Purba
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #1: Memindahkan Jalan Raya agar tidak Memotong Landasan Pacu Lanud Margahayu

Mataair Asin sebagai Penanda Bumi

Umumnya, sumber garam berasal dari laut sehingga terdapat peribahasa Garam di laut, asam di gunung bertemu di belanga. Padahal, sumber air asin terdapat juga di darat, di kaki bukit atau gunung, yang keluar berupa mataair asin. Mataair asin ini menjadi penanda bumi di suatu kawasan, kemudiaan diabadikan menjadi nama geografi.

Hampir di setiap daerah ada garam darat, baik yang sudah menjadi butiran-butiran garam, menjadi batu garam, atau masih berupa mataair asin. Di Jawa Barat umumnya masih berupa mata airasin. Nama-nama geografi yang memakai kata uyah, seperti: (1) Blok Ciuyah di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, (2) Kampung Ciuyah di Desa Padaasih, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, (3) Desa Ciuyah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang, (4) Mataair Ciuyah di Desa Tigaherang, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, (5) Ciuyahgede dan Ciuyahleutik di Desa Ciniru, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, serta (6) Desa Ciuyah di Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon.

Di Jawa Barat, mataair asin belum diolah menjadi ladang garam. Sementara itu masyarakat Dayak Lundayeh di Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, sudah sejak lama mengolah air asin itu menjadi garam. Demikian juga warga di Desa Jono, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan dan di Desa Sungai Keradak, Kecamatan Batangasai, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Di tingkat dunia, tambang garam gunung terbesar pertama adalah Sifto yang berada di Ontario, Kanada, dan terbesar kedua adalah Khewra di Pakistan.

Secara umum, garam dihasilkan dari air laut yang diuapkan. Padahal, pada mulanya, garam di air laut itu berasal dari darat. Air laut menjadi asin karena air meteorik telah menghancurkan bebatuan, melarutkannya, kemudian melepaskan garam mineral menjadi ion yang terbawa air hingga ke lautan. Natrium dan klorida merupakan bagian utama yang membentuk lebih 90 persen dari semua ion yang ada dalam air laut. Dan, gunungapi bawah laut pun melepaskan garam ke laut.

Namun rasa asin air laut, atau salinitas air laut, tidak sama di seluruh lautan. Di ekuator dan kutub, salinitasnya cenderung lebih rendah, sementara di lautan di Mediterania, salinitasnya lebih tinggi. Ada juga air danau yang lebih asin daripada air laut karena perairannya terisolasi sehingga airnya menjadi sangat asin. Contohnya air Danau Mono di California, Laut Mati, dan Laut Kaspia.

Dinamika bumi telah melahirkan gunung-gunungapi di daratan dan di bawah laut. Kawasan di antara gunung-gunung bawah laut itu ada yang berbentuk cekungan yang luas. Ke dalam cekungan itu, diendapkan beragam material, seperti pasir yang lolos air. Ke dalam pasir inilah air laut meresap dengan baik. Di atas endapan itu, kemudian diendapkan lempung yang kedap air.

Setelah diendapkan sekitar 33-12 juta tahun yang lalu, dasar laut itu terangkat, sehingga cekungan yang semula berada di dasar laut menjadi daratan, dan muka laut menjadi di bawahnya. Dinamika bumi kemudian membentuk patahan atau sesar, sehingga ada bagian dari endapan itu yang terpotong dan turun, menyebabkan lapisan endapan cair asin yang terjebak dalam endapan pasir itu keluar menjadi mataair asin. Bila di bawah endapan cair asin itu terdapat panas magma yang menjalar melalui sesar dan rekahan, mataairnya menjadi asin dan panas.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//