• Berita
  • PKL ISBI Bandung Berharap tidak Ada Penggusuran Lagi

PKL ISBI Bandung Berharap tidak Ada Penggusuran Lagi

Sebanyak 38 PKL di samping kampus ISBI Bandung digusur. Kini 13 PKL sudah berjualan kembali. Mereka berharap tidak ada lagi penggusuran.

Deretan PKL ISBI Bandung menempati lapak yang diizinkan oleh pihak kampus, kecamatan dan kelurahan di Jalan Cijagra, Kota Bandung, Selasa (4/4/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul6 April 2023


BandungBergerak.id - Penggusuran pedagang kaki lima (PKL) di samping kampus Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), Jalan Cijagra, Kota Bandung, kini menyisakan 13 lapak pedagang. Mereka diizinkan berjualan pada zona yang telah ditentukan. Lokasi gusuran sisanya dijadikan trotoar.

Sebelumnya, di penghujung Februari lalu, 38 PKL di lokasi tersebut digusur oleh Satpol PP Kota Bandung. Penggusuran ini menuai protes dari mahasiswa ISBI Bandung. Mahasiswa menilai penggusuran dilakukan tanpa ada solusi bagi para PKL.

Sebanyak 13 PKL tersebut ditempatkan di atas lahan sepanjang 30 meter samping gerbang ISBI. Tujuh PKL di antaranya sudah efektif berjualan sejak Senin (27/3/2023) bertepatan dengan hari kelima Ramadan.

Abar (42) salah satu pedagang yang tergusur kini menempati lokasi itu. Pascapenggusuran, kata dia, para pedagang berupaya meminta izin kepada pihak kampus, kecamatan, dan kelurahan agar dapat berjualan lagi.

Udah bisa jualan juga udah Alhamdulillah. Saya berterima kasih sekali kepada pihak kampus, kecamatan sama kelurahan yang akhirnya memberikan izin untuk berjualan,” ungkap Abar kepada BandungBergerak saat ditemui di lapak jualannya, Selasa (4/4/2023).

Saat penggusuran berlangsung yang bertepatan dengan aksi solidaritas mahasiswa ISBI, Satpol PP memberikan solusi bahwa PKL bisa berdagang kembali dengan catatan harus memenuhi syarat, yaitu hanya berdagang hingga lebaran. Namun, kata Abar, lokasi yang sekarang ditempati bisa digunakan dalam waktu yang lama.

Abar mengatakan, ada wacana dari pihak kecamatan akan menata kawasan itu menjadi PKL UMKM percontohan yang rapi dan indah dengan roda dagangan yang seragam. Abar pun berharap wacana ini bisa benar-benar terwujud. PKL yang tertata akan membawa citra yang baik dan positif.

Menurut Abar, PKL yang diizinkan berdagang di kawasan itu diprioritaskan bagi warga setempat. Selain itu, sebenarnya tidak diizinkan membangun tenda semi permanen. Pedagang harus membawa pulang roda dan dagangannya. Namun Abar dan pedagang-pedagang lain merasa keberatan dengan syarat tersebut. Mereka memilih membuat tenda semi permanen dari bambu.

“Ini juga sebenarnya gak boleh begini, datang pasang, pulang bongkar. Tapi kan susah. Jadi we sementara begini, mudah-mudahan ini secepatnya UMKM kalau emang benar,” tambahnya.

Sebagian lahan yang ditempati Abar milik kampus ISBI. Sisanya merupakan selokan dan trotoar. Itulah mengapa para pedagang pertama kali meminta izin berdagang kepada pihak kampus ISBI.

Sebelum ada kepastian diizinkan berjualan di kawasan itu, Abar sempat mencari lokasi lain untuk berdagang. Namun ia mengeluhkan harga sewa yang tinggi. Selain itu, Kampus ISBI pun belum memiliki lapak-lapak kantin, berbeda dengan kampus-kampus lainnya.

Abar sudah berjualan di kawasan itu selama 13 tahun dengan pangsa pasar mahasiswa. Ia bahkan sudah dikenal akrab oleh mahasiswa ISBI, begitu pun sebaliknya.

“Belum bisa move on mang Abar dari sini, udah lama. Udah berapa tahun coba dari 2005 dagang di sini,” ungkap Mang Abar, pedagang nasi ayam goreng ini sambil tertawa.

Baca Juga: Mahasiswa ISBI Menyuarakan Hak 38 Orang PKL yang Digusur Satpol PP Kota Bandung
Pemerintah Kewalahan dalam Membangun Infrastruktur Air
Kota Bandung Kekurangan Tanah Makam

Trotoar yang sebelumnya ditempati oleh PKL ISBI Bandung, Jalan Cijagra, Kota Bandung, Selasa (4/4/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Trotoar yang sebelumnya ditempati oleh PKL ISBI Bandung, Jalan Cijagra, Kota Bandung, Selasa (4/4/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Berharap Tak Ada lagi Penggusuran

Warung Lavendoz termasuk salah satu PKL yang digusur dan pindah ke area 30 meter yang diizinkan. Ai Rubaidah (44 tahun), pemilik warung, sudah berjualan sejak 2000. Warung ini mata pencaharian utamanya. Dengan menempati tempat baru ini, Ai berharap penghasilannya tidak berkurang.

“Kalau di sini kan kadang beras bisa sekarung habis sehari. Alhamdulillah kalau di sini mah. Kalau di tempat baru kan belum tentu,” katanya.

Ai menjual nasi, mie, minuman, dan sebagainya. Para mahasiswa akrab memanggilnya mamah. Suaminya yang warga Cijagra yang memulai berjualan di sana sejak 1990-an. Selama Ramadan tahun ini ia mulai membuka warung pukul 11 siang, sedangkan di hari biasa sudah mulai berjualan sejak pagi pukul delapan.

Di lokasi baru sekarang, ia bisa beroperasi 24 jam. Alasannya, karena lapak itu terbuka. Sulit untuk menutup dan membawa pulang seluruh peralatan dan barang-barang dagangan. Sehingga Ai akan berjaga sejak pagi sampai pukul tujuh malam. Nanti akan ada yang menggantinya berjualan.

"Dulu mah permanen yang di sana mah. Jadi kalau beres bisa dikunci, pulang. Kalau di sini kan terbuka,” bebernya.

Tak ada perbedaan keuntungan lokasi yang lama dan yang sekarang. Mahasiswa tetap menjadi pasar yang utama. Yang membedakan hanyalah kondisi Ramadan. Jika di hari biasa ia bisa menghabiskan sampai sekarung beras, di hari-hari bulan Ramadan rata-rata hanya lima hingga enam kilogram beras saja per hari.

Ai dan suaminya merintis usahanya dari nol. Lapaknya bermula dari kios rokok kecil yang kemudian berkembang menjual nasi, mie, dan minuman-minuman. Ai berharap wacana membangun PKL UMKM yang tertata bisa segera terwujud. Pun jika tidak, pedagang sendiri harus inisiatif agar lapaknya ditata rapi.

“Ya pinginnya jangan dibongkar lagi. Tetap di sini. Capek dibongkar wae atuh da. Bongkar-pasang bongkar-pasang kan pakai modal lagi, ya jangan ada lagi penggusuranlah,” harapnya. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//