• Berita
  • Pemerintah Kewalahan dalam Membangun Infrastruktur Air

Pemerintah Kewalahan dalam Membangun Infrastruktur Air

Jumlah penduduk Kota Bandung yang terlayani PDAM Kota Bandung sebanyak 175.436 jiwa. Jumlah ini sangat timpang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Bandung.

Area penyadap mata air yang disebut Gedong Cai Cibadak di Kampung Cidadap Girang, Ledeng, Kota Bandung, Minggu (26/9/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana5 April 2023


BandungBergerak.idAir merupakan kebutuhan pokok bagi semua makhluk hidup, termasuk manusia. Seiring bertambahnya penduduk, kebutuhan air juga semakin meningkat. Penduduk Kota Bandung, misalnya yang saat ini berjumlah 2.452.943 jiwa (BPS 2022), tiap tahunnya mengalami penambahan siginifikan.

Namun jumlah penduduk yang terlayani layanan air minum PDAM Kota Bandung, baru sedikit sekali. Menurut BPS Kota Bandung, pada 2020 jumlah pelanggan PDAM Kota Bandung sebanyak 175.436 jiwa, dengan jumlah air yang disalurkan 35.879.133 m3 yang nilainya kalau dirupiahkan sebesar 233 miliar rupiah. Jumlah ini tampak sangat timpang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada.

Rendahnya pelanggan air PDAM itu tak terlepas dari tertinggalnya pembangunan infrastruktur air. Hal ini menjadi sorotan dalam workshop “Blended Finance for Water Sector” dalam rangka mendukung The 10th World Water Forum 2024 di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Senin (20/3/2023).

Pada acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) itu diasebutkan bahwa pengelolaan air yang baik tentu tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan layak. Pembangunan yang baik tidak akan jalan tanpa adanya pendanaan yang optimal.

Topik “Blended Finance for Water Sector” dipilih karena tantangan utama terkait dengan Infrastruktur Sektor Air adalah kebutuhan pendanaan yang berbanding terbalik dengan ketersediaan dana pemerintah. Sedangkan proyek infrastruktur sektor air membutuhkan investasi yang sangat besar tanpa pendapatan yang dihasilkan.

Direktur Jenderal PUPR Herry Trisaputra Zuna mengatakan bahwa pembiayaan air tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah karena pemerintah hanya mampu menampung 30-37 persen.

Herry menambahkan bahwa saat ini pendanaan akses perpipaan untuk air minum masih 20,6 persen. Sedangkan, untuk meningkatkan potensi 20 menjadi 30 persen dibutuhkan dana 123,4 triliun rupiah.

Baca Juga: Menengok Kasus Stunting di Permukiman Padat Bandung Setelah Pandemi Covid-19
Kota Bandung Kekurangan Tanah Makam
Ramadan Pertama Mahasiswa Perantau di Bandung

“Jika ingin mengejar SDG’s tahun 2030 harus mengejar swasta. Acara ini harapannya bisa memformulasikan skema pendanaan yang baik karena swasta butuh business plan yang pasti,” ucap Dirjen PUPR, dikutip dari laman ITB, Selasa (5/4/2023).

Sekretaris Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengungkapkan bahwa Provinsi Jawa Barat sudah melakukan beberapa hal terkait pendanaan campuran (blended finance antara pemerintah dan swasta). Kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) yang telah dilaksanakan di Jatigede untuk pemenuhan Cirebon Raya dan Sinumbra untuk Bandung Selatan.

Selain itu, kata Setiawan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan saat ini masih menunggu persetujuan dari PT Sarana Multi Infrastruktur terkait tarif. Serta melakukan Business to Business yakni PDAM ke pihak swasta.

Sementara itu, Rektor ITB Reini Wirahadikusumah menambahkan pembangunan infrastruktur publik lebih banyak menghadapi masalah nonteknis.

“Public infrastructure masalah teknis hanya 10 persen, sedangkan 90 persen masalah non-teknis. Non teknis termasuk uang. Uang juga tidak cukup tetapi harus mendapat dukungan masyarakat dan lingkungan,” ungkap Rektor ITB.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//