• Berita
  • Penduduk Kota Bandung Didominasi Anak Muda, Kebijakan Pemkot tidak Boleh Kolot

Penduduk Kota Bandung Didominasi Anak Muda, Kebijakan Pemkot tidak Boleh Kolot

Pemkot Bandung dituntut mampu melahirkan kebijakan yang relevan dengan kebutuhan penduduknya yang didominasi anak muda.

Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Pemkot Bandung (Balai Kota Bandung), Jalan Wastukencana, Jumat (9/7/2021). (Foto: Fakhri Fadlurrohman/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana3 Maret 2023


BandungBergerak.idPenduduk Kota Bandung didominasi usia muda. Lihat saja data BPS 2022 yang mengungkapkan kota dengan jumlah penduduk 2.452.943 jiwa ini didominasi kelompok usia usia 0-44 tahun. Dari kelompok umur tersebut, penduduk dengan usia 25-29 tahun paling dominan, yakni 199.275 jiwa.

Angka-angka itu jelas tantangan bagi Pemkot Bandung dalam melahirkan kebijakan yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan penduduknya, termasuk dalam hal memberikan pelayanan publik dan pembangunan.

Namun disinyalir selama ini terjadi kesenjangan kebijakan dalam mengelola penduduk. Birokrasi yang lebih banyak dihuni kalangan-kalangan senior berpotensi membuat kebijakan yang tidak nyambung (terlalu kolot) dengan kebutuhan penduduk yang kebanyakan anak muda.

Hal itu berlaku di pusat maupun daerah, seperti disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Jabar, Setiawan Wangsaatmaja dalam Forum Perangkat Daerah yang dihadiri birokrat dari kabupaten/kota se-Jawa Barat termasuk dari Pemkot Bandung, Rabu (1/3/2023).

Setiawan mengatakan mereka yang saat ini memegang kebijakan didominasi generasi X (generasi tahun 70an). Sedangkan pihak yang dikelola oleh para pemegang kebijakan didominasi generasi Y dan Z (generasi muda).

"Saat mereka (generasi muda) lahir seluruh teknologi ini sudah ada. Sedangkan generasi kita yang baby boomers dan gen X perlu memahami ini," ungkap, dikutip dari siaran pers, Jumat (3/3/2023).

Di sisi lain, selama ini pemegang kebijakan lebih banyak bekerja berdasarkan otak kiri. Padahal untuk melakukan pendekatan pada anak-anak muda memerlukan kerja otak kanan yang lebih luwes dan kreatif. Akhirnya, kata Setiawan, di saat berhubungan dengan hal yang membutuhkan kerja otak kanan, pemerintah menjadi lebih kaku.

"Dengan dinamika di era ini, pihak yang diurus maupun yang mengurus sudah berbeda generasi," ucap Setiawan.

Sependapat dengan Setiawan, Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, generasi Y dan Z harus dibimbing dengan interaksi yang lebih kreatif, bukan lagi secara struktural.

"Seperti yang disampaikan Sekda Jabar, sistem birokrasi perlu direformasi ke dynamic working arrangement. Kita bisa bekerja dari mana saja, tapi tetap dipantau kinerjanya melalui aplikasi," ungkap Ema.

Baca Juga: WAJAH CALON WALI KOTA BANDUNG DI BALIHO #1: Muhammad Farhan Ingin Beberes Bandung
Peran Masyarakat Sipil di Balik Plakat Adipura untuk Babakan Siliwangi Kota Bandung
Menyusuri Gunung Coang di Bandung Timur yang Belum Banyak Dilirik

Reformasi Birokrasi Lamban

Menghadapi zaman yang berubah, diperlukan reformasi birokrasi baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun reformasi ini masih berjalan lamban, seperti disampaikan  Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan PANRB Kamaruddin.

Reformasi birokrasi saat ini belum memberikan dampak yang signifikan untuk masyarakat. Kecepatan reformasi birokrasi antarkabupaten/kota tidak sama satu sama lain.

”Pengentasan kemiskinan, stunting, dan lapangan kerja itu masih belum terlihat dampaknya. Masih bersifat administratif. Hanya sebatas reformasi dokumen. Tidak terlalu memperhatikan substansinya," jelas Kamaruddin.

Sehingga menurutnya, perlu ada kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pun dengan organisasi perangkat daerah (OPD) satu sama lain harus ada sinergitas dalam menjalankan kebijakan yang ada.

"Kolaborasi kita masih belum maksimal. Kita harus memperbaiki kebijakan reformasi birokrasi kita dengan membangun dynamic governance. Birokrasi semakin efektif, efisien, dan bersih, dengan ciri agile dan adaptif sehingga setara dengan birokrasi kelas dunia," imbuhnya.

Pemerintah Daerah Dituntut Melakukan Transformasi Digital

Selain reformasi birokrasi, pemerintah daerah dituntut segera melakukan transformasi pemerintahan digital  terutama untuk memberikan pelayanan publik yang prima bagi masyarakat. Transformasi pemerintahan digital ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan fokus di sektor pendidikan, kesehatan, layanan jaminan, dan perlindungan sosial.

"Pelayanan harus serba cepat, biaya berkurang, aksebilitas pelayanan dan tranparansi informasi publik. Datanya saling terintegrasi sehingga mempermudah pelayanan publik," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Jawa Barat, Dan Satriana, saat menjadi narasumber Bimbingan Teknis Pelayanan Keterbukaan Publik bagi Para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung Tahun 2023 yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Bandung di Ciwidey Valley Resort Kabupaten Bandung, Kamis (2/3/2023).

Menurutnya, standar pelayanan harus dibuat pemerintah daerah dengan sangat dinamis, dan harus terus bisa menyesuaikan semua masalah yang muncul saat masyarakat mengakses layanan tersebut. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//