• Nusantara
  • Pengobatan Alternatif dari Sudut Pandang Kedokteran dan Budaya

Pengobatan Alternatif dari Sudut Pandang Kedokteran dan Budaya

Pengobatan alternatif laku keras karena warga ingin sembuh dari penyakitnya. Ini terlihat dari fenomena Ida Dayak. Hal serupa terjadi pada fenomena Ponari.

Seorang ibu membawa anaknya untuk diperiksa di Puskesmas di Bandung, Rabu (19/10/2022). (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana22 April 2023


BandungBergerak.idFenomena pengobatan alternatif seperti yang dipraktikkan Ida Dayak, sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Jauh sebelum ramai media sosial, di Indonesia pernah terjadi fenomena dukun cilik Ponari. Orang berbondong-bondong datang untuk berobat dan berharap kesembuhan.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, kerumunan masyarakat terhadap pengobatan alternatif bisa disebabkan oleh dua hal, pertama, karena mudahnya informasi untuk diviralkan dan sangat cepat sampai ke masyarakat.

“Dulu informasi tersebar dari mulut ke mulut, seperti saat Ponari dikenal masyarakat. Dengan batu yang dimasukkan dalam air, orang merasa lebih nyaman dan sehat ketika mengonsumsi air tersebut. Informasi itu tersebar dari mulut ke mulut dan tidak semasif sekarang. Sementara, untuk fenomena Ida Dayak, informasinya tersebar secara viral, sehingga masyarakat berbondong-bondong datang ke sana,” ujar Ari, dikutip dari laman UI, Senin (10/4/2023).

Faktor kedua, kata Ari, tingginya kebutuhan warga untuk sembuh dari penyakitnya. Harapan ini akan dilakukan masyarakat apa pun caranya, termasuk menjalani pengobatan alternatif. Masyarakat masih percaya bahwa terapi-terapi tradisional bisa mengatasi kondisi sakitnya.

“Saya rasa wajar saja keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan di situ, tetapi tentu akhirnya masyarakat sendiri yang menilai apakah ia benar-benar mendapatkan manfaat yang dibutuhkan atau hanya manfaat plasebo atau semu saja. Jadi, itu dikembalikan lagi kepada masyarakat,” kata Ari.

Dari video-video pengobatan Ida Dayak yang beredar di media sosial, Ari melihat adanya proses pengurutan dengan menggunakan minyak sebagaimana yang biasa dilakukan dalam pengobatan alternatif. Metode ini sering dilakukan oleh para pengobat tradisional atau terapi alternatif untuk merelaksasi otot, misalnya pada penderita keseleo dan salah urat, pada bayi setelah selesai dimandikan, serta pada ibu hamil untuk melancarkan persalinannya.

Dalam sejarah perkembangan ilmu kedokteran, dahulu, pendekatan diagnosis dan terapi dilakukan dengan menggunakan kedokteran intuitif. Ini dilakukan oleh para dukun, para pengobat atau tabib, di mana mereka mencoba menggunakan cara tertentu, kemudian dilihat pengalamannya saat dibagikan kepada orang lain. Kemampuan ini kemudian dipertahankan secara turun-temurun dari orang tua atau dari nenek moyangnya.

Terkait metode pengobatan alternatif, Ari mengatakan bahwa metode ini dapat ditemui di belahan bumi mana pun. Di Amerika sekalipun ada pengobat-pengobat tradisional, misalnya yang dilakukan oleh suku-suku di Amerika Latin.

“Bagaimanapun, ada orang yang merasa lebih nyaman berobat kepada pengobat tradisional dibandingkan dokter. Atau pasien yang bolak-balik merasa tidak sembuh, mereka berusaha mencari terapi alternatif. Mudah-mudahan ketika dia merasa bahwa terapi yang ditawarkan ini sesuai yang diharapkan, sakitnya bisa disembuhkan,” ujar Ari.

Baca Juga: Terang Kasih Siti
Glosarium, Kamus Istilah Populer Hiking atau Pendakian Gunung yang Penting Diketahui
Narapidana Anak Berhak Mendapat Perlindungan dan tidak Didiskriminasi

Ponari, Ramai di Media Massa hingga Menjadi Tema Teater

Viralnya pengobatan alternatif tidak kali ini saja terjadi. Di masa lalau, dukun cilik Ponari mampu menarik penasaran publik. Sang dukun cilik menjadi pusat pemberitaan media massa. Bahkan fenomena Ponari dan batu ajaib-nya direspons dalam bentuk pementasan teater oleh program Actor Studio Teater Garasi melalui pementasan berjudul Bocah Bajang.

“Pementasan ini mengisahkan perjalanan pengobatan yang dilakukan oleh Ponari mulai dari cerita-cerita seputar awal penemuan “batu ajaib”, pasien-pasien yang berobat, keluarga Ponari, serta orang-orang yang setuju dan tidak setuju terhadap praktik pengobatan Ponari,” terang Airani Sasanti, dalam Jurnal Ilmu Humaniora “Pementasan Bocah Bajang: Negosiasi Teater terhadap Media Massa atas Fenomena Ponari”, Agustus 2016, diakses Senin (10/4/2023).

Pementasan Bocah Bajang disutradarai Gunawan Maryanto dan dipentaskan pada 22-23 Oktober 2009 di Lembaga Indonesia Perancis (LIP) Yogyakarta. Dalam pementasan Bocah Bajang penulis melihat Actor Studio Teater Garasi mencoba melakukan negosiasi atas pemaknaan fenomena Ponari yang terlebih dahulu telah dikonstruksi media massa.

Di samping itu, Airani Sasanti menyatakan dalam pementasan ini ada gambaran pengobatan dengan cara mistis seperti yang dilakukan Ponari yang masih sangat dipercaya masyarakat di zaman pengobatan modern yang bisa dibuktikan keilmiahannya.

Airani ingin menunjukkan beberapa hal melalui risetnya, di antaranya mengenai melihat sejauh mana media massa menyajikan berita-berita Ponari dan melihat tanggapan Actor Studio Teater Garasi atas pemberitaan media massa mengenai Ponari.

Selain memberitakan Ponari, Airani mencatat bahwa media massa juga memberitakan keluarga Ponari serta pasien-pasien Ponari yang sembuh, pasien yang tidak sembuh, atau korban meninggal. Media massa juga menghadirkan komentar dari ahli kesehatan dan perwakilan lembaga keagamaan mengenai praktik Ponari.

“Pemberitaan tentang Ponari telah membuat Ponari menjadi dukun tiban. Berita Ponari bisa menjadi komoditas bagi media massa yang memberitakannya,” tulis Airani.

Menurutnya, hanya dengan membaca atau melihat berita tentang Ponari di media massa, orang dapat langsung percaya dengan kehebatan dukun cilik ini atau justru menikmati berita-berita Ponari sebagai suatu bentuk keganjilan atau sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dalam dunia pengobatan di Indonesia.

Bisa jadi, lanjut Airani, setelah membaca atau mendengar berita dari media massa masyarakat akan menganggap batu dan kehebatan dukun cilik tersebut menjadi sesuatu yang memang benar-benar ada, walaupun hal tersebut tetap belum bisa diterima dalam logika mereka.

“Dari sini bisa terlihat media massa mempunyai kekuatan untuk mengubah sesuatu yang semula dianggap ganjil oleh masyarakat menjadi suatu hal atau peristiwa yang memang benar-benar nyata dan ada dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam melihat fenomena Ponari, atau dengan kata lain media massa telah merekonstruksi kebenaran tanpa orang perlu melihat kenyataannya secara langsung,” paparnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//