NGABUBURIT MENYIGI BUMI #25: Situs Budaya di Puncak-puncak Gunungapi Purba di antara Soreang dan Cililin
Keberadaan jejak-jejak budaya masa lalu teridentifikasi di puncak-puncak gunungapi yang terhampar di antara Soreang hingga Ciliin.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
16 April 2023
BandungBergerak.id – Pagi hari saat matahari mulai bersinar terang, dari puncak Gunung Lumbung sisi barat, kerucut Gunung Gede (+3.008 m dpl) dilihat dengan jelas di sebelah barat-barat laut sejauh 58 km. Begitu pun ketika petang menjelang malam, kerucut hitam Gunung Gede menonjol dengan latar kuning kemerahan.
Di puncak Gunung Lumbung terdapat tinggalan megalitik seperti menhir, batu tegak yang berfungsi sebagai tempat pemujaan kepada nenek moyang. Tingginya dari permukaan tanah 123 cm, lebar puncaknya 26 cm, lingkaran bagian tengah 95 cm. Ada dolmen, batu rata sebesar meja kecil, tempat meletakkan sesaji persembahan kepada roh nenek moyang. Di depan menhir, ada arca yang menghadap ke barat.
Gunung Lumbung, nama geografi yang banyak ditulis dalam laporan kolonial, seperti ditulis oleh Dr F De Haan (1910) dalam bukunya Priangan, De Preanger-Regentschappen onder het Nederlandsch Bestuur tot 1811. Juga terdapat dalam tulisan perjalanan Pieter van Oort dan S Muller (1836) yang berjudul Aanteekeningen gehouden op eene reize over een gedeelte van het eiland Java. Karya tulis cerita Dipati Ukur terdapat dalam beberapa versi cerita yang berkembang di beberapa daerah, seperti yang dihimpun dan dianalisis oleh Dr E Suhardi Ekadjati (1982), dalam bukunya yang semula disertasi, Ceritera Dipati Ukur Karya Sastra Sejarah Sunda.
Gunung Lumbung sudah dikenali sejak lama, sejak megalitik, menerus pada masa Hindu-Buda, kemudian menjadi benteng pertahanan Dipati Ukur. Di sanalah akhirnya Dipati Ukur dapat ditangkap, karena para pejabat dan kolega seperjuangannya menusuk dari belakang, menggunting dalam lipatan. Mereka itu orang sini, orang Priangan, yang melapor ke Mataram, bahwa Dipati Ukur sedang membuat benteng untuk berontak. Atas keberhasilannya menangkap Dipati Ukur di Gunung Lumbung, mereka diberikan kedudukan sebagai Bupati Bandung dan Bupati Sukapura, sekaligus mengganti namanya.
Baca Juga: NGABUBURIT MENYIGI BUMI #24: Perkampungan di dalam Kawah Purba Gunung Bubut
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #23: Delapan Kilometer Ci Tarum Bersih Untuk Ilmu dan Pariwisata
NGABUBURIT MENYIGI BUMI #22: Gunung Tangkubanparahu Cucu Gunung Jayagiri
Gunungapi di antara Soreang dan Cililin
Jejak budaya masa lalu di puncak-puncak bukit itu pastilah bukan hanya terdapat di Gunung Lumbung. Perlu pendataan yang cermat, karena kerucut-kerucut antara Soreang - Ciwidey - Cililin - Batujajar - Cimahi, itu begitu banyak, dan di beberapa puncaknya sudah teridentifikasi keberadaan jejak budaya, seperti di Gunung Singa, Gunung Sadu, Gunung Bubut, Gunung Aul, dan Gunung Kaseproke.
Secara fisik, perbukitan di kawasan ini dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan pada material pembentuknya. Pertama, bukit yang dibangun oleh magma yang menerobos ke permukaan, lalu membeku, seperti empat di antaranya: Gunung Singa (+1.033 m dpl), Gunung Tugagug (+774 m dpl), Pasir Pancir, Pasir Paseban (+1.087 m dpl), dan Gunung Lalakon (+972 m dpl), merupakan gunung yang diindikasikan sebagai gunungapi yang pernah meletus. Di sana terdapat lava, yang dapat dijadikan penanda, bahwa pada masa lalu, setidaknya empat juta tahun lalu, gunung-gunung itu merupakan gunung-gunungapi aktif.
Menurut Sutikno Bronto (2013), gunungapi purba atau fosil gunungapi adalah gunungapi yang pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang sudah mati, bahkan sudah terkikis/tererosi sangat lanjut, sehingga kenampakan fisis tubuhnya sudah tidak seperti gunungapi aktif saat ini, yang berbentuk kerucut. Bahkan sebagian sisa tubuhnya sudah ditutupi oleh batuan yang lebih muda.
Kedua, bukit-bukit yang lebih banyak jumlah, dibangun oleh material letusan gunungapi yang dihamburkan, seperti bom gunungapi, lapili, pasir, abu, kemudian menyatu menjadi breksi gunungapi. Material itu umumnya bersumber dari letusan plinian - ultra plinian. Material yang dihamburkan, jumlahnya bisa lebih dari 100 km kubik. Material letusan yang sangat panas ketika dihamburkan, kemudian mengendap di lereng, di kaki gunung, di lembah, dan di pedataran. Material letusan itu kemudian direkatkan oleh abu halus pada saat panas, sehingga membentuk batuan kasar yang padat, teksturnya seperti batu beton. Bagian-bagian yang mudah lepas atau mudah terkikis air hujan dan angin terhanyutkan, membentuk lembah, dan menyisakan breksi vulkanik yang paling kuat, yang sekarang berupa rangkaian perbukitan, seperti empat contoh ini: Gunung Buleud (+1.182 m dpl), Gunung Hanyawong (+773 m dpl), Gunung Putri, (+884 m dpl), Gunung Batumaseuk (+961 m dpl).
Material letusan yang terhampar di kawasan yang sangat luas antara Soreang sampai Cililin dan Batujajar itu umumnya berupa breksi gunungapi dengan ketebalan mencapai 200-300 meter. Pastilah yang begitu banyak ini berasal dari letusan gunungapi yang sangat dahsyat. Letusan gas vulkaniknya sangat kuat, menghamburkan batuapung dan abu vulkanik, serta material vulkanik lainnya dalam jumlah lebih dari 100 km kubik.
Keberadaan gunung-gunungapi purba dan tinggalan budaya di puncak-puncaknya perlu terus diungkap sisi-sisi keilmuannya, agar masyarakat mendapatkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Sebab, bila sisi keilmuan tidak ada yang hadir memberikan jawaban, maka sisi mistis yang akan menyebar secara luas. Inilah urgensinya.