Sudah Saatnya Mengajarkan Bahasa Sunda sejak Anak Usia Dini
Pelestarian bahasa Sunda tidak cukup di ranah SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi saja. Justru dari jenjang anak usia dini, pelestarian bahasa Sunda akan makin kuat.

Alifia Syahrani
Pemerhati dan Peminat Literasi Bahasa dan Budaya Sunda, Guru Bahasa Sunda SMP Negeri 50 Bandung.
26 September 2025
BandungBergerak.id – Sebagai makhluk hidup, manusia dengan segala kekhasan dan keunikannya mempunyai pola tumbuh kembangnya tersendiri. Sama seperti makhluk hidup yang lain, manusia terbagi dalam beberapa fase tumbuh kembangnya. Dimulai dari pembuahan di dalam rahim, dikandung oleh seorang ibu selama 9 bulan dalam perutnya (normalnya), lahir ke dunia dalam wujud bayi, berkembang menjadi balita, menuju kanak-kanak, menjadi remaja, tumbuh menjadi dewasa, menjadi lansia, dan kembali berkalung tanah. Dalam fase-fase tersebut, manusia mempunyai cirinya sendiri, terkhusus dalam fase anak-anak. Di fase ini, anak akan belajar untuk pertama kalinya; belajar untuk memahami lingkungan sekitar, memahami ekspresi-ekspresi, serta belajar untuk berkomunikasi secara terstruktur meskipun dengan cara yang sangat sederhana. Untuk itu, diperlukan suatu lembaga formal untuk mendampingi tumbuh kembang anak. Di Indonesia, terdapat lembaga untuk mewadahi hal tersebut, yakni semacam sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Pendidikan dasar dalam hal fase perkembangan seorang anak terdapat pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 14 tentang pendidikan anak usia dini, dijelaskan tentang pembinaan melalui semacam pemberian stimulus atau rangsangan untuk menumbuhkembangkan kemampuan jasmani dan rohani sejak anak dilahirkan sampai usia 6 tahun. Potensi anak yang dikembangkan melalui pemberian stimulus pendidikan pada usia emas meliputi aspek bahasa, sosial-emosional, perkembangan kognitif, seni dan fisik motorik; pada masa ini anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu aspek penting pada perkembangan anak yang perlu diasah dan dioptimalkan adalah aspek bahasa.
Bahasa merupakan alat komunikasi; antarsesama, kelompok masyarakat dalam menyampaikan suatu ekspresi dirinya terhadap lawan bicara. Dalam bermasyarakat atau bersosial, peranan bahasa sangat vital. Vitalnya bahasa dalam kehidupan sehari-sehari tercermin dalam salah satu sifat bahasa, yakni konvensional; kesepakatan terkait dengan simbol dan lambang persandian bahasa dalam suatu kelompok masyarakat.
Kemampuan berbahasa anak merupakan hal yang sangat penting; dengan bahasa anak dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Bahasa merupakan instrumen utama dalam mengekspresikan pikiran dan pengetahuan jikalau anak akan melakukan atau mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak-anak yang sedang berkembang tentu akan mengomunikasikan kebutuhan, pikiran dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempunyai makna meskipun sederhana. Bahasa bagi anak-anak merupakan hal yang penting, karena dengan bahasa anak-anak mampu mengungkapkan segala yang ia rasakan kepada orang lain. Selain itu, anak juga dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitar; sebagai sarana untuk menyalurkan ekspresi anak. Begitu penting sekali bahasa bagi manusia, maka dalam seluruh kegiatannya manusia selalu menggunakan bahasa sebagai alat atau sarana untuk berkomunikasi antar sesamanya, tak terkecuali masyarakat Sunda. Sebagai suatu suku bangsa, Sunda pun memiliki bahasanya tersendiri, yaitu bahasa Sunda.
Satu contoh, bahasa Sunda bagi anak usia dini dijalankan sejalan dengan nilai- nilai karakter yang dikembangkan di satuan Pandidikan Anak Usia Dini : (1) Bahasa Sunda yang diajarkan adalah bahasa Sunda yang halus; hal ini dapat terlihat dari logat orang sunda yang cenderung lembut serta hormat pada orang tua melalui undak usuk basa atau tutur kata pada orang yang lebih tua, teman sebaya dan orang yang usianya lebih muda. (2) Melalui nasehat, siloka, tetekon atau paribasa Sunda yang diwariskan secara lisan secara turun temurun. (3) Manusia sunda harus senantiasa sopan, sederhana, berani, jujur, teguh pendirian yaitu dengan filsafat cageur, bener, pinter dan singer. (4) Harus senantiasa siger tengah artinya tidak berlebihan tidak kekurangan dan tidak berlebihan dalam memenuhi kebutuhan sehari- hari. (5) Agama urang Sunda adalah Islam dan urang Sunda identik dengan Islam. (6) Nilai sosial urang sunda, menghadapi konflik harus dengan tenang tidak ada permusuhan; seperti dalam paribasa berikut tiis ceuli herang mata yang berarti aman dan tentram dan (7) Melalui paribasa dan babasan yang memberikan tuntunan mengajak berperilaku baik, jangan lupa pada asal-usul kita, orang yang tidak tahu berbalas budi dan sebagainya.
Baca Juga: Belajar dari Nilai-nilai Didaktis pada Cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah
Relevansi Nilai-nilai Kesundaan dan Kemuhammadiyahan
Retorika dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara Bahasa Sunda
Tantangan Mengajar Bahasa Sunda
Dalam penyampaian materi pembelajaran, terdapat tantangan tersendiri yang kerap dihadapi oleh para pendidik, khususnya guru PAUD. Salah satu kendala yang sering muncul adalah tidak semua guru memiliki kemampuan maupun rasa percaya diri yang memadai untuk mengajarkan bahasa Sunda. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kurangnya pelatihan tambahan yang diberikan kepada para guru untuk meningkatkan keterampilannya, terutama dalam menerapkan metode pembelajaran yang efektif bagi anak usia dini. Menghadirkan materi tentang bahasa Sunda menuntut para pendidik untuk memiliki pemahaman yang cukup mendalam mengenai budaya Sunda, aspek linguistik, serta berbagai elemen terkait lainnya dalam bahasa tersebut. Namun, relevansi materi pembelajaran bahasa Sunda yang dirancang khusus untuk usia dini hingga kini masih terbatas. Hal ini dapat dilihat dari minimnya ketersediaan buku khusus, media audio-visual, maupun alat peraga edukatif yang menarik dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak. Selain hambatan dari sisi pendidik dan materi, pergeseran budaya akibat dampak negatif globalisasi turut memengaruhi minat belajar bahasa Sunda. Di era modern ini, bahasa Sunda semakin jarang digunakan sebagai bahasa utama, khususnya di wilayah perkotaan. Akibatnya, anak-anak relatif kurang termotivasi untuk mempelajarinya di sekolah. Di sisi lain, pola pembelajaran yang cenderung monoton atau kurang relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa juga menjadi faktor lain yang menurunkan minat mereka terhadap pelajaran tersebut.
Faktor-faktor tersebut kerap kali “diperparah” dengan kehidupan dalam pembiasaan berbahasa di keluarga dan lingkungan sekitar. Fenomena hari ini, para orang tua di Jawa Barat (Sunda) cenderung “sungkan” untuk menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari. Alasannya rata-rata sama; ribet dan sulit. Ribet dan sulit di sini dapat dimengerti, karena bahasa Sunda mempunyai undak-usuk (tindak tutur) yang sangat kompleks. Dengan begitu, para orang tua memakai “jalan pintas”, yakni menggunakan bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia cenderung lebih egaliter.
Tantangan dalam pelestarian bahasa Sunda memang sangat kompleks. Hal-hal yang menjadi tantangan dalam pelestarian bahasa Sunda di ranah Anak Usia Dini acap kali disepelekan. Pelestarian bahasa Sunda tidak cukup di ranah SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi saja. Justru dari jenjang anak usia dini-lah pelestarian bahasa Sunda akan makin kuat; membentuk Sirung Sunda Piunggul dalam karakternya untuk menjadi orang Sunda yang Hadé Gogog, Hadé Tagog. Cag!
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB