• Buku
  • RESENSI BUKU: Sastra Gotik Feminisme, Membaca Écriture Féminine dalam Sihir Perempuan

RESENSI BUKU: Sastra Gotik Feminisme, Membaca Écriture Féminine dalam Sihir Perempuan

Kumpulan cerpen Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha dapat dibaca sebagai praktik penulisan feminis yang dekat dengan konsep écriture féminine dari Hélène Cixous.

Buku Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha. (Foto: Annisa Nur Fauziah)

Penulis Annisa Nur Fauziah27 September 2025


BandungBergerak.id – Bagi peminat cerita pendek atau novel sastra Indonesia pasti sangat senang ketika bertemu dengan buku yang sesuai dengan minat dan harapan saat membacanya. Beberapa waktu yang lalu saya mulai membaca feminisme untuk bahan penelitian tugas akhir, sampai akhirnya saya tertarik dan mencari terus karya-karya baik novel fiksi atau buku ilmiah dengan tema feminisme.

Sebuah buku dengan cover berwarna merah darah yang ikonik dengan judul Sihir Perempuan berhasil membuat saya terpukau. Awalnya saya sedikit skeptis, apakah buku ini bisa dibaca dan berhasil memuaskan minat baca saya. Karena melihat genrenya dari beberapa reviewer dan teman sesama penyuka buku, mereka mengatakan bahwa buku ini akan membuatmu merasa bingung dan takut. Oh, ternyata buku ini memiliki genre horor, gotik, mistisme, dan hal-hal yang berkaitan dengan supranatural.

Satu cerita dapat saya nikmati dan memberikan pengalaman berbeda. Sejauh membaca novel, saya biasa dengan kalimat-kalimat syahdu dan menenangkan dengan sedikit bumbu-bumbu dramatis seperti pada novel genre romance. Kali ini saya hanyut dengan fantasi yang disuguhkan penulis di setiap cerita yang berbeda. Selesai membaca buku ini, saya teringat sebuah teori tentang perempuan yang menulis. Buku ini juga salah satu bentuk dari teori tersebut.

Kumpulan cerpen Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha dapat dibaca sebagai praktik penulisan feminis yang dekat dengan konsep écriture féminine dari Hélène Cixous. Konsep ini menekankan bahwa perempuan harus menulis dirinya sendiri, menulis dari tubuh dan pengalamannya, serta menolak bentuk narasi yang dibangun oleh tradisi patriarkal. Tulisan perempuan menurut Cixous, hadir dengan liar, penuh ambiguitas, sensual, dan merayakan tubuh yang selama ini dibungkam oleh bahasa maskulin.

Dalam Sihir Perempuan, Intan Paramaditha mengekspresikan gagasan itu dengan menghadirkan perempuan-perempuan yang menolak tunduk pada norma. Mereka bukan lagi tokoh pasif, melainkan subjek yang memilih, menantang, bahkan menghancurkan struktur sosial yang mengekangnya. Narasi yang dibangun Intan kerap memadukan horor, gotik, dan fantasi, sehingga membuka ruang bagi suara perempuan yang biasanya terpinggirkan.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Kapitalisme, Kelas, dan Perubahan Agraria di Perdesaan
RESENSI BUKU: Krisis Identitas dan Beban Pilihan Perempuan di Tengah Realitas Sosial dalam Novel The Midnight Library
RESENSI BUKU: Resep Gerakan yang Matang itu Bernama Pendidikan Politik

Tubuh dan Hasrat sebagai Bahasa

Cixous menekankan pentingnya menulis dengan tubuh, karena tubuh perempuan menyimpan pengalaman yang tak bisa diwakili oleh bahasa patriarkal. Intan menghidupkan hal ini dengan menghadirkan tubuh perempuan yang berdarah, berhasrat, sekaligus penuh luka. Tubuh bukan sekadar objek, tetapi pusat narasi. Misalnya dalam beberapa cerpen, perempuan yang terikat dengan kekuatan gaib menemukan cara untuk merebut kembali kontrol atas dirinya, meski harus melalui jalan kekerasan atau “sihir” yang menakutkan. Hal ini menjadi sebuah poin bahwa tubuh perempuan bukan sebuah keterwakilan atas pendamping laki-laki. Justru perempuan berhak berbicara dan menjalani kehidupannya dengan tubuh dan hasrat yang mereka miliki.

Cerpen-cerpen dalam Sihir Perempuan menolak pola naratif yang rapi dan rasional. Cerita-cerita Intan sering kali melompat, penuh ambiguitas, dan menolak penutupan yang pasti. Hal ini mencerminkan gaya écriture féminine, yang menolak aturan penulisan maskulin yang linear dan logis. Penulisan semacam ini justru mengekspresikan kegelisahan dan keretakan sebagai bagian dari kebenaran pengalaman perempuan. Dengan penulisan seperti itu menggambarkan bahwa sebuah narasi tidak dapat diatur secara patrialkal, mereka bisa menjadi sebuah bentuk yang unik dan menggambarkan keberagaman dari perempuan yang tidak dapat ditundukkan oleh sistem budaya patriarki.

Salah satu ciri penting écriture féminine adalah membuka ruang bagi suara yang dibungkam. Dalam Sihir Perempuan, Intan memberi panggung bagi perempuan yang dianggap “liar”, “berdosa”, atau “tak layak” oleh masyarakat patriarkal. Perempuan-perempuan dalam cerita ini bisa menjadi penyihir, pembunuh, atau pengkhianat yaitu identitas yang biasanya dilekatkan secara negatif, tetapi justru dibalik menjadi sumber kekuatan. Dalam artian bahwa selama ini perempuan menjadi kelompok marginal justru memiliki kekuatan dan mereka bebas untuk mengekspresikan kekuatan yang mereka punya. Contoh nyatanya adalah perempuan mampu bekerja sekaligus menjadi sosok ibu.

Alih-alih menampilkan perempuan dalam satu citra tunggal, Intan menghadirkan perempuan yang penuh kontradiksi. Mereka bisa lembut sekaligus kejam, penuh cinta sekaligus penuh amarah. Ambiguitas ini merupakan ciri khas écriture féminine, yang merayakan keragaman identitas perempuan tanpa harus dipaksa ke dalam kategori yang sempit. Ambiguitas ini tentu bukan sebuah kelemahan melainkan kekuatan bagi perempuan.

Bagian dalam buku Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha. (Foto: Annisa Nur Fauziah)
Bagian dalam buku Sihir Perempuan karya Intan Paramaditha. (Foto: Annisa Nur Fauziah)

Kenapa Buku ini Saya Rekomendasikan?

Ada beberapa alasan mengapa Sihir Perempuan patut dibaca oleh siapa saja, khususnya bagi mereka yang tertarik pada sastra feminis dan teori gender. Bahkan untuk seseorang yang pertama kali membaca buku cerita dengan tema horor sekaligus feminis, buku ini masih bisa dinikmati. Melalui buku ini kita akan diajak berimajinasi dan merasakan bagaimana perempuan menjadi sebuah narasi yang unik.

Intan memadukan gaya gotik, horor, dan magis dalam tulisannya. Hasilnya adalah cerita-cerita yang gelap, menegangkan, tapi juga indah. Membaca buku ini terasa seperti masuk ke dunia lain yang akrab sekaligus asing. Buku ini bisa menjadi sebuah alternatif bacaan kalau merasa bosan dengan buku-buku ceria yang syahdu. Dengan alur dan bahasa yang berbeda, kita diajak berkenalan dengan beberapa karakter perempuan yang nyentrik dan berbeda dalam setiap ceritanya.

Buku ini memperlihatkan bagaimana tubuh perempuan selama ini dikontrol oleh norma, agama, dan masyarakat. Namun, melalui “sihir”, tubuh itu justru menjadi sumber perlawanan. Pesan ini penting bagi pembaca yang ingin memahami bagaimana pengalaman personal perempuan selalu terkait dengan politik dan kekuasaan.

Membaca Sihir Perempuan lewat lensa écriture féminine memperlihatkan bagaimana karya sastra Indonesia bisa berdialog dengan teori feminis internasional. Buku ini menunjukkan bahwa penulisan perempuan Indonesia tidak kalah radikal dibanding karya feminis dunia seperti Marguerite Duras atau Clarice Lispector.

Cerpen-cerpen dalam buku ini menggugat cara pandang patriarkal yang masih kuat di masyarakat. Intan menghadirkan tokoh perempuan yang menolak tunduk, dan dari sanalah kita diajak merenungkan kembali konstruksi tentang moralitas, cinta, dan kekuasaan.

Sihir Perempuan adalah buku yang penuh luka, hasrat, dan perlawanan. Ia merepresentasikan apa yang disebut Hélène Cixous sebagai écriture féminine yaitu penulisan yang lahir dari tubuh, menolak bahasa patriarkal, dan menghadirkan suara yang dibungkam.

Buku ini sangat direkomendasikan, bukan hanya untuk penggemar sastra, tetapi juga bagi siapa saja yang ingin memahami bagaimana tulisan perempuan bisa menjadi alat politik, alat perlawanan, sekaligus sumber daya magis untuk menulis ulang dunia.

Membaca Sihir Perempuan sama halnya dengan memasuki sebuah ritual: sebuah perjumpaan dengan sihir yang lahir dari tubuh perempuan yaitu sihir yang tak bisa lagi dibungkam.

Informasi Buku

Judul : Sihir Perempuan

Penulis : Intan Paramaditha

Tahun : 2005 (terbitan pertama)

Penerbit : GPU

***

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//