• Opini
  • Salah Kaprah Pemerintah Soal Kasus Keracunan pada Makan Bergizi Gratis

Salah Kaprah Pemerintah Soal Kasus Keracunan pada Makan Bergizi Gratis

Narasi pemerintah cenderung menyepelekan kasus keracunan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Yogie Alwaton

Dosen Jurnalistik Universitas Telkom

Murid SDN 013 Pasirkaliki, Kota Bandung, menyendok nasi program Makan Bergizi Gratis, 8 Januari 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

27 September 2025


BandungBergerak.id – Jumlah siswa yang mengalami keracunan usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) terus meningkat. Di Garut, Jawa Barat, ada 569 siswa yang mengalami gejala muntah, mual, dan diare usai menyantap menu MBG. Selain di Garut, hingga kini tercatat lebih dari 6.000 siswa keracunan sejak 17 Januari–23 September 2025 yang tersebar mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. Sejumlah makanan pada menu itu telah teridentifikasi basi dan berjamur. 

Fenomena ini tentu menunjukkan kelalaian yang luar biasa. Tak berlebihan bila kita menyebutnya sebagai fenomena gunung es (ice berg). Terus meningkat dari hari ke hari.

Namun, di tengah peristiwa keracunan massal ini ada hal menarik yang dapat kita lihat bersama. Tidak ada pejabat yang dicopot, mundur atau yang dipenjara karena kelalaiannya itu. 

Di luar negeri, pejabat akan dengan sendirinya mengundurkan diri bila lalai dan terbukti bersalah dalam melakukan tugasnya. Mereka akan merasa malu. Sebutlah Jepang. Di negara ini, budaya malu bukan hanya konsep sederhana –ia adalah tanggung jawab yang mengikat pada publik. Pejabat yang bersalah dan gagal memenuhi ekspektasi publik sering kali memilih untuk mundur, bahkan tanpa diminta sekalipun.

Tetapi, pemerintah kita melalui Badan Gizi Nasional (BGN) enggan menghentikan program MBG ini. Dadan Hindayana selaku Kepala BGN justru menganggap kasus keracunan yang saat ini terjadi masih dalam batas wajar. Ia menyebut total sajian makanan keracunan hanya 4.711 porsi dari 1 miliar porsi yang sudah dimasak selama 9 bulan program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini berjalan. Penggunaan narasi ini ternyata dimaknai secara serampangan. Pemerintah kita ternyata salah kaprah soal keracunan pada MBG. Wacana pemerintah yang cenderung menyepelekan ini tentu saja tidak dapat dianggap sederhana. Ribuan kasus keracunan ini bukan soal ambisi program strategis semata, namun menyangkut nyawa orang banyak. 

Baca Juga: Tentang Lingkungan dan Setiap Suap Makanan di Sendok Makan
Makan Bergizi Gratis di Sumedang
Mengatasi Stunting di Bandung Belum Cukup Mengandalkan Program Makanan Bergizi Gratis

Membahayakan Nyawa Anak

Sampai sini, terlihat bahwa program itu hanya memenuhi ambisi Presiden Prabowo Subianto yang terlalu mengejar kuantitas pembangunan dapur demi serapan anggaran, ketimbang memastikan standar mutu (kualitas). Akibatnya, ambisi ini harus mengorbankan perencanaan yang tak becus, transparansi yang minim, pelaksana yang inkompeten, dan tahap implementasi yang amburadul.  Ini semua terjadi karena tak ada kajian dan uji coba memadai sebelum pelaksanaan makan gratis itu. Akhirnya, perbaikan gizi anak itu tak bertemu tujuan awalnya, melainkan justru hanya membahayakan nyawa mereka. 

Badan Gizi Nasional menolak desakan berbagai pihak untuk menghentikan sementara program makan bergizi gratis itu. Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan akan melakukan perbaikan sembari tetap mengejar target penerima manfaat MBG. Pemerintah tak ayal hanya menempatkan anak-anak pada risiko keracunan dan membiarkan proyek tak jelas ini terus menguras anggaran.

Meski sejak awal mendapat penolakan, Program Makan Bergizi Gratis ini nyatanya terus dilanjutkan. Program ini adalah konsekuensi dari efisiensi anggaran yang berusaha memastikan generasi penerus bangsa agar dapat tumbuh sehat, kuat, dan cerdas. Lewat program ini, negara hadir untuk menyediakan makanan yang bergizi bagi anak-anak Indonesia. Namun akan celaka bila generasi yang diharapkan itu menyantap pangan yang justru mengandung bahaya. Pemerintah harus bisa mengevaluasi besar-besaran program ini.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//