• Berita
  • Fenomena Macan Tutul Masuk Hotel di Kota Bandung, Dampak Kerusakan Lingkungan dan Berkurangnya Sumber Pakan Alami

Fenomena Macan Tutul Masuk Hotel di Kota Bandung, Dampak Kerusakan Lingkungan dan Berkurangnya Sumber Pakan Alami

Macan tutul masuk permukiman di Bandung karena habitat alami yang menjadi sumber makanan rusak oleh alih fungsi lahan.

Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dalam kondisi terbius di kandang evakuasi di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah7 Oktober 2025


BandungBergerakPeristiwa langka terjadi di Hotel Anugerah, Jalan Padasaluyu Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Senin, 6 Oktober 2025. Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) memasuki area hotel dan mengejutkan para tamu serta staf. Tim gabungan yang terdiri dari petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Diskarmat) Kota Bandung berhasil mengevakuasi satwa tersebut setelah penanganan yang berlangsung sekitar empat jam, dari pukul 07.50 WIB hingga 10.50 WIB.

Kepala Diskarmat Kota Bandung Soni Bakhtyar mengungkapkan, proses evakuasi sempat berlangsung dramatis. Macan tutul yang sempat bersembunyi di sekitar area hotel akhirnya berhasil diamankan dan dibawa ke Lembang Park Zoo untuk dilakukan observasi lebih lanjut. Tujuan utama observasi ini adalah untuk memastikan apakah macan tutul tersebut berasal dari Lembang Park Zoo atau bukan.

“Jika ternyata bukan milik Lembang Park Zoo, maka akan dibawa oleh BKSDA ke Sukabumi untuk dilepaskan kembali ke habitat aslinya,” kata Soni, dalam keterangan resmi yang diakses Selasa, 7 Oktober 2025.

Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dalam kondisi terbius di kandang evakuasi di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dalam kondisi terbius di kandang evakuasi di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Menurut Kepala BKSDA Jawa Barat Agus Arianto, macan tutul tersebut diperkirakan berasal dari kawasan hutan Tangkuban Parahu. Agus menambahkan bahwa meskipun hewan ini terlihat berada jauh dari habitatnya, ada jalur koridor alami seperti lembah dan vegetasi lebat yang menghubungkan hutan Tangkuban Perahu dengan area sekitar hotel.

“Kalau dilihat dari petanya, memang berasal dari kawasan hutan Tangkuban Perahu. Di situ ada koridor alami yang menghubungkan ke lokasi tersebut,” kata Agus saat dihubungi, Senin, 6 Oktober 2025.

Mengenai potensi konflik antara manusia dan satwa liar, Agus mengklaim upaya mitigasi dan sosialisasi telah dilakukan kepada masyarakat. Hal ini termasuk mengingatkan masyarakat agar memperkuat kandang ternak dan segera melaporkan kehadiran macan tutul kepada BKSDA jika terjadi gangguan.

Namun, masalah utama yang perlu ditangani adalah kerusakan habitat dan berkurangnya sumber pakan alami. Kerusakan tersebut bisa menjadi salah satu faktor yang memaksa satwa liar keluar dari habitatnya, meski hal ini masih memerlukan kajian lebih lanjut.

“Secara umum, memang kerusakan habitat dan berkurangnya sumber pakan dapat mendorong satwa liar untuk mencari wilayah baru,” tambah Agus.

Lokasi penemuan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Lokasi penemuan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Kerusakan Habitat

Sebagai satwa yang cenderung aktif pada malam hari, macan tutul biasanya menghindari keramaian dan hanya muncul saat berburu. Namun, dalam kondisi tertentu, hewan ini terpaksa mencari makan di luar habitatnya yang semakin terbatas.

Johan Iskandar, dosen dan peneliti lingkungan, menjelaskan bahwa fenomena macan tutul yang muncul di siang hari di kawasan hotel sangat jarang terjadi.

“Berdasarkan pengalaman di lapangan, macan tutul itu sulit ditemukan dan diamati di siang hari. Mereka aktifnya malam hari,” kata Johan, Selasa, 7 Oktober 2025.

Peneliti perilaku satwa liar ini menjelaskan, munculnya macan tutul di kawasan permukiman bisa jadi karena hewan tersebut kekurangan sumber pakan alami atau kondisi fisiknya yang semakin lemah.

Kerusakan habitat yang disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi salah satu faktor utama yang mendorong satwa liar seperti macan tutul mencari wilayah baru. Johan mengungkapkan, hutan-hutan yang menjadi tempat tinggal macan tutul di Jawa Barat, seperti Hutan Cisokan, Tangkuban Parahu, dan Hutan Sanggabuana, semakin menyusut akibat perubahan tata guna lahan yang tidak terkontrol.

Kerusakan ekosistem yang diikuti dengan menurunnya populasi mangsa alami, seperti babi hutan, kancil, dan burung liar, semakin memperburuk situasi. Satwa macan tutul yang biasanya berburu di hutan kini terpaksa mendekati permukiman untuk mencari mangsa yang lebih mudah, seperti ternak dan anjing.

Johan juga menyoroti pentingnya melibatkan masyarakat dalam konservasi macan tutul dan habitatnya. Di masa lalu, masyarakat lokal memiliki pengetahuan ekologi tradisional yang membantu menjaga kelestarian macan tutul. Mereka memandang hewan ini sebagai simbol keramat, yang membuat mereka enggan mengganggu hewan atau hutan tempat tinggalnya.

Namun, menurut Johan, kepercayaan tradisional tersebut kini mulai luntur, dan dampak dari ekonomi pasar yang memperdagangkan kulit macan tutul semakin membahayakan kelestarian satwa tersebut. Oleh karena itu, pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan.

Baca Juga: Macan Tutul versus Manusia
Berbagi Kisah Mengamati Burung di Habitatnya di Bandung Timur

Lokasi jejak macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Lokasi jejak macan tutul jawa (Panthera pardus melas) di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Jumlah Macan Tutul Terus Menyusut

Macan tutul jawa atau Panthera pardus melas saat ini diperkirakan tersebar di 29 petak habitat, mayoritas di antaranya berada di taman nasional yang umumnya kecil dan terisolasi. Populasi macan tutul jawa diperkirakan kurang dari 350 individu dewasa yang tersebar di alam liar. Selama dua dekade terakhir, jumlah ini diperkirakan terus menurun, sebagian besar disebabkan oleh fragmentasi habitat yang mengisolasi populasi.

Tanggal 27 Februari 2024 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama sejumlah instansi melakukan survei "Java-Wide Leopard Survey" (JWLS), yang bertujuan untuk menghitung dan memetakan populasi macan tutul jawa di seluruh Pulau Jawa.

Tim survei JWLS yang terdiri dari para petugas Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal KSDAE Kementerian Kehutanan serta para penggiat lingkungan, memantau 21 bentang alam yang menjadi target survei. Hingga saat ini, survei dengan menggunakan kamera pengintai telah selesai dilaksanakan di 7 bentang alam, sementara di 3 bentang alam lainnya, pemasangan kamera pengintai sudah dilakukan.

Bentang alam yang telah berhasil disurvei dan diidentifikasi keberadaan macan tutul jawa meliputi Rawa Danau, Burangrang, Ciremai, Panusupan, Sindoro-Dieng, dan Bromo Tengger Semeru. Namun, survei di bentang alam Merapi Merbabu belum berhasil mendeteksi keberadaan macan tutul jawa.

Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dalam kondisi terbius di kandang evakuasi di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dalam kondisi terbius di kandang evakuasi di halaman Hotel Anugerah di Bandung, 6 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Melalui penggunaan kamera pengintai, tim teknis JWLS berhasil mengidentifikasi 34 individu macan tutul jawa. Dari jumlah tersebut, terdapat 11 individu jantan dan 23 betina. Selain itu, identifikasi juga mencatat 12 individu sebagai macan kumbang, sementara sisanya adalah macan tutul.

Selain data yang diperoleh melalui kamera pengintai, analisis genetika yang dilakukan di Laboratorium Analisis Genetik Satwa Liar Universitas Gajah Mada (UGM) juga memberikan kontribusi penting. Sampel kotoran yang dikumpulkan menghasilkan identifikasi sebanyak 70 sampel, yang terdiri dari 37 individu jantan dan 18 betina. Saat ini, 15 sampel kotoran lainnya masih dalam proses analisis.

Survei JWLS direncanakan akan selesai pada awal 2026, dan hasil akhirnya diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kondisi populasi macan tutul jawa di setiap bentang alam yang ditargetkan. Dengan informasi ini, langkah-langkah konservasi yang lebih efektif dapat diterapkan untuk melindungi satwa yang terancam punah ini.

Survei ini tidak hanya menjadi langkah penting dalam mengukur populasi macan tutul jawa, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga kelestarian spesies yang semakin terdesak oleh kerusakan habitat dan ancaman lainnya. Dukungan berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat umum, sangat diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup macan tutul jawa di masa depan. 

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//