• Berita
  • Nonton Film dan Diskusi Locked Voice di Perpustakaan Bunga di Tembok, Kelas Pekerja Menembus Jalanan Terjal Membentuk Serikat

Nonton Film dan Diskusi Locked Voice di Perpustakaan Bunga di Tembok, Kelas Pekerja Menembus Jalanan Terjal Membentuk Serikat

Sebagai negara demokrasi, berserikat atau berkumpul dijamin oleh konstitusi negara. Partiknya banyak serikat yang dirintangi.

Pemutaran film dokumenter Locked Voice yang digagas oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 4 Oktober 2025. (Foto: Reza Khoerul Iman/BandungBergerak)

Penulis Salma Nur Fauziyah7 Oktober 2025


BandungBergerakKasus pelarangan berserikat bagaikan kaset lama yang terus diputar. Hingga kini represi terhadap kelompok berserikat masih terjadi karena dianggap ancaman oleh perusahaan maupun pengusaha. Potret pemberangusan serikat atau perkumpulan ini tergambar jelas dalam film dokumenter “Locked Voice” yang digagas oleh Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang diputar di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu, 4 Oktober 2025. 

Film yang berdurasi sekitar 40 menit lebih ini menitikberatkan pada ‘pelarangan’ negara terhadap pembentukan serikat selama 10 tahun terakhir. Film dibuka dengan kasus pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia atau HTI tanpa melalui proses pengadilan, 8 Mei 2017. Pembubaran HTI diumumkan Wiranto, Menko Polhukam pada masanya, yang menyebut organisasi massa berhaluan agama ini sebagai kelompok yang mengancam kedaulatan politik nasional. 

Pembubaran sepihak ini tidak sesuai dengan hukum yang berlaku saat itu. Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 dinyatakan bahwa pembubaran sebuah organisasi masyarakat harus melewati peradilan terlebih dulu. 

Tidak lama berselang, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat pada 10 Juli 2017, yang memungkinkan pemerintah membubarkan ormas tanpa proses pengadilan. Pemerintah pun mencabut status badan hukum HTI.

Tidak hanya HTI, pada 30 Desember 2020 pemerintah membubarkan Front Pembela Islam (FPI) karena dianggap tidak memiliki legal standing yang jelas sebagai ormas atau organisasi biasa. 

Bentuk ‘penjinakan’ terhadap berserikat tidak hanya dialami organisasi bercorak keagamaan. Praktik ini terjadi di lingkungan kampus, seperti yang dialami Serikat Pekerja Kampus (SPK). 

Pendirian SPK di tempat yang konon ideal untuk merawat kemerdekaan berpikir dan berekspresi justru menemui banyak kendala. Salah satunya adalah pemilihan nama yang dianggap berafiliasi dengan organisasi terlarang (dulunya bernama Serikat Pekerja Kampus Indonesia atau disingkat SPKI). 

Meski begitu, tanggal 1 Mei 2023 akhirnya SPK mendeklarasikan diri dan sudah terdaftar sebagai perkumpulan resmi. SPK memang diniatkan sebagai upaya solidaritas dan memperjuangkan hak atas kesejahteraan dosen dan pekerja kampus. 

Riset yang digagas oleh SPK mengenai rata-rata gaji dosen di Indonesia sangat memprihatinkan. Mayoritas gaji dosen di universitas negeri kurang dari 3 juta rupiah per bulan, sedangkan yang bekerja di kampus swasta kurang dari 2 juta rupiah per bulan. Maka sebanyak 76 persen dosen di Indonesia harus mencari pekerjaan sampingan. 

Beberapa dosen yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kampus mengalami intimidasi, diskriminasi, dan haknya ditangguhkan. 

Nuansa serupa terjadi pada serikat di media, seperti yang dialami Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI). Bermula dari pemotongan gaji secara sepihak oleh perusahaan. Para karyawan CNN Indonesia termasuk jurnalis kemudian mendirikan SPCI. Kemunculan serikat pekerja SPCI mendapat penentangan dari perusahaan di bawah CT Corps milik Chairul Tanjung. 

“Kita kan bisa duduk bareng, ngomongin soal kebijakan yang adil buat pekerja juga gitu. Jadi enggak semena-mena gitu. Harusnya kan bisa jadi partner gitu ya. Serikat pekerja ini bukan jadi musuh,” ujar Yulia Adiningsih, ketua Serikat Pekerja di CNN, dalam film Locked Voice. 

Sikap antiserikat juga menimpa para serikat buruh dalam bidang industri hingga transportasi. Mereka diburu, ditangkap, hingga berulang kali dipindahtugaskan. 

Hal ini diperburuk dengan keberadaan UU Ormas dan UU TNI yang membuat kebebasan berserikat semakin dipersempit. Meski terlihat pelik dan gelap, mereka tetap melangkah maju dan tetap mengupayakan solidaritas ini. 

“Saya memandang dengan kacamata kita tahu situasinya berat, situasinya gelap, tapi saya melihat harapan yang kuat dari semangat masyarakat,” pesan Muhammad Isnur, Direktur YLBHI. 

Baca Juga: Berserikat Diintimidasi, Berekspresi Dibredel: Paradoks Kebebasan di Kampus-kampus Bandung
Kelas Liar #8: Kita Adalah Buruh

Serikat pekerja merupakan salah satu cara bagi buruh untuk menuntut kesejahteraan. Berserikat dijamin undang-undang. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)
Serikat pekerja merupakan salah satu cara bagi buruh untuk menuntut kesejahteraan. Berserikat dijamin undang-undang. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Realita di Tahun 2025

Isu yang digarap film Locked Voice masih relevan dengan kondisi saat ini. Rizky Alita Istiqomah, salah satu anggota SPK Jawa Barat, dalam sesi diskusi, menyatakan bahwa bergabungnya ia dengan serikat pekerja untuk memperjuangkan hak-haknya di kampus.

“Jadi dari 2017 saya menjadi dosen tetap sampai 2025 ini tidak mendapatkan gaji pokok yang sesuai dengan SK yang saya terima,” ungkap Rizky. 

Tidak hanya gaji pokok, tetapi tunjangan fungsional pun tidak pernah cair. Ia kemudian mencoba berulang kali menanyakan hal tersebut ke bagian kepegawaian, tapi tidak pernah digubris. 

Rizky bercerita bahwa setiap bulan gaji atau upahnya tidak menentu. Pernah ia mengajar selama 6 SKS atau dalam empat pertemuan dan hanya diberikan upah sebanyak 70.000 rupiah.

Karena lelah bersuara sendiri tidak didengarkan, ia bertemu Serikat Pekerja Kampus di media sosial dan mengirim pesan lewat DM untuk bergabung. Lewat konsultasi dan segala macam, Rizky pada akhirnya tahu tahapan-tahapan pengaduan. 

Berkat hal tersebut, ia berhasil melaporkan kejadian ini ke LPT dan UPTD Ketenagakerjaan. Tunjangan fungsional pun turun, bukan kepada dirinya tetapi seluruh dosen di kampus ia bekerja. 

Namun, akibat aktivitasnya tersebut Rizky mengalami intimidasi dari pihak kampus dan juga pembatasan jam mengajar di kampusnya. 

“Memang semester ini saya tidak mendapatkan SKS sama sekali. Tapi saya statusnya masih pegawai karena masih aktif gitu kan. Jadi istilahnya digantung gitu,” katanya.

Di bidang media, kondisi kesejahteraan pekerja media tidak baik-baik saja. Ketua AJI Bandung Iqbal T. Lazuardi bercerita tentang banyaknya PHK massal yang menimpa pekerja di industri media. Ditambah latar belakang persaingan yang ketat terhadap bidang iklan seperti Google, Instagram, dan lain sebagainya.

“Apa yang dilakukan oleh CNN itu seperti, punten, membunuh ibu kandung gitu,” ujar Iqbal saat mengomentari perilaku union busting yang dilakukan CNN. 

Menurut Iqbal, media lahir dari rahim kebebasan berekspresi, lahir dari rahim kebebasan berpendapat, dan demokrasi itu sendiri.

Di sisi lain permasalahan ditemukan dalam pemahaman mengenai buruh. Banyak dari kalangan dosen ataupun jurnalis yang masih percaya bahwa profesi mereka bukan buruh. 

Perbedaan definisi ini memicu perpecahan antar pekerja dan hal ini, menurut Iman Herdiana (Editor BandungBergerak), diamini pemilik modal. Mereka akan senang bahwa serikat pekerja tidak akan terbentuk karena pertengkaran mengenai definisi.

Dalam sisi media pun fokus pemberitaan menjadi sangat penting. Iman menekankan bahwa meliput demonstrasi yang dilakukan buruh bukan fokus pada demonya tetapi tentang tuntutan apa yang mereka bawa.

"Karena itu penting buat semua, bukan untuk buruh saja. Jadi teman-teman di luar buruh, dia kalau kerja ke suatu tempat usaha pasti mengacunya UMK-nya berapa,” ujar Iman, menekankan bahwa upaya menuntut kesejahteraan yang dilakukan serikat pekerja sebenarnya berimbas banyak pada pekerja lainnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//