MAHASISWA BERSUARA: Revitalisasi Sekolah Seharusnya Menjadi Jawaban Nyata untuk Pendidikan Bermutu
Revitalisasi sekolah harus menjadi kebijakan yang menyentuh akar persoalan. Tidak hanya memperbaiki bangunan rusak, tetapi juga memperbaiki sistem yang timpang.

Irma Novita Nur Akbar
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
9 Oktober 2025
BandungBergerak.id – Apakah mungkin menghadirkan pendidikan bermutu untuk semua siswa di Indonesia bila ruang kelas masih bocor, toilet tidak layak, perpustakaan terbengkalai, dan laboratorium minim fasilitas? Bagaimana siswa bisa belajar maksimal jika lingkungan sekolah justru tidak mendukung tumbuh kembang mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini sudah lama menghantui dunia pendidikan kita.
Bayangkan seorang siswa yang setiap hari belajar di kelas yang pengap dengan dinding retak serta alat bantu belajar yang kurang proporsional. Secara tidak sadar, lingkungan tersebut menanamkan pesan bahwa dirinya dan pendidikannya tidak cukup penting untuk diperhatikan. Hal ini dapat mengikis harga diri dan membatasi semangat dan aspirasi. Namun kini, semua persoalan tersebut dapat dijawab melalui program Revitalisasi Sekolah 2025 yang tengah dijalankan pemerintah.
Revitalisasi sekolah bukan sekadar renovasi gedung, melainkan upaya strategis meningkatkan kualitas pendidikan dasar dan menengah secara menyeluruh. Pemerintah menargetkan 13.000 sekolah dan madrasah selesai direvitalisasi pada 2025. Fokusnya jelas: memperbaiki ruang kelas, ruang guru, ruang administrasi, perpustakaan, toilet, laboratorium, hingga Unit Kesehatan Sekolah (UKS) agar proses belajar mengajar berjalan efektif.
Kini, bayangkan siswa yang sama memasuki gedung sekolah yang baru direnovasi, alat bantu belajar yang lengkap, toilet yang bersih dan perpustakaan yang nyaman. Perubahan ini tentu akan memberikan kejutan psikologis yang positif. Lingkungan yang baru dan layak seakan mengirimkan pesan kuat, "Kamu berharga, masa depanmu penting."
Perasaan dihargai ini adalah fondasi psikologis bagi tumbuhnya motivasi belajar, rasa percaya diri, dan cita-cita yang lebih tinggi. Inilah cara program ini secara tidak langsung ikut membangun karakter dan mentalitas Generasi Emas 2045.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Pembungkaman Publik ala Negara, Memahami SLAPP dalam Isu Lingkungan Hidup
MAHASISWA BERSUARA: Yang Muda, yang Peduli Sejarah
MAHASISWA BERSUARA: Membaca adalah Jalan Makrifat Kita!
Revitalisasi Sekolah
Dirjen PAUD-Dikdasmen Kemendikdasmen, Gogot Suharwoto, menegaskan bahwa, sekolah diberi otoritas penuh untuk merancang, membelanjakan, dan mempertanggungjawabkan anggaran secara transparan dan akuntabel, dengan dukungan langsung dari masyarakat dan tenaga profesional. Pernyataan ini menegaskan bahwa revitalisasi tidak hanya tentang fisik bangunan, tetapi juga tata kelola yang sehat agar sekolah berkembang secara mandiri.
Pemerintah mengalokasikan 17,1 triliun rupiah untuk program revitalisasi tahun 2025. Dana yang sebelumnya dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum kini langsung ditangani Kemendikdasmen agar lebih fokus. Tentu saja, anggaran besar sering memunculkan kekhawatiran soal penyalahgunaan. Soal itu, Sutanto, Widyaprada Ahli Utama Ditjen PAUD-Dikdasmen, menegaskan: “Kami tidak akan mentolerir sedikit pun adanya penyimpangan. Zero tolerance terhadap pelanggaran adalah prinsip utama kita.”
Untuk menjaga transparansi, pemerintah menerapkan mekanisme swakelola, di mana, dana disalurkan langsung ke rekening sekolah dan dikelola melalui Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) yang melibatkan masyarakat lokal. Model ini bukan hanya menutup celah KKN, tetapi juga memperkuat kepemilikan masyarakat terhadap sekolahnya.
Nia Nurhasanah, Direktur PAUD Kemendikdasmen, mengatakan bahwa revitalisasi satuan pendidikan swakelola tidak sekadar fokus pada pembangunan infrastruktur saja, melainkan turut menempatkan pendidikan sebagai pusat pembangunan masyarakat. Dengan kata lain, program ini tidak hanya memperbaiki mutu pendidikan, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi di sekitar sekolah. “Melalui swakelola, sekolah dapat membeli bahan bangunan langsung dari toko-toko material di sekitar sekolah, sehingga dana bantuan pemerintah dapat langsung menyentuh pelaku usaha lokal. Tukang bangunan, pengrajin, dan pekerja lokal juga dilibatkan, sehingga program ini menjadi stimulus ekonomi masyarakat” ujar Nia.
Dengan adanya mekanisme swakelola yang melibatkan Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP), jelas mengurangi beban teknis yang sebelumnya turut menyertakan para guru. Sehingga, skema ini memungkinkan para guru untuk tetap fokus pada tugas utamanya sebagai episentrum pendidikan, yakni mengajar dan mendidik siswa. Ditambah dengan fasilitas ruang guru yang lebih baik serta ketersediaan alat bantu ajar modern, program ini secara signifikan meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme guru, yang pada akhirnya akan tercermin dalam kualitas pengajaran di kelas.
Revitalisasi sekolah tentu tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah pusat. Program ini adalah tanggung jawab bersama yang melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, masyarakat, dan dunia usaha. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 menegaskan bahwa percepatan pembangunan sekolah yang direvitalisasi hanya bisa tercapai jika ada kolaborasi lintas sektor dan pengawalan ketat dari semua pihak. Artinya, keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada kebijakan, tetapi juga pada partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan.
Tujuan utama revitalisasi jelas: meningkatkan akses dan mutu layanan pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang layak. Sekolah yang aman, nyaman, dan sehat akan mendukung siswa belajar maksimal, tanpa khawatir atap bocor atau fasilitas laboratorium yang terbatas. Dalam jangka panjang, program ini adalah investasi strategis untuk mencetak generasi unggul yang siap bersaing di kancah global.
Dengan target 13.000 sekolah dan madrasah, alokasi anggaran 17,1 triliun rupiah, mekanisme swakelola yang transparan, serta dukungan lintas sektor dan masyarakat, Revitalisasi Sekolah 2025 seharusnya jawaban nyata atas pertanyaan kritis mengenai mutu pendidikan di Indonesia.
Revitalisasi sekolah merupakan kebijakan yang menyentuh akar persoalan. Ia tidak hanya memperbaiki bangunan yang rusak, tetapi juga memperbaiki sistem yang timpang, memulihkan martabat siswa dan guru, serta menanamkan benih harapan dan aspirasi. Ini adalah investasi jangka panjang yang hasilnya akan kita tuai dalam bentuk sumber daya manusia yang unggul, berkarakter, dan siap bersaing di panggung global.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB