• Berita
  • MBG Memicu Kekhawatiran Orang Tua, Negera Didesak Melindungi dan Memulihkan Korban Keracunan Massal

MBG Memicu Kekhawatiran Orang Tua, Negera Didesak Melindungi dan Memulihkan Korban Keracunan Massal

Keracunan massal setelah mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) memicu kekhawatiran orang tua murid. Penyelenggaraan MBG dituntut lebih transparan.

Murid SDN 013 Pasirkaliki, Kota Bandung, menyendok nasi program Makan Bergizi Gratis, 8 Januari 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah10 Oktober 2025


BandungBergerak - Keracunan setelah mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) meningkat di Jawa Barat pada akhir bulan September 2025. Para orang tua khawatir dengan program prioritas nasional yang sejatinya untuk meningkatkan asupan gizi anak sekolah dan menekan angka stunting. Negara pun didesak memberikan perlindungan serta pemulihan bagi korban baik siswa, guru, dan lainnya yang terdampak keracunan.

Insiden keracunan makanan yang diduga berasal dari makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tercatat terjadi di beberapa wilayah Jawa Barat sepanjang tahun 2025, dimulai dari Kota Bandung, lalu menyebar ke Kabupaten Bandung Barat, hingga Kabupaten Garut.

Insiden keracunan makanan yang diduga berasal dari makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tercatat terjadi di beberapa wilayah Jawa Barat sepanjang tahun 2025, dimulai dari Kota Bandung, lalu menyebar ke Kabupaten Bandung Barat, hingga Kabupaten Garut.

Kejadian pertama dilaporkan di SMPN 35 Kota Bandung, di mana sebanyak 342 siswa dari 20 kelas mengalami gejala keracunan setelah mengkonsumsi makanan dari program MBG. Insiden ini terjadi pada Selasa, 29 April 2025. Sampel makanan kemudian diuji di laboratorium, dan para siswa yang terdampak ditangani oleh tiga puskesmas. Namun, tidak ada siswa yang sampai dirawat inap [bandung.go.id].

Kasus keracunan massal berikutnya terjadi di Kabupaten Bandung Barat, khususnya di Kecamatan Cihampelas dan Cipongkor. Insiden ini mulai terjadi pada 22 September 2025, dengan jumlah korban mencapai 1.315 orang yang terdiri dari siswa SD hingga SMA/SMK, bahkan ibu menyusui.

Akibat kejadian ini, Pemkab Bandung Barat menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dan menutup sementara tiga dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah terdampak. Status KLB dihentikan setelah kondisi pasien membaik dan penyebaran kasus berhasil dikendalikan [bandungbaratkab.go.id].

Masih di Kabupaten Bandung Barat, seorang siswa SMKN 1 Cihampelas berinisial BR (kelas XII) dilaporkan meninggal dunia pada Rabu, 24 September 2025, usai mengkonsumsi menu MBG yang berisi telur rebus, lotek, kentang, dan pisang.

Kabar meninggalnya BR sempat ramai diperbincangkan di media sosial seperti Facebook dan WhatsApp group. Namun, Plt Kepala Dinas Kesehatan Bandung Barat, Lia Nurliana Sukandar, menegaskan bahwa kematian BR bukan disebabkan oleh makanan MBG, berdasarkan hasil investigasi lapangan oleh Puskesmas Cihampelas. Konfirmasi disampaikan pada Rabu, 1 Oktober 2025.

"Puskesmas Cihampelas sudah investigasi di lapangan dan wawancara kepada beberapa pihak termasuk keluarga, disimpulkan ini bukan kasus (keracunan) MBG," kata Lia saat dikonfirmasi Rabu, 1 Oktober 2025.

Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Garut pada 30 September 2025, di mana 131 orang mengalami gejala keracunan dan dirawat di Puskesmas Kadungora dan Puskesmas Leles. Pemerintah Kabupaten Garut menetapkan status KLB dan menutup dapur SPPG. Namun, hingga saat itu, hasil uji laboratorium masih belum keluar [jabarprov.go.id].

MBG Memicu Kekhawatiran Orang Tua

Trauma menyelimuti ibu muda asal Bandung menyikapi maraknya kejadian keracunan paket MBG. Lulu,  bukan nama sebenarnya, 30 tahun, mengatakan program MBG layak dilanjutkan karena bisa memperingankan beban orang tua. Sayangnya, anaknya sering mendapatkan makanan yang tidak layak makan. Ia pun khawatir dengan keselamatan anaknya.

“Sebenarnya kalau pengelolaan makanan dan dapurnya diperhatikan mungkin program ini layak dilanjutkan karena membantu bekal makanan. Cuma saat ini anak saya sering mendapatkan makan tidak layak makan seperti telor rebus belum matang dan ikan bumbu kuning yang bau jadi anak saya tidak mau makan makanannya,” kata Lulu, kepada BandungBergerak, Rabu, 8 Oktober 2025.

Ia menyarankan agar makanan MBG dikelola serta dipercayakan kepada kantin atau pihak sekolah. Menurutnya, ada juga alternatif pengganti MBG yaitu memberi snack atau susu gratis.

Sebelumnya, Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Jabar, Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) melakukan audiensi dan aksi menyikapi maraknya keracunan makanan MBG kepada DPRD Jawa Barat. Mereka mendesak agar aparat penegak hukum untuk mengusut penyebab keracunan makanan MBG di Jawa Barat.

Dalam pernyataan sikapnya, mereka juga meminta agar Gubernur Jabar menghentikan sementara MBG. Mereka merekomendasikan agar MBG dikelola oleh kantin sekolah atau warung nasi sekitar sekolah sehingga dapat membantu usaha mereka sebagai masyarakat kecil.

Alih-alih menutup dapur SPPG sementara di tengah ramainya kasus dugaan keracunan akibat MBG, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memilih untuk fokus pada peningkatan kualitas program. Ia mengatakan, dapur SPPG yang diberhentikan dikarenakan tidak sesuai dengan standar [jabarprov.go.id].

Baca Juga: Menakar Makan Bergizi Gratis sebagai Solusi Konkret Masalah Gizi Anak Indonesia
Salah Kaprah Pemerintah Soal Kasus Keracunan pada Makan Bergizi Gratis

Korban keracunan MBG di Poned Puskesmas Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, 24 September 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Korban keracunan MBG di Poned Puskesmas Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, 24 September 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Desakan Memulihkan Korban

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung membuka hotline aduan mengenai kasus dugaan keracunan ini. Direktur LBH Bandung Heri Pramono mengingatkan bahwa negara wajib memberikan perlindungan dan pemulihan pada korban.

“Setelah adanya beberapa kasus seharusnya negara wajib melakukan upaya perlindungan serta pemulihan bagi korban baik siswa, guru dan lainnya yang terdampak keracunan makan bergizi gratis,” kata Heri, kepada BandungBergerak, Rabu, 8 Oktober 2025.

Sejumlah organisasi masyarakat sipil tergabung dalam Koalisi Warga Tolak Makanan Bergizi Gratis (MBG) menganggap program nasional ini justru memicu ribuan kasus keracunan massal. Koalisi mengkritik pengelolaan MBG yang tertutup sehingga rawan praktik-praktik yang tidak transparan.

Pengelolaan MBG dikontrol langsung oleh Badan Gizi Nasional (BGN) tanpa melibatkan dinas, sekolah, atau orang tua sehingga mengakibatkan minimnya partisipasi publik.

Berdasarkan laporan JPPI dan ICW, banyak sekolah yang tidak tahu distribusi MBG. Sementara keluhan-keluhan siswa diabaikan. Koalisi juga mengatakan, banyak guru terbebani urusan logistik makanan, kantin kehilangan penghasilan, dan orang tua tersisih dari peran pemenuhan gizi anak.

Dalam catatan Koalisi, hingga 21 September 2025 tercatat 6.452 anak di Provinsi Jabar dan Yogyakarta menjadi korban keracunan setelah menyantap MBG. Menurut Koalisi, makanan MBG tidak sehat, berisi makanan ultraproses serta minuman berpemanis.

Koalisi kemudian menuntut program MBG yang bermasalah dihentikan dan segera membentuk tim pencari fakta independen untuk mengusut kasus keracunan.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//