• Kolom
  • CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #15: Melihat Kembali Poster Film di Surat Kabar GALA Bandung Tahun 1970-an

CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #15: Melihat Kembali Poster Film di Surat Kabar GALA Bandung Tahun 1970-an

Menelusuri potongan sejarah perfilman Indonesia dan dunia dari lembaran iklan Harian Umum GALA yang terbit awal 1970-an di Bandung.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Iklan film yang diputar bioskop-bioskop Bandung Juni 1973. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

11 Oktober 2025


BandungBergerak.id – Pada masa ketika belum ada media sosial dan trailer digital, poster dan iklan di surat kabar menjadi jendela utama bagi masyarakat untuk mengenal film-film yang sedang tayang. Di Bandung tahun 1970-an, pengalaman menonton film tak hanya terjadi di ruang bioskop, tetapi juga di halaman surat kabar, gambar dan lukisan film, serta nama-nama bintang bersanding dalam komposisi yang menggugah rasa ingin tahu.

Salah satu media yang merekam jejak visual dan budaya itu adalah Harian Umum GALA, surat kabar yang terbit di Bandung pada awal 1970-an. Di lembar iklannya, kita bisa menelusuri potongan sejarah perfilman Indonesia dan dunia. Dari Perkawinan karya Wim Umboh hingga Bing Slamet Sibuk, dari drama India hingga film Barat yang ditayangkan di bioskop-bioskop legendaris seperti Majestic, Braga Sky, Elita, Dian, Vanda, Roxy, Panti Karya dan bioskop lainnya di Kota Bandung.

Wajah Harian Umum GALA Bandung terbitan 50 tahun silam. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Wajah Harian Umum GALA Bandung terbitan 50 tahun silam. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #12: Berita Yudha, Jejak Surat Kabar Militer di Tengah Krisis Nasional
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #13: Melihat Setengah Abad Bandung di Koran Pikiran Rakyat Edisi Tahun 1956
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #14: Kisah Harian Berita Nasional, Koran Perjuangan dari Yogyakarta

Poster Film dan Awal Tradisi Promosi Visual

Sejak awal abad ke-20, poster film telah menjadi medium penting dalam memperkenalkan film pada publik. Ia bukan sekadar alat promosi, melainkan juga cermin perkembangan visual, selera, dan budaya sinema dari masa ke masa, termasuk di bioskop-bioskop Bandung pada dekade 1970-an.

Dunia film sejak awal tidak hanya berkembang dari sisi teknologi dan cerita, tetapi juga dari cara memperkenalkan diri kepada penonton. Salah satu metode promosi yang paling lama bertahan, bahkan lebih dari seabad, adalah penggunaan poster film, jembatan visual antara film dan khalayaknya.

Pada tahun 1899, produser film asal Prancis Georges Melies tercatat sebagai salah satu pelopor penggunaan poster untuk promosi. Poster-poster buatannya ditempel di ruang publik dan dicetak ulang di media massa. Menariknya, karya Melies lebih menonjolkan unsur gambar ketimbang teks. Pada masa itu, tingkat melek huruf masyarakat masih rendah, sehingga penjelasan tertulis dianggap kurang efektif. Ia menampilkan ilustrasi yang menggambarkan ekspresi tokoh dan inti cerita film, pendekatan visual yang dianggap revolusioner dalam dunia perfilman awal abad ke-20.

Praktik serupa kemudian menyebar ke berbagai negara, termasuk Hindia Belanda. Film bisu pertama yang diproduksi di Indonesia, Loetoeng Kasaroeng (1926), sudah disertai poster promosi. Film yang disutradarai G. Kruger dan L. Heuveldorp itu pertama kali diputar di Teater Elite dan Majestic, Bandung, pada 31 Desember 1926. Sejak saat itu, poster menjadi bagian penting dari tradisi promosi film di tanah air.

Iklan film yang diputar bioskop-bioskop Bandung Juni 1973. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Iklan film yang diputar bioskop-bioskop Bandung Juni 1973. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Iklan Film di Harian Umum GALA

Memasuki tahun 1970-an, perusahaan bioskop di berbagai kota mulai rutin memasang iklan film di surat kabar. Salah satu surat kabar yang aktif menampilkan iklan semacam ini adalah Harian Umum GALA, yang terbit di Bandung.

Dalam edisi 23 Juni 1973, sejumlah bioskop di Bandung memasang iklan film mereka masing-masing.

Bioskop Majestic di Jalan Braga menayangkan film Perkawinan, sebuah film klasik yang memenangkan 8 Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 1973.

Film drama Indonesia ini dirilis pada 26 April 1973, oleh sutradara Wim Umboh dan produser Annie Mambo, dengan jajaran bintang besar seperti Sophan Sophiaan, Widyawati, dan Kusno Sudjarwadi.

Berdurasi 109 menit, Perkawinan mengangkat kisah kehidupan rumah tangga dengan segala dinamika dan pergulatannya. Sentuhan sinematografi dan penyutradaraan yang halus khas Wim Umboh membuat film ini begitu kuat secara emosional dan artistik.

Film ini meraih sukses besar di Festival Film Indonesia 1973, memenangkan 8 Piala Citra, termasuk kategori Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Wim Umboh), dan Skenario Asli Terbaik (Narto Erawan Dalimarta). Penghargaan lain mencakup tata sinematografi, artistik, penyuntingan, suara, dan musik terbaik, yang melibatkan nama-nama besar seperti Lukman Hakim Nain, Gaby Mambo, Suparman Sidik, dan Idris Sardi.

Kini, Perkawinan dikenang sebagai salah satu film klasik penting dalam sejarah perfilman Indonesia.

Bioskop Elita di Jalan Dalem Kaum memutar film Barat berjudul Master of The Islands, yang sebenarnya merujuk pada film Amerika Serikat tahun 1970 berjudul The Hawaiians, dirilis dengan judul alternatif tersebut di Inggris dan beberapa wilayah lain.

Film drama epik ini dibintangi Charlton Heston, menceritakan kisah ambisi dan perjuangan hidup orang-orang di Hawaii, diadaptasi dari bagian akhir novel Hawaii karya James A. Michener.

Pada saat bersamaan, Bioskop Majestic dan Elita juga menayangkan film The Summertime Killer dalam acara Gala Premiere. Film kriminal tahun 1972 karya sutradara, produser, sekaligus ditulis bersama oleh Antonio Isasi-Isasmendi, dibintangi oleh Christopher Mitchum, Olivia Hussey, dan Karl Malden, serta menandai debut film Jeffrey Tambor.

Roxy Theatre, yang berada di dekat Pasar Baru Bandung, mempromosikan film India berjudul Saaz Aur Sanam. Film ini dibintangi oleh Rekha, Premendra, dan Rajni Bala, bercerita tentang drama percintaan modern di kalangan anak muda yang menginginkan kebebasan dalam bertindak dan mencinta.

Iklan film-film yang menghiasi surat kabar GALA Bandung. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Iklan film-film yang menghiasi surat kabar GALA Bandung. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Bioskop Panti Budaya (Vanda) di Jalan Merdeka dan Dian Theatre di Jalan Dalem Kaum menayangkan film komedi Bing Slamet Sibuk. Dirilis tahun 1973, film ini disutradarai oleh Hasmanan dan diproduksi oleh Bucuk Suharto, serta dibintangi oleh Bing Slamet, Ateng, Iskak, dan Eddy Sud. Film berdurasi 90 menit ini berkisah tentang Bing Slamet, pria sederhana yang bekerja pada keluarga Eddy Sud, keluarga besar dengan banyak anak yang sulit diatur. Dengan kecerdikan dan kehangatannya, Bing berhasil “menaklukkan” anak-anak tersebut melalui kepiawaiannya bernyanyi dan berhumor. Dari situlah muncul beragam situasi lucu sekaligus menyentuh yang menjadi kekuatan utama film ini.

Menariknya, Bing Slamet Sibuk tidak sekadar menghadirkan hiburan. Film ini juga sarat pesan sosial dan edukatif, seperti promosi pariwisata, program Keluarga Berencana (KB), serta ajakan membaca surat kabar tema-tema yang kala itu sedang digalakkan pemerintah. Dengan penataan musik oleh Bing Slamet sendiri dan sinematografi karya Suparman Sidik, film ini menjadi contoh bagaimana sinema Indonesia 1970-an mampu menggabungkan hiburan, edukasi, dan promosi secara ringan dan menghibur.

Bioskop Panti Karya di Jalan Merdeka dan Braga Sky di Jalan Braga menayangkan film Duck, You Sucker! yang dibintangi oleh Rod Steiger dan James Coburn. Harga karcis kala itu tercantum jelas dalam iklan. Untuk siang hari Rp 100, sedangkan malam hari kelas I Rp 125 dan kelas II Rp 100.

Dalam iklan-iklan film tersebut, selain menampilkan gambar poster, biasanya juga dicantumkan jadwal pemutaran serta lokasi bioskop. Dengan cara itu, penikmat film dapat memperoleh informasi lengkap mengenai film terbaru dan waktu tayangnya, sebuah pola promosi yang masih bertahan hingga kini, meski medianya telah berubah.

Penulis bersama Enton Supriyatna Sind mantan pemimpin redaksi Harian Umum GALA Bandung. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Penulis bersama Enton Supriyatna Sind mantan pemimpin redaksi Harian Umum GALA Bandung. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Kini, di era digital yang serba cepat, poster film tetap menjadi elemen utama dalam strategi promosi. Ia tak hanya berfungsi menarik perhatian, tetapi juga menjadi artefak visual yang mencerminkan perkembangan gaya dan budaya sinema.

Dari Melies di Paris hingga bioskop-bioskop legendaris di Bandung, poster film terus menorehkan jejak sejarah panjang sinema yang tak lekang oleh waktu.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//