Malam Panik di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat: Ketika Makan Bergizi Gratis Berujung ke Posko Darurat
Keracunan massal berulang di Kabupaten Bandung Barat menimbulkan ketakutan dan keraguan orang tua murid akan keamanan menu MBG.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah16 Oktober 2025
BandungBergerak - Ruang-ruang kelas di SMPN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat seketika mencekam, Selasa malam, 14 Oktober 2025. Deretan meja dan bangku digantikan ranjang lipat, tabung oksigen, dan botol infus. Ratusan orang siswa terbaring lemas. Sebagian menatap orang tuanya dalam diam, yang lain mengeluh mual, pusing, dan muntah.
Orang-orang tua yang panik terus berdatangan membawa anak-anak mereka yang tadinya sehat tiba-tiba jatuh sakit usai menyantap Makanan Bergizi Gratis (MBG). Agus Mulyana, 35 tahun, duduk gelisah di sisi tempat tidur anak sulungnya, Roni, 18 tahun, yang terbaring lemas masih dengan mengenakan seragam pramuka.
Roni sebelumnya sempat pulang ke rumah dalam keadaan pusing dan muntah. Agus mengira anaknya hanya kelelahan.
“Kami kasih air kelapa muda. setelah itu dia tidur. Katanya, badannya lemas. Begitu bangun, muntah lagi,” cerita Agus.
Agus sempat berpikir gejala itu hanya sakit biasa. Namun setelah mendengar pengumuman dari sekolah, ia langsung membawa Roni kembali, kali ini dijemput ambulans. Sang anak termasuk siswa yang menyantap menu MBG pada siang harinya, terdiri dari ayam kecap, sayur, tahu, dan buah melon.
“Hampir semua siswa biasanya ikut makan. Tapi memang ada juga yang tidak makan,” tutur Agus yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani.
Kekhawatiran Agus tak hanya untuk Roni. Anak bungsunya yang masih duduk di bangku SD juga menerima jatah MBG dari sekolah. Untungnya, sang adik terbiasa membawa pulang makanan itu ke rumah sebelum dimakan.
“Kalau ikut makan juga, entah bagaimana jadinya,” ucap Agus.
Bersama sang istri, Agus menjaga Roni yang terbujur lemas di atas ranjang pasien. Kondisi putra sulungnya berujung membaik, sementara anak bungsunya terpaksa dititipkan ke kerabatnya.
“Alhamdulilah, katanya sudah mulai membaik. Semoga tidak berkelanjutan. Namanya juga orang tua, pasti khawatir,” ungkap Agus.
Agus mengaku mendukung adanya program unggulan MBG dari pemerintah. Namun kejadian keracunan yang berulang membuatnya khawatir. Ia berharap tidak ada kejadian yang lebih buruk lagi.
“Sebenarnya kami tidak menuntut apa-apa. Cuma kalau ada program makan gratis seperti MBG, kami berharap aman. Jangan sampai terjadi lagi hal seperti ini. Minimal jangan sampai ada pihak yang dirugikan,” jelasnya.
Riuh di Grup WA Wali Kelas
Di tengah malam yang penuh kepanikan, grup WhatsApp wali murid SMPN 1 Cisarua tak kalah gaduh. Seorang wali kelas mengabarkan agar siswa yang merasakan gejala segera datang ke sekolah. Mendapat kabar itu Evi Suryani, 42 tahun, langsung membawa anaknya yang sejak sore sudah mual dan muntah, ke posko darurat. Terlebih sang anak memiliki riwayat sakit lambung.
“Sempat makan ayam. Makanannya habis. Nah, katanya teman-teman yang enggak makan ayamnya justru enggak merasa sakit,” ujar Evi yang memiliki empat orang anak.
Sebagai ibu rumah tangga yang juga berjualan kue, Evi berharap anaknya tak sampai harus dirawat. Suaminya bekerja malam sehingga jika harus menunggui anak di rumah sakit, ia harus meninggalkan pekerjaan.
“Kalau sampai harus dirawat, ya tentu ganggu pekerjaan,” tutur ibu empat anak ini.
Evi yang juga berjualan nasi kotak sejak 2003, menekankan pentingnya pengolahan makanan yang bersih. Dia menduga masalah kebersihan dan pengolahan makanan menjadi biang kerok keracunan.
“Saya ini juga jualan nasi boks, jadi tahu kalau pengolahan makanan itu penting banget. Selama cara masaknya bersih dan penyajiannya benar, pasti aman. Saya sendiri masak malam, dikirim siang ke pelanggan, dan enggak pernah ada masalah. Jadi kuncinya di pengolahan yang baik,” tuturnya.
“Saya Sudah Ingatkan, tapi Tetap Terjadi”
Rita, 44 tahun, warga Cisarua lainnya, juga termasuk orang tua yang anaknya terdampak. Ia mengaku selalu mewanti-wanti anaknya agar berhati-hati sebelum makan MBG. Apalagi setelah mendengar kejadian serupa di Cipongkor dan Cihampelas beberapa pekan lalu.
“Tiap hari saya takut. Saya bilang ke anak, ‘Cium dulu, lihat dulu. Kalau aneh, jangan dimakan.’ Tapi tadi katanya enggak bau, jadi dimakan aja,” tutur Rita.
Anaknya sempat makan MBG sekitar pukul 09.00 pagi. Awalnya dia tak menunjukkan gejala apa pun, tapi sekitar pukul setengah empat sore, dia mulai lemas dan mengeluh sakit perut.
“Ya sudah, saya bawa ke posko,” kata Rita.
Rita berharap program MBG lebih diawasi secara ketat. Tanpa pengawasan, kesehatan anak-anak dipertaruhkan.
“Harapannya ya jangan bikin orang tua was-was kayak gini. Tolong lebih diperhatikan lagi makanannya,” imbuhnya.
Menurut data resmi per 15 Oktober 2025, korban keracunan diduga akibat MBG sebanyak 502 orang. Dari jumlah tersebut, 50 orang di antaranya masih dirawat dan 452 orang sudah pulang. Kasus keracunan makanan bergizi gratis ini bukan yang pertama di Kabupaten Bandung Barat. Sebelumnya, kejadian serupa terjadi di wilayah Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas dengan jumlah korban lebih dari 1.000 orang.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat, Lia N Sukandar menyebut tingkat kesembuhan pasien keracunan cukup tinggi, yakni sekitar 88 persen dari total kasus.
Namun tidak dimungkiri, trauma dan ketidakpercayaan mulai tumbuh di kalangan orang tua. Bagi mereka, MBG adalah program yang baik, tapi insiden berulang seperti ini memunculkan pertanyaan: apakah benar-benar aman?
Baca Juga: 1.000 Lebih Korban Keracunan Setelah Menyantap MBG di Kabupaten Bandung Barat, Perlu Moratorium dan Evaluasi agar Malapetaka tak Terulang
Ratusan Siswa SMPN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat Mengalami Gejala Keracunan Setelah Mengonsumsi MBG
Aduan Program Makan Bergizi Gratis
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung menyoroti kasus keracunan massal setelah mengonsumsi MBG. Program senilai lebih dari 2 triliun Rupiah yang digadang gadang bisa meningkatkan gizi anak ini justru telah menelan ribuan korban. LBH Bandung mengajak semua kalangan merespons secara serius.
LBH Bandung, lembaga yang memberikan bantuan hukum struktural, membuka posko aduan Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini harus disikapi secara gotong-royong agar tidak menelan korban lebih banyak lagi.
“Karena jika hari ini terjadi pada mereka besok bisa saja dialami oleh tetangga kita lebih dekat atau oleh anak kita,” kata LBH Bandung, dalam pernyataan resminya.
LBH Bandung membuka pengaduan segala bentuk keluhan dan peristiwa yang diakibatkan MBG melalui nomor: +62 822-5884-3986. Laporan langsung bisa disampaikan ke alamat kantor di Jalan Kalijati Indah Barat No. 08, Antapani, Bandung 40291.
Sementara itu, Dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKK UMJ) yang juga dokter spesialis gizi klinik dan ahli nutrisi, Tirta Prawita Sari, menegaskan bahwa pengawasan terhadap gizi dan keamanan pangan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan program MBG. Salah satu akar persoalan dalam pelaksanaan MBG terletak pada lemahnya pengawasan di tahap awal penyiapan makanan. Dalam penyelenggaraan massal, risiko penyimpangan kualitas gizi sangat besar apabila tidak ada kontrol ketat terhadap bahan, proses masak, dan penyajian. Ketidaktepatan dalam satu tahapan dapat menurunkan nilai gizi dan bahkan menimbulkan risiko kesehatan.
Kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah menunjukkan bahwa keamanan pangan masih menjadi titik lemah dalam pelaksanaan MBG. Banyak laporan menyebutkan bahwa makanan yang didistribusikan ke sekolah-sekolah sering kali sudah dalam kondisi tidak segar karena beberapa disiapkan jauh sebelum jam makan siang. Kondisi tersebut menjadi celah bagi bakteri berbahaya untuk tumbuh, terutama jika suhu penyimpanan tidak terjaga.
“Keracunan bisa terjadi karena kontaminasi dengan zat atau bahan berbahaya lainnya atau kontaminasi dengan bahan atau alat yang sudah mengandung bakteri berbahaya. Selain itu penyimpanan bahan makanan yang sudah matang ataupun yang belum juga sangat krusial,” ujar Tirta, dikutip dari keterangan resmi.
Proses distribusi makanan ke sekolah yang berjarak jauh juga menjadi tantangan tersendiri. Untuk menjaga keamanan pangan, makanan sebaiknya dimasak pada hari yang sama dan disajikan dalam keadaan hangat.
Tirta menyatakan, solusi paling ideal adalah melibatkan kantin sekolah dalam proses penyediaan makanan. Dengan begitu, makanan bisa langsung disajikan tanpa melalui perjalanan panjang yang berisiko menurunkan kualitas dan keamanannya.
Selain proses pengolahan, pemilihan bahan pangan juga menjadi faktor penting dalam menjaga kualitas gizi dan keamanan makanan. Tirta menegaskan bahwa penggunaan bahan lokal yang segar dan mudah dijangkau merupakan langkah strategis untuk memastikan nilai gizi tetap terjaga. Dengan bahan lokal, selain lebih hemat biaya, menu juga dapat disesuaikan dengan kebiasaan konsumsi anak-anak di wilayah masing-masing.
Namun, praktik di lapangan menunjukkan banyaknya menu MBG yang justru didominasi oleh makanan bertepung seperti chicken katsu atau makanan olahan lainnya seperti nugget dan sosis. Tirta menjelaskan, makanan dalam kategori processed food tersebut masih bisa digunakan asal memenuhi standar keamanan dari BPOM serta memiliki label gizi yang jelas.
Namun ia menyarankan agar memilih produk yang tinggi protein dan serat serta mengandung tambahan vitamin dan mineral. Sebaliknya, makanan dengan kadar sodium, gula, dan lemak jenuh tinggi sebaiknya dihindari karena dapat berdampak negatif terhadap kesehatan anak bila dikonsumsi rutin.
Dengan keterbatasan anggaran dan logistik, pemanfaatan bahan pangan lokal menjadi solusi paling realistis. Selain memperkuat ekonomi daerah, bahan lokal juga lebih mudah dipantau dari segi kualitas dan keamanan. Pemerintah perlu melakukan kerja sama dengan petani atau pemasok bahan pangan setempat untuk memastikan pasokan tetap stabil dan memenuhi standar gizi seimbang. Pendekatan ini dinilai efektif tidak hanya untuk meningkatkan asupan gizi anak, tetapi juga memperkuat rantai pasok pangan yang berkelanjutan di tingkat daerah.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB