MAHASISWA BERSUARA: Ketika Makan Bergizi Gratis Menggunakan Anggaran Pendidikan dan Kesehatan
Program Makan Bergizi Gratis akan menyedot anggaran pendidikan dan kesehatan. Tepatkah?

Muhammad Rifai Nugroho
Mahasiswa Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya
21 Oktober 2025
BandungBergerak.id – Kabar pendidikan semakin hari bukannya menemukan jalan terang untuk mencerdaskan anak bangsa, tetapi justru menuju jalan kegelapan. Kita baru saja mendengar, pemerintah yang mengeluarkan anggaran sebesar 335 triliun rupiah untuk program kerja Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis. Anggaran sebesar itu direncanakan untuk intervensi gizi, yakni menyasar ibu hamil, balita non-Paud, hingga siswa-siswa mulai SD sampai SMA. Sebenarnya program semacam ini bagus untuk meningkatkan gizi siswa Indonesia, mengingat rakyat Indonesia banyak menagalami permasalahan gizi. Mengutip data yang dikeluarkan oleh SSGI 2021, prevalensi bayi stunting saja mencapai 24,4 persen, sedangkan untuk prevalensi underweight atau gizi kurang sebesar 17 persen. Maka dari itu, program Makan Bergizi Gratis ini bisa dikatakan salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.
Sayangnya, di balik program yang indah dan dinilai mampu mengatasi permasalahan gizi rakyat Indonesia, justru harus mengambil jatah rakyat untuk pendidikan sebesar 223 triliun rupiah dan untuk sektor kesehatan sebesar 24,7 triliun rupiah. Angka tersebut bukanlah hal yang kecil, angka tersebut merupakan angka yang sangat besar untuk sebuah program dan harus mengorbankan beberapa sektor lain untuk menunjang program tersebut.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Rusaknya Fasilitas Umum Taman Monumen Perjuangan (Monju), Salah Siapa?
MAHASISWA BERSUARA: Revolusi Tidak Berhenti di Ujung Mulut
MAHASIWSA BERSUARA: Sampah, Kesadaran Diri, dan Langkah-langkah Kecil
Problematika Program Makan Bergizi Gratis
Program Makan Bergizi Gratis juga mengalami banyak masalah semenjak pelaksanaannya, mulai dari para pegawai hingga vendor yang telat dibayar bahkan hingga disuruh bayar dengan uang yang tidak sedikit, siswa dilarang merekam menu Makan Bergizi Gratis walaupun pihak Badan Gizi Nasional (BGN) sudah membantah hal tersebut, hingga makanan basi yang menyebabkan banyaknya siswa keracunan karena makanan basi. Pemerintah menyebut data siswa yang mengalami keracunan makanan dari program makan bergizi gratis mencapai 5 ribu siswa. Itu bukanlah angka yang sedikit, hal tersebut merupakan nyawa manusia yang terancam karena keracunan dalam program tersebut.
Pernyataan para pejabat pun dinilai sangat nir-empati dan terkesan tutup mata akan fenomena tersebut. Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa angka keracunan sangat kecil dibandingkan mereka yang menerima manfaat prgramnya. Prabowo mengatakan bahwa penerima MBG lebih besar dibandingkan yang keracunan dengan persentase 0,0017 persen sehingga ia mendeklarasikan bahwa penerima manfaatnya lebih banyak dibandingkan yang mendapatkan efek samping berupa keracunan. Parahnya, salah satu sekolah justru mengeluarkan surat penyataan dilarang melaporkan pihak sekolah apabila anakanya keracunan efek Makan Bergizi Gratis yang ditujukan pada orang tua siswa, walaupun kepala Badan Gizi Nasional (BGN) sudah membantah soal surat pernyataan tersebut. Ini menandakan bahwa pejabat dan pihak sekolah masih menganggap nyawa manusia hanya sekedar angka statistik belaka, bukan sebagai nyawa yang dijamin hak hidupnya dalam konstitusi. Seolah-olah suatu program dianggap berhasil apabila penerimanya banyak dibanding penerima efek sampingnya.
Selain pernyataan dari pejabat yang menyeleneh, beberapa menu Makan Bergizi Gratis di sejumlah daerah daerah ditemukan sangat jauh dari kata bergizi. Dr Tan Shot, salah satu dokter gizi, menyoroti penggunaan ultra processed food berupa burger dan spagetti dan menyarankan agar menu Makan Bergizi Gratis sebisa mungkin menggunakan makanan lokal. Bayangkan saja, yang seharusnya menu bergizi terdiri dari karbohidrat, protein, dan vitamin justru pada beberapa daerah realisasi makanan bergizinya justru berasal dari makanan ultra processed food hingga junkfood, seperti hamburger, spagetti, hingga susu dengan kadar susu yang rendah dengan kandungan gula yang tinggi yang sangat tidak baik bagi kesehatan.
Jangan Korbankan Anggaran Pendidikan dan Kesehatan
Apabila Prabowo masih ingin mempertahakan program Makan Bergizi Gratis bergizi gratisnya, maka segera ubah regulasi program ini secara cepat dan atasi dengan serius persoalan di dalamnya dan bukan berlindung di balik data statistik korban yang mengalami keracunan makanan yang jumlah sedikit. Jangan korbankan anggaran pendidikan dan kesehatan demi program anmbisius tersebut. Konstitusi sudah menjamain mengenai kesejahteraan dan kecerdasaan bangsa melalui kesehatan dan pendidikan. Bayangkan apabila anggaran kesehatan dan pendidikan dipangkas, berapa anak bangsa yang mimpinya yang harus dikuburkan untuk menerima pendidikan karena ketidakmampuan rakyat dalam membiayai pendidikan yang semakin lama semakin mahal, serta harus berapa rakyat yang harus terdampak karena efek dari biaya berobat mahal karena pemangkasan anggaran kesehatan.
Pemerintah sering kali menggaungkan Indonesia Emas 2045 karena bonus demografi angkatan kerja pada tahun 2045, tetapi apabila kesehatan tidak diperhatikan, pendidikan justru dibuat mahal, apakah Indonesia benar-benar mencapai masa keemasan atau malah justru cemas karena pemerintah yang tidak sigap mengatasi persoalan semacam ini? Jangan sampai program-progam dan kebijakan hari ini menjadi bom waktu di kemudian hari.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB