• Berita
  • Perjalanan Kilat Whoosh Diterpa Utang Jumbo dan Isu Penggelembungan Anggaran

Perjalanan Kilat Whoosh Diterpa Utang Jumbo dan Isu Penggelembungan Anggaran

Selain terlilit utang dan dugaan penggelembungan anggaran, Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh masih meninggalkan masalah lingkungan dan sosial.

Kereta cepat Whoosh melintas diatas sawah garapan Ujang Itok di Cigondewah Kaler, Kota Bandung, 15 Oktober 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah22 Oktober 2025


BandungBergerakKereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh, yang pernah dibanggakan sebagai simbol lompatan teknologi transportasi Indonesia, kini diterpa masalah utang hingga triliunan rupiah, disertai dugaan penggelembungan anggaran. Tak hanya membebani keuangan negara, sejak awal proyek ini juga menimbulkan persoalan sosial dan lingkungan, termasuk penggusuran ruang hidup warga.

Jauh sebelum mencuatnya utang proyek kereta cepat, pembangunan jalur Whoosh terasa di Jalan Kopeng di mana 16 rumah warga tergusur dan lahan sawah seluas empat hektare di Kampung Pasir Salam milik 13 warga berubah fungsi menjadi tempat pembuangan sisa proyek (disposal), seperti terungkap dalam liputan kolaboratif BandungBergerak yang tayang 2 Oktober 2023

Di kampung tersebut, Sungai Cikuda yang dulunya menjadi sumber air warga tertimbun beton proyek, memaksa 16 keluarga mencari air dari Gunung Cilamega, dengan selang ratusan meter yang tak semua mampu pasang.

Selain kehilangan ruang hidup dan sumber air, warga juga mengalami kerusakan rumah akibat getaran proyek. Rumah Mukhtar, misalnya, retak-retak dan nyaris ambruk. Aktivitas alat berat yang berlangsung hingga malam menimbulkan rasa tidak aman bagi keluarga.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mencatat delapan laporan warga terkait proyek ini, mulai dari pencemaran limbah, hilangnya mata air, banjir, hingga pembuangan tanah disposal. Namun, laporan ke pemerintah belum membuahkan kejelasan. Permintaan warga agar lahan bekas sawah dibeli atau sungai dibuka kembali tak ditanggapi serius oleh pengelola proyek.

Kereta cepat parkir di stasiun depo Tegalluar, Kabupaten Bandung, 17 Januari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Kereta cepat parkir di stasiun depo Tegalluar, Kabupaten Bandung, 17 Januari 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Persekongkolan Tender

Bau tak sedap terkait proyek Whoosh terus menguak. Beberapa waktu lalu terungkap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda total 4 miliar rupiah kepada PT CRRC Sifang Indonesia dan PT Anugrah Logistik Prestasindo. Dua perusahaan ini dinilai terbukti bersekongkol dalam tender senilai 70,3 miliar rupiah untuk pengadaan jasa transportasi unit kereta dan suku cadangnya.

“Majelis berpendapat telah terjadi persekongkolan yang dilakukan Terlapor I dan Terlapor II dengan berbagai cara, para terlapor tidak menerapkan prinsip dan etika dalam dokumen tender, serta menghambat persaingan usaha yang sehat,” bunyi putusan KPPU

CRRC Sifang Indonesia, yang berperan sebagai panitia tender, terbukti memfasilitasi Anugrah Logistik agar memenangkan pengadaan. Proses ini dijalankan lewat penilaian dokumen yang tidak sesuai serta adanya komunikasi dan kerja sama di luar prosedur formal.

KPPU menyatakan kedua perusahaan secara sah melanggar Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Masing-masing dijatuhi denda Rp2 miliar yang wajib dibayarkan ke kas negara paling lambat 30 hari sejak putusan inkracht. Bila mengajukan keberatan hukum, perusahaan diwajibkan menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda dalam waktu 14 hari.

Di tengah isu utang jumbo pembangunan dan operasional kereta cepat, dugaan penggelembungan anggaran proyek KCJB juga diangkat oleh Mahfud MD melalui kanal YouTube pribadinya, 14 Oktober 2025. Ia menyoroti perbedaan mencolok antara biaya pembangunan per kilometer KCJB di Indonesia dan di Tiongkok.

Disebutkan, berdasarkan perhitungan pihak Indonesia biaya per satu kilometer Whoosh 52 juta dolar Amerika Serikat. Akan tetapi di China sendiri hitungannya 17-18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat.

"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dollar Amerika nih, bukan rupiah, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” kata Mahfud MD.

Menanggapi pernyataan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau Mahfud untuk membuat laporan resmi. Namun Mahfud menyatakan, penegak hukum semestinya langsung menyelidiki jika ada dugaan tindak pidana. KPK tidak perlu menunggu laporan.

“Bisa juga memanggil sumber info untuk dimintai keterangan. Laporan hanya diperlukan jika ada peristiwa yang tidak diketahui oleh APH sehinga perlu ada yang melaporkan, misalnya penemuan mayat. Tapi kalau ada berita ada pembunuhan maka APH harus langsung bertindak menyelidiki tak perlu menunggu laporan,” kata Mahfud dalam cuitan X yang diakses, Selasa, 21 Oktober 2025.

Mahfud menambahkan bahwa informasi mark up tersebut bukan berasal dari dirinya secara langsung, melainkan dari perbincangan dalam podcast Terus Terang bersama Agus Pambagyo dan Antony Budiawan.

“Jadi jika memang berminat menyelidiki Whoosh, KPK tak usah menunggu laporan dari saya,” ujarnya.

(Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)
(Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Dorongan untuk Transparansi dan Penegakan Hukum

Direktur LBH Bandung Heri Pramono mendorong pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk bersikap proaktif dalam menanggapi dugaan korupsi dan penggelembungan biaya proyek KCJB.

“Kalau memang ada dugaan korupsi dan belum ada tindakan, itu jelas jadi masalah besar. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Heri, Selasa, 21 Oktober 2025.

Menurut Heri, proyek strategis nasional (PSN) seperti KCJB sangat rawan penyimpangan karena pendekatannya top-down dan minim partisipasi publik. Ia mengingatkan pentingnya penegakan hukum yang tidak diskriminatif, meski proyek tersebut berskala besar atau melibatkan lembaga negara.

“Semua dugaan penyimpangan harus ditangani secara transparan dan akuntabel,” tegasnya.

Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) PSN bahkan telah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang No. 6 Tahun 2023, yang menjadi payung hukum percepatan PSN. Mereka menilai, regulasi tersebut melegitimasi perampasan ruang hidup dan kriminalisasi warga.

Meski saat ini LBH Bandung belum menerima laporan baru, Heri menyebut sebelumnya sempat mendampingi warga terdampak pembangunan KCJB, meski laporan tersebut tak berlanjut.

“Banyak yang kemudian tidak melanjutkan laporan tersebut. Pendampingan yang sempat kami lakukan pun berhenti di tengah jalan,” tuturnya.

Heri juga mengingatkan bahwa negara wajib membuka akses pengawasan publik terhadap proyek strategis.

“Publik punya hak penuh secara konstitusional untuk terlibat langsung dalam setiap tahap pembangunan, terutama yang menggunakan dana negara dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat,” imbuhnya.

Baca Juga: Yang Ditinggalkan Kereta Cepat
Yang Pekak dan Memekik di Balik Deru Pembangunan Jalur Kereta Api

Gerbang Kampung Pasir Salam di bawah High Speed Railway Tunnel 8 yang menerobos bukit. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergeark.id)
Gerbang Kampung Pasir Salam di bawah High Speed Railway Tunnel 8 yang menerobos bukit. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergeark.id)

Cepat dan Canggih Belum Cukup

Dua tahun beroperasi, KCJB Whoosh diklaim telah melayani lebih dari 12 juta penumpang. Menurut General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa, puncak penumpang terjadi pada Juni 2025, yakni sebanyak 26.770 orang dalam sehari. Jumlah penumpang asing juga menembus 566 ribu orang.

“Dua tahun perjalanan Whoosh menjadi simbol transformasi dan ketahanan sektor transportasi modern Indonesia. Melalui penerapan teknologi tinggi, tata kelola yang akuntabel, serta orientasi pada keberlanjutan lingkungan dan sosial, Whoosh terus memperkuat langkah menuju visinya sebagai operator transportasi berkelas dunia yang berkelanjutan,” kata Eva dalam keterangan resmi.

Namun, sejumlah catatan kritis tetap mengiringi. Pemerhati transportasi Muhammad Akbar menyebut bahwa Whoosh lebih mencerminkan ambisi simbolik daripada menjawab kebutuhan nyata masyarakat Bandung-Jakarta. Harga tiket premium dan lokasi stasiun yang jauh dari pusat kota membuat layanan ini belum inklusif.

“Kereta ini cepat, tapi belum dekat. Banyak warga tetap memilih travel atau bus karena lebih fleksibel dan murah. Kalau dihitung dari rumah ke tujuan akhir, waktu tempuh total Whoosh tak jauh berbeda,” ujarnya, dikutip melalui pernyataan resmi Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijawarno.

Akbar juga mengingatkan bahwa meski proyek ini tidak menggunakan dana APBN secara langsung, struktur kepemilikan yang didominasi BUMN tetap membuka potensi beban keuangan ke negara.

“Jika mengalami kerugian operasional, konsorsium bisa meminta tambahan modal negara. Ujungnya tetap uang publik,” jelasnya.

Kualitas layanan memang diakui baik, namun tanpa koreksi dari sisi aksesibilitas dan integrasi moda transportasi, Whoosh berisiko menjadi sekadar "barang pajangan".

“Pembangunan transportasi tidak cukup cepat dan canggih. Ia harus manusiawi dan terjangkau,” pungkas Akbar.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//