POLEMIK DATA RISET SEJARAH LEMBANG #3: Misteri Makam di Tengah Kebun Percobaan
Satu-satunya makam Belanda berada di tengah-tengah kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran di Lembang. Warga setempat menyebut makam Tuan Stet.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
25 Oktober 2025
BandungBergerak.id – Persentuhan pertama saya dengan Lembang adalah ketika usia 4 hingga 5 setengah tahun, di mana saya selalu ikut ibu bekerja sebagai peneliti bawang putih, jamur dan buncis di Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran.
Diawali dengan menyusuri jalanan Braga, karena saya lahir dan besar di sebuah kampung tua di barat Braga. Kami berdua menunggu angkutan kota jurusan Lembang–St. Hall di kawasan Viaduct yang saat itu masih sepi, hanya terlihat beberapa penjual ban dan pelek bekas yang mulai sibuk menata dagangannya.
Saat telah menaiki angkutan tersebut, kita akan merasakan belokan demi belokan yang menyuguhkan pemandangan hijau. Rumah-rumah tua terlihat jelas ketika kita memasuki Jalan Setiabudi atas. Dahulu kawasan ini sangat lenggang, jangankan macet, kendaraan yang melintas saja masih bisa dihitung jari.
Ketika telah memasuki kawasan Pasar Lembang lama (sekarang Pasar Buah), kami berganti angkutan umum yang terus membawa kami ke ketinggian di utara Lembang. Kendaraannya mirip oplet, terkadang atapnya sudah agak berkarat, dan kami naik ditemani ayam atau bebek yang tak jarang ada anak kambing yang dibawa penumpang.
Setelah tiba di halaman kantor ibu yang besar, tepat di samping pos satpamnya berdiri menjulang pohon beringin tua yang khas. Sayang kini pohon tersebut sudah ditebang.
Ketika angin berhembus dingin tercium aroma yang khas dari alam Lembang saat itu yakni aroma pohon pinus, terutama dari kawasan Balai. Kita akan menemukan banyak sekali bunga pinus berserakan dan terkadang saya bawa pulang untuk kawan-kawan masa kecil saya di Braga.
Ibu saya bekerja ditemani beberapa asistennya. Ada asisten lab. yang bernama Mbak Yanti dan Teh Iin, ada asisten lapangan yang bernama Kang Sondi. Terkadang saya mengikuti mereka disela-sela ibu bekerja. Suatu hari saya ditemani rekan ibu yang bekerja di bagian administrasi, ia adalah seorang pria riang yang selalu menemai saya di saat ketiga asisten ibu sibuk. Namanya Pak Maman, di mana pun bapak berada sekarang, semoga bapak selalu sehat dan bahagia.
Suatu hari, ibu dan semua asistennya harus ke Subang untuk survei lapangan. Karena saat itu saya tertidur di ruangan ibu, akhirnya saya dititipkan ke Pak Maman. Ketika saya terbangun, ia mengajak saya berkeliling kebun. Ia membawa saya ke kebun paling selatan di kawasan Balai, di mana saat itu kebun percobaan sedang menanam tomat dan pare.
Dari kebun paling selatan itu kita akan disuguhi pemandangan patahan Lembang dengan sangat jelas. Sekarang saya tahu bahwa tempat saya bermain ketika kecil itu adalah bekas kebun-kebun zaman kolonial yang awalnya dipakai sebagai balai latihan kerja Koloni Soerjasoemirat.
Sebuah koloni yang diciptakan John Henrij Van Blommenstein untuk mengembangkan pertanian yang dikelola oleh 11 keluarga yang didatangkan dari Semarang. Selain koloni Soerjasoemirat, John Henrij Van Blommensetin juga mendatangkan belasan bekas pejuang Boer untuk mengembangkan pertanian bahkan peternakan.
Masih terpatri dalam ingatan saya, di tengah-tengah kebun percobaan sebelah selatan itu terdapat sebuah makam. Ketika saya kecil saya mengira itu adalah perosotan, maka saya menanyakan kepada Pak Maman di mana ayunan dan jungkat-jungkitnya, lalu dengan halus ia menjawab, “Bukan Neng, itu Makam Tuan Stet.”
Sejak saat itu saya jadi ketagihan untuk bermain di kawasan kebun percobaan selatan, entah rasanya seperti lebih nyaman. Terkadang saya duduk di makam itu sambil berceloteh bahkan bernyanyi ditemani belasan pegawai kebun yang sedang bekerja.
Kantor tempat ibuku bekerja memang telah beroperasi sejak masa kolonial, namun dahulu adalah tempat inseminasi buatan untuk Peternakan Baru Ajak. Pada tahun 1902, Peternakan Baru Ajak mengembangkan inseminasi buatan untuk sapi perah mereka dan diikuti oleh Peternakan General de Wet di barat Lembang. Kedua peternakan tersebut menjadi pionir dalam menghasilkan sapi perah unggulan.
Ruangan tempat ibuku bekerja terdapat plang bertuliskan “ Bagian Pemuliaan Tanaman” dan menempati sebuah gedung lama bercerobong asap. Di kawasan Balai terdapat gedung-gedung lama yang bercerobong asap dan yang paling megah adalah gedung kepala Balai yang merupakan bekas gedung dan lab utama dari inseminasi buatan Baru Ajak. Sayang gedung-gedung lama di balai ini pada tahun 2018 dirobohkan dan sekarang berganti dengan gedung-gedung modern. Hanya tersisa satu yang masih berdiri yakni sebuah gedung yang dahulu saat saya kecil dipergunakan sebagai kantin, sekarang menjadi balai khusus untuk penelitian kentang bertaraf internasional.

Baca Juga: KISAH SANGKURIANG #1: Mitos atau Fakta?
POLEMIK DATA RISET SEJARAH LEMBANG #1: Melacak Jejak Hotel Astoria
POLEMIK DATA RISET SEJARAH LEMBANG #2: Menyusuri Jejak Vila De Vlucht-Heuvel
Makam di Kebun Percobaan
Semakin lama saya semakin penasaran pada sosok Tuan Stet. Terkadang para pegawai kebun menyebutnya dengan nama Tuan Cetet. Siapakah dia? Inilah pertanyaan saya selama meriset yang belum terungkap, siapakah tuan Stet ini, mengapa makamnya hanya seorang diri di sana?
Hingga saya menemukan jawabannya perlahan dan bertahap. Salah satu bekas satpam di Balai dan beberapa warga yang bertempat tinggal tidak jauh dari Balai mengatakan bahwa Tuan Stet ini adalah tamu yang berkunjung ke inseminasi saat zaman Belanda, namun terkena serangan jantung dan meninggal dunia hingga dimakamkan di area kebun.
Dan akhirnya saya bertemu dengan salah satu rekan ibu saya sesama peneliti di Balai dan mengatakan bahwa Tuan Stet ini adalah salah satu ahli inseminasi yang didatangkan sengaja oleh pihak Baru Ajak untuk pengembangan di Lembang.
Namun, karena yang saya temukan hanyalah data lisan, maka selama bertahun-tahun data Tuan Stet ini, saya masukan ke dalam data yang ngambang karena sama sekali tidak ditemukan data tertulis atau data penunjang lainnya. Bahkan saya sampai menduga kemungkinan namanya bukan Stet karena itu hanya pelafalan warga lokal, apakah mungkin nama aslinya adalah Steven atau Stevan?
Hingga akhirnya saya bertemu sahabat saya di 2023 yang bernama Anggara, ia banyak membantu saya dalam meriset data-data yang ngambang seperti ini sehingga menjadi data valid. Hingga ia memberikan saya sebuah data tentang makam-makam yang ternyata terdapat juga beberapa makam di Lembang. Ketika kami berdua pelajari lebih dalam, terdapat sebuah data tentang makam Tuan Stet yang saya cari selama ini.

Buku tersebut berjudul “ GENEALOGIESCHE EN HERALDISCHE GEDENKWAARDIGHEDEN betreffende EUROPEANEN OP JAVA “ yang diterbitkan Drukkerij Albrecht Batavia, Weltevreden, tahun 1934.
Di dalam buku itu bertuliskan salah satu data makam yang menyatakan bahwa terdapat makam di Cibogo dekat Gunung Tangkuban Parahu yang bernama FRANS XAVIER STUTZ, ia lahir pada 12 Februari 1861 dan meninggal di Cibogo pada 4 September 1904. Dan tepat sekali memang kawasan kebun percobaan itu di Cibogo yang dahulunya adalah Koloni Soerjasoemirat.

Begitu kagetnya saya ternyata makam tempat saya bermain semasa kecil dulu dan menjadi salah satu pertanyaan besar dalam masa riset saya akhirnya terjawab. Bahwa Tuan Stet yang dikenal para pekerja Balai adalah Franz Xavier Stutz, kemungkinan para warga tidak bisa mengucapkan Stutz, hingga jadinya makam itu terkenal dengan nama Tuan Stet.
Terima kasih mas Anggara, terkadang data-data terjawab dalam candaan dan keisengan kita dalam otak-atik data, semoga sehat dan bahagia selalu, mas Gara.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

