Mungkinkah Ketakutan ini Bukan Kebetulan tapi Strategi Kekuasaan?
Apakah demokrasi kita sedang berjalan di atas rel yang benar atau tergelincir ke dalam state of exception?

Rio
Guru pendamping khusus (shadow teacher) salah satu sekolah swasta di Bandung
30 Oktober 2025
BandungBergerak.id – Sejak akhir Agustus 2025, serangkaian demonstrasi terjadi di beberapa kota di Indonesia, termasuk Jakarta, Bandung, Makassar, dan Yogyakarta. Aksi ini dipicu oleh penolakan masyarakat terhadap tunjangan DPR yang bernilai fantastis ketika kondisi ekonomi kian mencekik rakyatnya.
Sayangnya, rangkaian demonstrasi tersebut dinodai oleh tindakan aparat kepolisian yang represif. Menurut laporan Tempo (2025), dalam pekan pertama aksi (25–31 Agustus), aparat keamanan menangkap sebanyak 1.240 massa aksi. Selain itu, laporan dari Suara.com (2025) mencatatkan bahwa terdapat sembilan korban meninggal dunia, termasuk pengemudi ojek online Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta.
Dari balik asap gas air mata dan sorotan lampu kendaraan taktis, muncul satu pertanyaan yang menggantung dalam pikiran saya: Apakah demokrasi kita sedang berjalan di atas rel yang benar atau tergelincir ke dalam state of exception?
Konsep state of exception yang pertama kali dikemukakan oleh Agamben (2005) adalah peringatan tentang bagaimana negara dapat menangguhkan hukum dan hak-hak sipil atas dalih keamanan dan ketertiban. Dalam keadaan darurat, kekuasaan diekspansi bersamaan dengan kebebasan rakyat yang dikurangi. Meskipun tidak pernah diumumkan secara resmi, tetapi kita saat ini dapat merasakan aroma pekat “darurat militer”. Hal tersebut mulai hadir dalam bentuk represi yang membabi buta, penangkapan tanpa pandang bulu, stigmatisasi demonstran sebagai ancaman negara, hingga pembungkaman media massa dan media sosial.
Situasi inilah yang kita saksikan beberapa hari belakangan. Ketika aparat mengerahkan kekuatan yang berlapis, ketika kritik dianggap provokasi, dan ketika rasa takut lebih dominan daripada dialog, kita sedang melihat negara memainkan strategi yang dulu diingatkan oleh Machiavelli: “menanamkan ketakutan untuk menjaga stabilitas”. Pertanyaannya, sampai kapan kita menganggap ini sebagai kondisi “normal”? Berapa lama keadaan darurat ini akan dipelihara sebelum ia malah menjadi status quo baru yang membenarkan kekerasan negara?
Machiavelli pernah mengingatkan kita semua dengan kalimat sederhana: ketakutan yang berlebihan akan memantik perlawanan, bukan kepatuhan. Demonstrasi, sekeras dan seliar apa pun realisasinya, lahir dari ruang publik yang tidak didengar dan dipinggirkan. Jika pemerintah menjawab aspirasi juga kritik dengan tembok besi dan pasukan bersenjata, kita bisa melawan dengan api kecil yang akan menjadi kobaran besar.
Baca Juga: Pemerintah dan Ekosistem Kritik
Merawat Luka, Gerakan Kolektif, dan Proses Menuju Pulih
Bumerang Politik Gimmick
Sipil Menjaga Sipil: Melawan Ketakutan yang Dibangun Negara
Negara yang seharusnya menjadi penjamin kebebasan, saat ini justru merawat ketakutan sebagai modal kekuasaan. Selain itu, aparat lebih tunduk pada perintah daripada kemanusiaan. Kini, intimidasi dijadikan senjata, ketakutan dijadikan hukum, dan tertib dianggap sebagai kewajiban warga negara.
Akan tetapi, sejarah selalu berpihak pada mereka yang lantang bersuara sambil menggenggam bara. Seperti yang pernah dikatakan oleh James C. Scott dalam Weapons of the Weak (1985), kekuatan rakyat bukan lahir dari senjata, melainkan dari solidaritas yang tak bisa dibungkam. Jika saat ini negara menjelma mesin teror, maka rakyat harus menjadi bentengnya sendiri, saling menopang dan saling melindungi.
Melawan, sekecil apa pun bentuknya, bukan lagi sekadar hak. Melawan adalah keniscayaan. Solidaritas bukan lagi pilihan, ia adalah senjata. Jika negara gagal menjaga warganya, maka sipil harus menjaga sipil dengan suara yang tak tunduk, dengan langkah yang tak mundur, atau dengan keberanian yang tak padam. Ketakutan harus dilawan, bukan diterima. Dan bila rezim membangun tirai teror, maka tugas rakyat adalah merobeknya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

