• Berita
  • Setelah Ribuan Murid Keracunan Makan Bergizi Gratis Lahirlah MBG Watch, Rakyat Mengawasi

Setelah Ribuan Murid Keracunan Makan Bergizi Gratis Lahirlah MBG Watch, Rakyat Mengawasi

Orang tua siswa mendesak evaluasi total tata kelola MBG, sementara masyarakat sipil meluncurkan platform MBG Watch agar program berjalan aman dan transpan.

Perawatan pelajar korban MBG di salah satu ruang kelas di SMPN 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, 15 Oktober 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 November 2025


BandungBergerak – Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi daerah dengan jumlah korban terbanyak keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) sepanjang September-Oktober 2025, yakni 2.053 orang. Tak sedikit para penyintas merasakan trauma oleh makanan tertentu. Warga mendorong pengelolaan MBG lebih transparan. Korban pun diharapkan tidak takut melapor.

Kasus keracunan MBG pertama kali melanda Kecamatan Cihampelas dan Cipongkor pada 22 September  2025, dengan jumlah korban mencapai 1.315 orang yang terdiri dari siswa SD hingga SMA/SMK, bahkan ibu menyusui.

Tak lama, kejadian serupa melanda di Kecamatan Cisarua, sedikitnya 502 siswa SD hingga SMA/SMK mengalami keracunan, Selasa-Rabu, 14-15 Oktober 2025. Setelah itu, keracunan dialami 236 orang di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang. Total korban keracunan dari tiga kecamatan di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 2.053 orang dengan gejala mual, pusing, sesak, dan diare.

Rifa, salah seorang siswa penyintas keracunan dari Kecamatan Cihampelas, kini masih merasakan trauma usai menyantap MBG yang berujung keracunan sebulan lalu. Ia jadi takut memakan telur seusai kejadian keracunan. Ia masih mengingat betapa menderitanya ia saat mual dan muntah-muntah.

“Muntahnya itu berbusa,” kata Rifa, kepada BandungBergerak, Jumat, 31 Oktober 2025.

Menu yang ia makan sesaat sebelum keracunan terdiri dari telur, sayur, dan lain-lain. Menurutnya, teman-temannya juga merasakan trauma yang sama. Sebagian siswa tak ingin ada lagi program nasional itu, sebagian lagi menginginkan setelah evaluasi menyeluruh.

“Kalau saya pengin ada lagi MBG tapi lebih baik dan hiegienis. Tempat makan atau omprengnya itu ada yang kotor, harus diganti dengan benar-benar bersih dan hieginis. Kita harap itu yang bersih,” kata Rifa.

Pendapat senada disampaikan orang tua siswa SMKN 1 Cihampelas, Agil, yang meminta pemerintah mengevaluasi total program Makanan Bergizi Gratis setelah anak sulungnya mengalami keracunan hingga kejang-kejang.

“Saya tahu niat pemerintah mulia, ingin meringankan beban orang tua. Tapi pelaksana di lapangan harus betul-betul menjaga kebersihan dan kesehatan makanan,” kata Agil saat ditemui BandungBergerak, Jumat, 31 Oktober 2025.

Ia menilai tata kelola MBG belum terkontrol dengan baik.

“Kalau masak untuk sepuluh orang mungkin bisa terkontrol. Tapi kalau untuk ribuan siswa dalam dua jam, tidak mungkin semua bisa dicek. Bisa saja ada makanan yang basi atau terkontaminasi,” ujarnya.

Agil mengapresiasi niat pemerintah menyediakan makanan bergizi gratis. Namun, kejadian keracunan membuat banyak orang tua khawatir. Anak Agil sempat dua kali dibawa ke rumah sakit hingga mengalami trauma.

Ia berharap pemerintah, sekolah, dan orang tua bersama menjaga keselamatan serta kesehatan anak-anak.

“Kalau boleh mengusulkan, lebih baik bantuannya diberikan dalam bentuk uang saja. Biar orang tua yang mengelola. Dengan begitu, makanan anak bisa dikontrol langsung oleh keluarga, lebih aman dan sehat,” tandasnya.

Baca Juga: Ratusan Murid SD di Lembang Keracunan MBG, Beberapa Anak Dirawat di Rumah Sakit karena Kejang-kejang
Cerita dari MBG Cipongkor, Mengapa Keracunan Massal Berulang?

Platform Pengawas MBG

Niat pemerintah meningkatkan gizi anak dan menekan stunting justru memicu wabah keracunan ribuan orang. Data di BijakMemantau.id per 3 November 2025 menunjukkan pelaksanaan MBG masih bermasalah: tata kelola berantakan, menu belum sesuai standar gizi, dan terjadi 10 ribu kasus keracunan per 3 Oktober 2025.

Distribusi makanan yang panjang meningkatkan risiko bahan pangan rusak atau terkontaminasi. Rendahnya kepatuhan terhadap Standar Operasional Dapur juga membuat makanan tidak higienis dan diduga menjadi penyebab keracunan.

Anggaran MBG dalam RAPBN 2026 naik drastis menjadi 335 triliun rupiah, dari 71 triliun rupiah pada 2025, dengan memangkas dana kementerian lain.

“Ini memicu kritik dari berbagai pihak, terutama karena mengakibatkan kebijakan efisiensi anggaran untuk program kementerian atau lembaga lain,” tulis Bijak Memantau.

Sebagai respons, masyarakat sipil membentuk platform MBG Watch untuk memantau pelaksanaan program agar berjalan tepat sasaran, transparan, dan efisien.

Founder Lapor Sehat Irma Hidayana menilai, MBG berisiko menurunkan kesadaran para ibu mengenai pentingnya edukasi gizi dan berupaya mempraktikkan cara menyiapkan makanan sehat serta bergizi di rumah yang semestinya jadi pondasi utama bagi akses anak-anak terhadap makanan bergizi.

Ahli Kebijakan Kesehatan dan Ketahanan Pangan Isnawati menyebut MBG Watch lahir karena banyak keluhan masyarakat di media sosial tidak direspons pemerintah.

“Melalui hadirnya MBG Watch, diharapkan aspirasi masyarakat dapat terhimpun secara kolektif untuk upaya advokasi kebijakan. Siapa pun dapat berpartisipasi untuk melaporkan dugaan pelanggaran di sekitarnya. Jadi mari ibu-ibu, saudara, dan teman-teman turut mengawasi pelaksanaan MBG bersama,” katanya.

Direktur LBH Bandung Heri Pramono menegaskan warga tidak perlu takut melaporkan masalah MBG karena dilindungi undang-undang dan konsep Anti-SLAPP.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//