• Kolom
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Pasir Pahlawan

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Pasir Pahlawan

Pasir Pahlawan di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, menjadi lokasi makam pahlawan nasional Oto Iskandar di Nata dan prajurit TKR Bandung Utara.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Kondisi monumen makam Oto Iskandar di Nata di Pasir Pahlawan Lembang sekitar tahun 2022. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)

8 November 2025


BandungBergerak.id – Sebuah bukit yang namanya mungkin tidak familier bagi sebagian masyarakat, apalagi sekarang Lembang lebih terkenal dengan wisata selfi dan kekiniannya ketimbang sejarahnya. Bukit ini berada  kurang lebih 16 kilometer dari titik nol Kota Bandung. Letak persisnya berada di desa Gudang Kahuripan, Lembang.

Dahulu hanya sebuah bukit biasa yang tepat berada di jajaran timur Jalan Raya Lembang (Lembangweg). Namun, ketika sang pahlawan wafat yaitu Otto Iskandar Dinata wafat di pantai Mauk pada tanggal 20 Desember 1945, bukit tersebut dijadikan monumen makam beliau. Akhirnya. Bukit tersebut menjelma menjadi Bukit Pahlawan atau Pasir Pahlawan.

Mengutip dari sejumlah literatur, Oto Iskandar di Nata, ada juga yang menuliskannya dengan Oto Iskandardinata atau Oto Iskandar Dinata, diculik oleh sekelompok Laskar Hitam pada 31 Oktober 1945, kira-kira 4 bulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Beliau kemudian dibunuh secara keji di Pantai Mauk, Tanggerang, dan jenazahnya tidak pernah ditemukan. Hingga akhirnya diambillah pasir Pantai Mauk dan disimpan secara simbolis di Pasir Pahlawan, Lembang.

Sayangnya, banyak warga Lembang yang tidak tahu bahwa seorang pahlawan bangsa ini memiliki sebuah makam monumental di kawasannya sendiri. Bahkan ketika saya memandu anak-anak Sekolah Menengah Pertama di Lembang, hampir sebagian besar mereka tidak mengenal sosok Oto Iskandar di Nata dan tidak tahu keberadaan Pasir Pahlawan tersebut.

Oto Iskandar di Nata dijuluki Si Jalak Harupat. Ia lahir pada tanggal 31 Maret 1897 dan dinyatakan meninggal dunia pada usia 48 tahun tanggal 20 Desember 1945. Ia adalah lulusan HIS Bandung, lalu melanjutkan ke Kweekschool Bandung dan sekolah guru atas atau Hogere Kweekschool di Purworejo, Jawa Tengah. Setelah lulus sekolah guru, ia menjadi guru di HIS Banjarnegara, Jawa Tengah.

Beliau pun pernah menjadi wakil ketua organisasi Budi Utomo cabang Bandung dan wakil ketua Budi Utomo cabang Pekalongan. Ia juga sempat menjadi anggota Gemeenteraad (Dewan Kota) Pekalongan mewakili Budi Utomo.

Oto Iskandar di Nata juga menjadi sekretaris Paguyuban Pasundan dan anggota Volksraad (Dewan Rakyat) pada masa pendudukan Jepang. Beliau juga menjadi pimpinan Surat Kabar Tjahaya, kemudian memimpin BPUPKI dan PPKI. Setelah Indonesia merdeka, ia ditunjuk sebagai Menteri Negara di kabinet pertama Indonesia dan bertugas membentuk Badan Keamanan Rakyat dari Laskar-laskar Rakyat yang tersebar di Indonesia.

Oto Iskandar di Nata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 088/TK/Tahun 1973 tanggal 6 November 1973. Nama beliau juga banyak diabadikan menjadi nama jalan di beberapa kota besar di Indonesia. Di Kabupaten Bandung, tempat kelahirannya, namanya diabadikan menjadi nama rumah sakit dan julukan beliau yaitu si Jalak Harupat pun diabadikan menjadi nama stadion.

Miris sekali apabila banyak anak muda, terutama anak muda Lembang yang tidak mengenal sosok beliau, bahkan tidak menyadari bahwa makam monumentalnya berada di kawasan tempat tinggal mereka.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Ketiban FOMO Wisata Kekinian
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Menjelajahi Lembang Bersama Walking With Nurul dan Disgiovery
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Kamsuy dan Djarkasih

Makam Prajurit TKR Bandung Utara

Selain makam monumental Oto Iskandar di Nata, di Pasir Pahlawan pun terdapat makam para anggota TKR Bandung Utara yang bertempur untuk mempertahankan Bandung utara dan Lembang dari gempuran pasukan Sekutu. Salah satu dari pemimpin TKR Bandung Utara tersebut adalah anak sulung dari bapak Oto Iskandar di Nata yang bernama Sentot Iskandar Dinata, yang juga dimakamkan di Pasir Pahlawan, Lembang.

Dalam sebuah buku yang saya peroleh yang berjudul Risalah Perjualangan Kemerdekaan di Daerah Bandung Utara dan Karawang Timur Dalam Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949 karya H. Maman Sumantri yang diterbitkan oleh Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI Daerah Tingkat 1 Jawa Barat tahun 1995, dijelaskan dengan gamblang perjuangan dari TKR Bandung Utara dalam mempertahankan wilayah.

Salah satu peninggalan mereka sekarang terpajang di Museum Pendidikan Indonesia di Universitas Pendidikan Indonesia. Kita akan menemukan banyak senjata bahkan panji dari TKR Bandung Utara  yang tertata rapi di lantai paling atas museum. Monumen para anggota TKR Bandung Utara juga terdapat di pintu masuk utara Universitas Pendidikan Indonesia. Di monumen tersebut tertera nama-nama para anggota TKR Bandung Utara dan makam mereka berada di Pasir Pahlawan, bahkan ada 60 jenazah yang dimakamkan dalam satu liang lahat.

Begitu pentingnya keberadaan Pasir Pahlawan untuk mengenang para pahlawan dan untuk menumbuhkan patriotisme terutama untuk generasi muda. Namun, lagi-lagi saya dibuat miris dengan keadaan Pasir Pahlawan, Lembang, untuk menjaga dan merawat semuanya dilakukan swadaya oleh pihak keluarga, tidak ada sentuhan dinas terkait dari Kabupaten Bandung Barat.

Dua hal miris yang menghantui Pasir Pahlawan, Lembang, satu,  ketidakperdulian dari pihak terkait di Kabupaten Bandung Barat, kedua, generasi muda yang tidak mengenal tentang apa itu Pasir Pahlawan.  Namun, pihak keluarga bersama penulis buku biografi Oto Iskandar di Nata yaitu bapak Iip D. Yahya,  berusaha untuk kembali menghidupkan kembali memori perjuangan dengan merawat dan memugar kawasan tersebut dengan swadaya.

Saya berharap melalui tulisan ini, pihak terkait dari pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat dapat tergerak dan dapat menjalankan tugas mereka dengan baik dan maksimal untuk perawatan peristirahatan terakhir bagi para pahlawan yang telah sangat berjasa bagi bangsa ini. Dan saya akan terus menyuarakan tentang kisah kepahlawanan mereka semua yang bersemayam di Pasir Pahlawan, agar kisah mereka dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai dan belajar dari masa lalu, untuk  masa depan yang lebih baik.  

 

***

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//