• Kolom
  • CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #20: Majalah Aktuil, Media Musik Legendaris Indonesia dari Bandung

CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #20: Majalah Aktuil, Media Musik Legendaris Indonesia dari Bandung

Aktuil dikenang sebagai salah satu majalah musik paling berpengaruh dalam sejarah media massa Indonesia. Menjadi simbol semangat zamannya.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Majalah Aktuil edisi awal 1970-an, masih dalam format berukuran kecil yang menjadi ciri khas masa perintisannya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

15 November 2025


BandungBergerak.id – Sebelum era media daring berkembang seperti sekarang, media cetak seperti koran, tabloid, hingga majalah menjadi sumber utama informasi dan hiburan masyarakat. Masing-masing memiliki kekhasan dan segmen pembacanya sendiri, terutama majalah yang kaya akan rubrik hiburan dan budaya populer.

Salah satu tema paling diminati kala itu adalah musik. Para pencinta musik tanah air selalu menanti kabar terbaru, baik dari dalam maupun luar negeri. Jauh sebelum hadirnya majalah seperti Rolling Stone Indonesia atau Hai, telah lebih dulu muncul sebuah majalah musik legendaris dari Bandung yang menjadi kiblat anak muda Indonesia yaitu Majalah Aktuil.

Majalah Aktuil pertama kali terbit pada 8 Juni 1967 di Bandung. Gagasan pendiriannya lahir dari Denny Sabri Gandanegara, kontributor majalah Discorina asal Yogyakarta yang juga putra Sabri Gandanegara, Wakil Gubernur Jawa Barat (1966–1974).

Pada suatu kesempatan Denny berbincang dengan Bob Avianto, penulis lepas yang banyak menulis tentang dunia film. Dari percakapan ringan itu muncul gagasan membuat majalah hiburan yang segar dan berbeda. Bob lalu menghubungi Toto Rahardjo, pemimpin kelompok musik dan tari Viatikara. Pertemuan penting pun digelar di rumah Syamsudin atau Sam Bimbo, personel grup musik Bimbo.

Di sanalah tercapai kesepakatan untuk menerbitkan majalah hiburan dengan nama Aktuil, terinspirasi dari Actueel, majalah musik Belanda . Sejak awal, Aktuil tampil dengan semangat anak muda yang penuh energi, idealisme, dan rasa ingin tahu terhadap musik serta dunia hiburan yang tengah berkembang pesat di Bandung.

Rubrik Hit Aktuil salah satu rubrik favorit pembaca Aktuil yang memuat tangga lagu dan info musik terbaru pada masanya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Rubrik Hit Aktuil salah satu rubrik favorit pembaca Aktuil yang memuat tangga lagu dan info musik terbaru pada masanya. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #17: Jejak 215 Tahun Bandung dalam Lembaran Koran Lawas
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #18: Majalah Mangle, Penjaga Warisan Bahasa dan Sastra Sunda
CATATAN DARI MEDIA CETAK LAWAS #19: Membaca Jakarta Lewat Pos Kota

Kiblat Musik Anak Muda

Meski bukan majalah musik pertama di Indonesia, karena sebelumnya sudah terbit Musika (1957) dan Discorina, Aktuil cepat mencuri perhatian publik. Gaya penulisannya segar, berani, dan sangat dekat dengan pembacanya.

Aktuil menonjol karena memberi ruang luas bagi liputan musik rock, yang pada awal 1970-an tengah berkembang pesat. Ungkapan “Belum sah jadi anak muda kalau belum baca Aktuil” bukan sekadar slogan; ia mencerminkan betapa kuatnya posisi majalah ini sebagai ikon budaya populer. Lewat rubrik-rubriknya, anak muda mendapatkan berita musik terbaru, wawancara eksklusif, hingga ulasan album dan konser yang lugas namun tetap menghibur.

Kehadiran Remy Sylado semakin memperkaya warna Aktuil. Dengan gaya sastra mbeling, ia menulis cerita bersambung legendaris berjudul Orexas (Organisasi Sex Bebas), kisah nyeleneh yang mencerminkan keberanian anak muda dalam berekspresi. Aktuil pun makin identik dengan dunia muda yang progresif dan tidak takut berbeda.

Dokumentasi konser Deep Purple di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 4–5 Desember 1975, sebuah pertunjukan bersejarah yang diprakarsai oleh Majalah Aktuil. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Dokumentasi konser Deep Purple di Stadion Utama Senayan, Jakarta, 4–5 Desember 1975, sebuah pertunjukan bersejarah yang diprakarsai oleh Majalah Aktuil. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Dari Bandung ke Dunia

Masa keemasan Aktuil berlangsung antara 1970–1975. Pada periode ini, Aktuil menjadi bacaan wajib anak muda di seluruh Indonesia. Selain liputan musik rock, majalah ini juga unggul dalam menyajikan berita hiburan populer dan memiliki jaringan koresponden luar negeri di kota-kota seperti Hamburg, München, Berlin, Stockholm, Ottawa, Tokyo, Hong Kong, Kowloon, hingga New York, sebuah pencapaian luar biasa untuk media Indonesia pada masa itu.

Puncak prestasi Aktuil terjadi pada 1975, ketika mereka berhasil menghadirkan Deep Purple ke Jakarta. Konser ini menjadi tonggak sejarah sebagai penampilan pertama band internasional di Indonesia, sesuatu yang sangat langka pada masa itu.

Kehadiran Deep Purple tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga simbol perubahan wajah kebudayaan Indonesia. Jika pada era Soekarno pengaruh budaya Barat dibatasi, maka pemerintahan Soeharto membuka keran bagi masuknya musik rock dan hiburan luar negeri. Di tengah transformasi itu, Aktuil berdiri sebagai pelopor dan cermin semangat zaman.

Kesuksesan Aktuil tidak lepas dari para tokoh penting yang berkontribusi di dalamnya. Selain Remy Sylado, ada pula Bens Leo, yang kelak dikenal sebagai salah satu pengamat musik paling berpengaruh di Indonesia. Karier jurnalistiknya dimulai dari meja redaksi Aktuil sebelum ia melanglang buana di dunia hiburan nasional.

Setelah Aktuil berhenti terbit, Denny Sabri tetap aktif di dunia hiburan sebagai talent scouter dan manajer artis. Ia turut mengorbitkan nama-nama besar seperti Nike Ardilla, Nicky Astria, Meriam Bellina, Inka Christie, hingga Nafa Urbach. Jejaring dan naluri artistiknya menunjukkan bahwa semangat Aktuil terus hidup melalui generasi-generasi baru.

Penulis bersama dua mantan redaktur Majalah Aktuil, Aah Sumardan dan almarhum Odang Danaatmadja, tahun 2023. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Penulis bersama dua mantan redaktur Majalah Aktuil, Aah Sumardan dan almarhum Odang Danaatmadja, tahun 2023. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Masa Redup dan Akhir Perjalanan

Selepas masa keemasan, penjualan Aktuil perlahan menurun. Banyak tokoh redaksinya mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Remy Sylado kemudian mendirikan majalah Top, sementara Sonny Suriaatmadja dan tim yang tersisa berjuang mempertahankan ritme penerbitan.

Pada 1979, kantor pusat Aktuil dipindahkan dari Bandung ke Jakarta agar lebih dekat dengan industri hiburan nasional. Namun perubahan ini tidak mampu mengangkat kembali oplah penjualan. Bahkan ketika Aktuil mencoba bertransformasi menjadi majalah umum, nasibnya tetap tak sebaik masa lampau.

Akhirnya, setelah hampir dua dekade mewarnai dunia media Indonesia, Majalah Aktuil resmi berhenti terbit pada 1986.

Meski tak lagi menghiasi kios-kios koran, Aktuil tetap dikenang sebagai salah satu media musik paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Ia bukan hanya ruang informasi hiburan, tetapi juga simbol semangat zaman, masa ketika anak muda menanti edisi terbaru bukan lewat layar ponsel, melainkan melalui aroma tinta dan kertas yang khas.

Aktuil meninggalkan warisan penting yakni membuka jalan bagi jurnalisme musik modern di Indonesia, menggairahkan industri hiburan, serta menginspirasi generasi muda untuk mencintai musik dan kebebasan berekspresi dengan cara yang autentik.

 

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//