Numerasi dalam Pedagogi Hijau: Mengembangkan Kemampuan Siswa dan Kesadaran Lingkungan
Numerasi berfungsi sebagai alat untuk membantu siswa menyelesaikan masalah lingkungan yang kompleks, mulai dari pengelolaan sampah hingga efisiensi energi.

Maria Yulita Trida Tahu
Dosen Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
17 November 2025
BandungBergerak.id – Pendidikan saat ini tidak hanya sekadar mengajarkan keterampilan dasar kepada siswa, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk menjadi individu yang mampu berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang kompleks. Dalam konteks ini, pendekatan yang mengintegrasikan pedagogi hijau dalam pembelajaran matematika menawarkan sebuah paradigma baru yang menghubungkan teori pendidikan dengan isu keberlanjutan lingkungan. Pendekatan ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan keterampilan numerasi siswa, tetapi juga membekali mereka dengan pemahaman tentang cara menggunakan matematika untuk memecahkan masalah nyata yang berkaitan dengan pengelolaan sampah, konservasi air, dan penggunaan energi terbarukan.
Selain itu, pengembangan numerasi dan HOTS (Higher Order Thinking Skills) yang menekankan kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, dan evaluasi, juga jadi fokus utama untuk memperkuat kompetensi siswa di abad ke-21. Dengan memanfaatkan data dunia nyata, seperti audit sampah dan penggunaan energi, siswa dilatih untuk berpikir kritis dalam mengatasi masalah lingkungan. Mengingat tantangan besar yang dihadapi oleh bumi kita seperti deforestasi, polusi plastik, dan krisis air bersih pendekatan ini memberikan siswa keterampilan yang tidak hanya berguna di dunia akademik, tetapi juga di dunia nyata yang membutuhkan solusi berbasis data dan berpikir kritis.
Baca Juga: Pedagogi Hijau sebagai Kritik Budaya
Pendidikan yang Tersandera Politik dan Ekonomi
Jika Pendidikan adalah Proses, Mengapa Kita Mengizinkan AI Melompati Proses itu?
Pedagogi Hijau dalam Pendidikan
Pedagogi hijau adalah pendekatan yang berfokus pada keberlanjutan dan kesadaran lingkungan dalam pendidikan. Pendekatan ini tidak hanya mengajarkan pengetahuan tentang lingkungan hidup, tetapi juga mengembangkan keterampilan kognitif siswa melalui penggunaan konteks-konsep yang relevan dengan kehidupan nyata, seperti perubahan iklim, pengelolaan sampah, dan penggunaan energi terbarukan. Dengan mengintegrasikan pedagogi hijau dalam pembelajaran matematika, siswa dapat melihat langsung hubungan antara matematika dan tantangan nyata yang dihadapi dunia, seperti pengelolaan sampah, konservasi air, dan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.
Menurut Pišlar pada tahun 2009, pedagogi hijau tidak hanya mencakup pendidikan mengenai pentingnya menjaga lingkungan, tetapi juga berupaya membangun pola pikir siswa yang lebih peduli terhadap kelestarian alam melalui pengaplikasian konsep-konsep keberlanjutan dalam pembelajaran mereka. Selain itu, Jickling dan Wals pada tahun 2008 menekankan bahwa pendidikan berbasis keberlanjutan harus menghubungkan pembelajaran dengan isu-isu sosial dan global yang mendesak. Nur, Anas, dan Pilu pada tahun 2022 juga menambahkan bahwa pengintegrasian konsep-konsep lingkungan ke dalam kurikulum membantu siswa memahami tanggung jawab mereka dalam menjaga keberlanjutan planet ini.
Salah satu upaya pengintegrasian numerasi dalam pedagogi hijau dilaksanakan dalam program pengabdian masyarakat (PkM) di SD Melania Bandung pada tanggal 19 Juni 2025, berlokasi di PPAG UNPAR. Dalam abdimas ini, ditekankan perlunya guru sebagai penggerak di sekolah untuk mengintegrasikan pembelajaran numerasi dengan kesadaran lingkungan, melalui kegiatan berbasis data lingkungan, seperti audit sampah dan konservasi air. Dengan menggunakan data ini, siswa dapat menghitung rasio, persentase, dan tren yang berkaitan dengan keberlanjutan, sehingga pembelajaran numerasi menjadi lebih relevan dan berdampak langsung pada kesadaran mereka terhadap lingkungan.
Mengembangkan Numerasi dengan Kesadaran Lingkungan
Peningkatan numerasi tidak hanya dicapai dengan latihan soal-soal matematis, tetapi juga dengan mengintegrasikan nilai-nilai kesadaran lingkungan dalam setiap pelajaran. Misalnya, dalam mengajarkan konsep persentase dan proporsi, siswa dihimbau untuk menghitung proporsi sampah organik versus anorganik di sekolah mereka, sehingga ada keterkaitan langsung antara angka dan isu lingkungan yang mereka hadapi. Dengan cara ini, siswa tidak hanya menguasai numerasi, tetapi juga memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai pentingnya keberlanjutan dan pelestarian alam.
Program pengabdian masyarakat yang dilakukan di SD Melania Bandung dengan menerapkan pedagogi hijau –menggabungkan pembelajaran numerasi dengan isu lingkungan– tidak hanya meningkatkan kemampuan numerasi siswa, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan. Data yang dikumpulkan selama kegiatan ini, seperti hasil audit sampah dan pengukuran konsumsi energi di sekolah, mengungkapkan adanya hubungan langsung antara penerapan pendekatan berbasis lingkungan dan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah matematika dengan konteks yang lebih relevan. Program ini tidak hanya memperbaiki literasi numerasi, tetapi juga memberikan pengalaman langsung dalam mengelola isu lingkungan, yang menjadi penting dalam era krisis ekologis saat ini.
Peningkatan numerasi dalam konteks keberlanjutan memberikan cara baru untuk belajar matematika. Siswa belajar menghitung rasio sampah yang dapat didaur ulang, menghitung efisiensi energi di sekolah, dan memahami dampak polusi terhadap kehidupan mereka. Pendekatan ini tidak hanya mengembangkan keterampilan matematis siswa, tetapi juga memperkuat pemahaman mereka mengenai pentingnya menjaga alam. Dengan cara ini, numerasi tidak hanya dilihat sebagai keterampilan akademis, tetapi juga sebagai alat untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari yang ramah lingkungan.
Menurut McKeown pada tahun 2009, mengintegrasikan konsep keberlanjutan ke dalam pembelajaran matematika memungkinkan siswa untuk memahami tantangan lingkungan dengan menggunakan keterampilan numerasi. Selain itu, Wals & Jickling pada tahun 2002 menekankan pentingnya menghubungkan pembelajaran matematika dengan isu-isu sosial dan ekologis, sehingga siswa dapat mengambil tindakan yang lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam hal ini, numerasi berfungsi sebagai alat untuk membantu siswa menyelesaikan masalah lingkungan yang kompleks, mulai dari pengelolaan sampah hingga efisiensi energi.
Secara umum, integrasi pedagogi hijau dalam pembelajaran numerasi memberikan manfaat yang lebih luas bagi siswa. Selain meningkatkan keterampilan numerasi dan berpikir kritis, siswa juga diajak untuk mempertimbangkan dampak ekologis dari tindakan mereka. Ini sejalan dengan tujuan jangka panjang pendidikan di Indonesia yang tidak hanya bertujuan untuk mencetak individu yang cerdas secara akademik, tetapi juga individu yang peduli terhadap masa depan bumi mereka. Melalui penggabungan antara numerasi dan kesadaran lingkungan, kita membentuk generasi yang lebih siap menghadapi tantangan global di masa depan.
Dalam penerapan pedagogi hijau ini, terbukti bahwa pembelajaran numerasi yang relevan dengan isu lingkungan tidak hanya meningkatkan keterampilan matematika siswa, tetapi juga membangkitkan kesadaran mereka terhadap pentingnya menjaga alam. Program ini menunjukkan bahwa pengabdian masyarakat dapat menjadi alat yang efektif dalam menghubungkan pendidikan dengan tantangan sosial yang nyata, sekaligus mendorong perubahan positif dalam pola pikir dan perilaku siswa.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

