Menakar Pancasila Keagamaan
Manusia harus adil dan tidak boleh menjarah yang bukan haknya. Dia harus beradab kepada sesama dalam menegakkan darma.

Muhammad Lutfi
Menyelesaikan S1 Sastra Indonesia di UNS, menyelesaikan S2 Pendidikan Bahasa Indonesia di UNNES. Bergiat dalam GMDI dan Rumput Sastra.
24 November 2025
BandungBergerak.id – Pada Pancasila terdapat lima butir sila-sila yang kesemuanya itu adalah nilai-nilai kehidupan. Dulu Majapahit juga punya kitab tata kebangsaan yang mengatur kehidupan bangsa dan negaranya. Dengan adanya aturan yang mengikat moral, manusia jadi mengerti akan adanya kehidupan dan nilai darma. Darma dalam artian adalah kebijaksanaan. Orang yang bijaksana tidak akan menyinggung sana dan sini. Dia fokus pada dirinya akan kekurangan serta kelemahannya. Sudah pantaskah dia menjadi seorang manusia.
Manusia harus mengerti akan manusianya, baru dia menjadi manusia. “Barang siapa mengenal akan dirinya dia mengenal akan Tuhannya”. Ucapan itu seakan mengamini bahwa kita manusia rindu rasa rindu rupa. Kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan keduniaan yang semua seakan mudah berganti-ganti ataukah kebahagiaan yang mengamini kalau kita hamba akhirat yang akan kembali ke kehidupan akhirat. Jadi kita mesti pandai menakar amal.
Immanuel Kant mengatakan, “Langit di atasku dan hukum moral di dalam diriku.” Itu seakan menuntut manusia bahwa moral sudah harus dijunjung tinggi sejak manusia lahir ke dunia. Seperti kehidupan para saleh dan para agamawan yang selalu belajar dan mengaplikasikan ilmunya pada hidup kebangsaan. Perjuangannya tidak sia-sia tergantung apa tujuan hidup yang dia mau.
Kalau kita mau akan kehidupan dunia ini, maka ambillah. Karena dunia ini punya batasan dan umurnya sendiri. Seperti kisah artis-artis ternama macam Michael Jackson. Jackson adalah raja pop di dunia ini. Gerakan dancing dan lagunya tidak bisa dilupakan. Dia terkenal dan dipuji banyak orang. Apalagi dialah orang yang menunjukkan pada dunia tentang kepeduliannya pada anak-anak.
Socrates mengatakan, “Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak layak dijalani.” Memang begitulah hidup. Kita harus bisa merefleksikan diri dan moral kita ke dalam benak akal kita. Manusia adalah makhluk berakal. Tiada pantas dia menyerah pada kekalahan. Hidup harus mencapai kemenangan. Salah satu syarat mencapai kemenangannya dia harus punya daya hidup sebagai manusia.
Hidup yang direfleksikan adalah hidup yang bercermin akan pada moral Pancasila. Mencapai kemakmuran tanpa menjatuhkan orang lain. Karena banyak kasus terjadi di negeri kita, orang makan orang dalam tanda “simbolisme”. Manusia tega jagal manusia untuk meraih kemenangan pribadi. Hidup digunakan dalam pertaruhan politik. Sedangkan politik hanya mengenal kawan ataupun lawan.
Baca Juga: Merenungkan Pancasila dalam Sebuah Teater Musikal
Mengukur Kesaktian Pancasila
Animal Symbolicum dan Hermeneutika Pancasila: Dialektika Panjang Menuju Perdamaian
Kemanusiaan Harus Adil dan Beradab
Seperti dalam sajak karya Rendra, terkutip “politik hanya mengenal kawan atau lawan”. Bagaimana jika hidup yang indah ini dipolitik. Apakah saudara kita tuntut apakah saudara juga kita pasung, supaya hidup tidak memolitikkan orang lain. Karena hidup seperti itu susah. Mengandung niat jahat pada orang lain itu sangat susah.
Seperti apa yang dikatakan Aristoteles, “Kebaikan terbesar merupakan kebaikan yang berguna bagi orang lain.” Jadi kalau ada kendala kesusahan sosial, kita wajib membantu. Itu sudah merupakan kewajiban, bukan lagi hak. Tapi hukumnya wajib. Ketika satu tangan sakit, maka satu tangan lagi mengobatinya. Itulah daya tahan hidup.
Seperti kasus Palestina, melawan Israel. Palestina digempur habis oleh Israel. Banyak pertumpahan darah dari warga sipil. Anak menjadi yatim, ibu-ibu menjanda. Air bersih kekurangan. Makanan ludes habis tanpa sisa. Walaupun bukan bangsa kita, mereka juga manusia. Manusia butuh manusia. Karena manusia adalah makhluk super sosial.
Manusia butuh dimanusiakan. Sebab manusia butuh belaian kasih ketika sedang kesakitan dan kelaparan. Untuk mau hidup, ketika makanan dan minuman sudah tiada, mereka akan melakukan segala hal supaya dapat makan. Apakah tega jika kita seperti itu, tentu tidak.
Immanuel Kant mengatakan, “Bukan semata takdir Tuhan yang membuat kita bahagia, tapi diri kitalah yang membuat hidup kita harus bahagia.” Jadi seperti yang dikatakan oleh Kant, bahwa kita harus berusaha membahagiakan diri kita. Hentikan perang dan penindasan, sebab manusia sudah dijadikan kambing yang siap ditembak dan dimatikan kapan saja. Itu tentu tidak manusiawi.
Pada butir sila kedua, kita mengenal bahwa kemanusiaan harus adil dan beradab. Manusia harus adil dan tidak boleh menjarah yang bukan haknya. Dia harus beradab kepada sesama dalam menegakkan darma. Karena sebenarnya manusia adalah pelaksana darma. Manusia hanya bisa memilih jalannya sendiri. Selepas itu manusia yang menentukan hasilnya sendiri pula.
Pati, 19 Oktober 2025
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

