Wakil Wali Kota Bandung Erwin Ditetapkan Sebagai Tersangka, Korupsi Kian Subur di Kota Bandung
Sebelum Erwin dan Rendiana Awangga jadi tersangka, rekam jejak rasuah di Pemkot Bandung sudah panjang. Penyalahgunaan wewenang terus berulang.
Penulis Yopi Muharam12 Desember 2025
BandungBergerak - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung menetapkan Wakil Wali Kota Bandung Erwin dan anggota DPRD Kota Bandung Rendiana Awangga sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Mereka diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Dalam perkara ini Kejari juga memeriksa 75 saksi, sebagian dari tubuh Pemkot Bandung.
Meski jalan pembuktian kasus ini masih panjang, lagi-lagi kabar penetapan tersangka korupsi bikin publik Kota Bandung kecewa. Riwayat praktik rasuah yang melibatkan pimpinan Pemkot Bandung membentang cukup panjang.
Erwin sendiri bukan nama asing di jajawan elite Kota Bandung. Erwin, Ketua DPC PKB Kota Bandung sekaligus anggota DPRD periode 2019–2024, menjadi salah satu figur awal yang mendeklarasikan diri maju dalam Pilwalkot Bandung 2024.
Politikus kelahiran Bandung 1972 ini tampil agresif membangun popularitas melalui pemasangan baliho hingga kampanye masif di media sosial. Di ruang publik, ia kerap mengusung gagasan soal penataan kota dan menonjolkan pentingnya “keberanian” dalam memimpin Bandung.
“Perlu keberian seorang pemimpin. Kalau punya keberanian beres semuanya. Anggaran kita punya, ada. Kita punya 7,2 triliun (rupiah) (APBD Kota Bandung),” kata pria yang menyebut dirinya Kang Erwin, dalam program Pilkada Serentak 2024 Radio Elshinta Bandung, Senin, 20 Mei 2024.
Dalam sejumlah kesempatan, termasuk talkshow Pilkada Serentak 2024, Erwin optimistis mampu menyelesaikan masalah klasik Bandung: sampah, parkir liar, hingga pendapatan asli daerah (PAD).
Rekam jejak Erwin cukup panjang di akar rumput. Ia tinggal di Babakansari, Kiaracondong, dan telah menjabat ketua RW selama tiga periode serta memimpin forum RW kecamatan. Pada Pemilu 2019, ia meraih 15.490 suara dari Dapil 3 dan duduk di Komisi D, yang membidangi urusan kesejahteraan rakyat.
Nama Erwin sempat disebut dalam isu proyek bantuan alat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19 tahun 2021. PT Sinar Memossa, salah satu pemenang tender, berkantor di alamat rumah Erwin dan tercatat memiliki istrinya sebagai salah satu direktur.
Erwin telah membantah terlibat dalam pengadaan tersebut, menyatakan sudah lama tidak mengurus perusahaan, dan menegaskan tidak “bermain” dalam proyek apa pun. Ia mengakui istrinya menjadi salah satu direktur serta alamat awal perusahaan memang menggunakan rumahnya, meski dokumen resmi menunjukkan alamat itu masih tercantum.
Bagaimana dengan Rendiana Awangga? Saat Pilwalkot Bandung 2024 dia menjadi ketua tim sukses (timses) pemenangan Farhan-Erwin yang kemudian berhasil menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandung.
Politikus kelahiran Bandung tahun 1984 ini tercatat duduk di DPRD Kota Bandung periode 2019–2024 sebagai anggota Komisi III dan Badan Anggaran. Ia mewakili Dapil 3 yang meliputi Antapani, Arcamanik, Cibiru, Ujungberung, dan Mandalajati melalui Fraksi Partai NasDem, dengan perolehan 13.175 suara.
Rendiana menamatkan pendidikan menengah di SMA BPI 1 Bandung pada 2002, sebelum melanjutkan studi dan meraih gelar sarjana. Di luar tugas legislatif, ia aktif dalam berbagai organisasi. Ia pernah menjabat Sekretaris DPD Partai NasDem Kota Bandung, Wakil Ketua AMS Distrik Kota Bandung, Ketua Penasehat XTC Kota Bandung, serta Wakil Bendahara Karang Taruna Kota Bandung. Rendiana juga dikenal sebagai pendiri Gerakan Suaramu dan Komunitas SARAREA.
Dilihat dari jejak kariernya, pria 41 tahun tersebut memiliki akar aktivitas di komunitas Bandung Timur. Ia mencitrakan diri sebagai politisi muda yang tumbuh dari jaringan organisasi kepemudaan dan sosial.

Modus Korupsi
Kejari Kota Bandung menetapkan tersangka Erwin dan Rendiana per 9 Desember 2025. Keduanya diduga secara bersama-sama menyalahgunakan kekuasaanya dengan meminta paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa kepada organisasi perangkat daerah (OPD) Kota Bandung.
“Yang selanjutnya terhadap paket pekerjaan tersebut dilaksanakan dan menguntungkan secara melawan hukum pihak yang terafiliasi oleh yang bersangkutan,” ujar Kepala Kejari Kota Bandung Irfan Wibowo, saat konferensi pers, Rabu, 10 Desember 2025.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Ridha Nurul Ihsan, menyatakan bahwa meski dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, belum ada penahanan. Menurutnya, penahanan harus mengikuti ketentuan peraturan pemerintah daerah serta memerlukan persetujuan Menteri Dalam Negeri.
“Sampai saat ini kedua tersangka belum dilakukan penahanan,” ujarnya menjawab pertanyaan wartawan.
Ridha belum mengungkap nilai proyek yang diduga terkait tindak pidana korupsi karena masih berada pada tahap penyidikan. Ia hanya menyebut bahwa proyek-proyek pengadaan tersebut berada di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Bandung. Para tersangka diduga meminta proyek pengadaan barang dan jasa kepada pejabat SKPD.
Kejari juga sedang memproses pencekalan terhadap kedua tersangka. Selain itu, penyidik telah mengantongi dua alat bukti baru berupa keterangan saksi dan barang elektronik.
Hingga kini, Kejari telah memeriksa 75 saksi dalam perkara dugaan penyalahgunaan kewenangan tersebut. Ridha tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. “Kasus ini akan terus kami kembangkan,” katanya.
Ditanya apakah penyidikan dapat menyeret Wali Kota Bandung, Muhamad Farhan, Ridha menyebut belum ada urgensi memintai keterangan sang wali kota. Namun ia menegaskan Kejari tidak akan tebang pilih.
“Tapi kalo ke depannya kami menemukan barang bukti baru dan cukup urgensi untuk meminta keterangan ke pemerintahan pusat kota, siapapun bakal kami mintai menjadi saksi,” tandasnya.
Baca Juga: Korupsi yang Membumi
Pelayanan Publik Bandung Diterpa Isu Korupsi, Ombudsman Jawa Barat Mengingatkan Bahaya Maladministrasi
Mengapa tidak Ditahan?
Nandang Sambas, Guru Besar Hukum Pidana Unisba mengatakan, untuk menahan tersangka sebenarnya Kejari tidak harus meminta izin Kemendagri. Penahanan merupakan hak subjektif penyidik.
Ada tiga alasan kenapa penahanan dalam kasus korupsi ini penting dilakukan, yaitu untuk mencegah tersangka melarikan diri, mengulang lagi tindak pidana, dan menghilangkan barang bukti.
Selain penahanan, Nandang menyarankan penyidik Kejari agar melakukan pencekalan kepada para tersangka. “Setidak-tidaknya, kalau tidak penahanan di rumah penahanan negara, mungkin penahanan di rutan, mungkin penahanan di kota,” kata Nandang, dihubungi BandungBergerak, Rabu, 10 Desember 2025.
Ia juga menganalisa mengapa kasus korupsi kerap terjadi di Kota Bandung. Salah satu alasannya karena sistem politik. Menurutnya ongkos untuk menjadi seorang pejabat dalam sistem sekarang tidak murah.
“Karena sebetulnya sistem politik di kita yang mendorong salah satu faktir tindak korupsi terjadi di kalangan pejabat,” ujarnya.
Kerap kali penyalahgunaan wewenang ini dipergunakan untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan semasa kampanye. Dia tak memungkiri politik uang sering terjadi saat masa pemilu.
“Itu juga menjadi salah satu faktor yang mendorong kenapa korupsi tumbuh subur,” sambungnya.
Sementara itu, perwakilan Ombudsman Jawa Barat Dan Satriana menilai, penyalahgunaan wewenang merupakan bentuk maladministrasi yang berdampak langsung terhadap kualitas pelayanan publik. Dan menyebut, meski standar pelayanan publik di Jawa Barat, khususnya Kota Bandung, menunjukkan peningkatan, langkah tersebut belum cukup.
Berdasarkan laporan Ombudsman 2021–2025, masih banyak aduan terkait penundaan layanan dan pelanggaran prosedur tata kelola birokrasi di daerah.
Ada lima kategori dugaan kasus maladministrasi dengan persentase terbanyak yakni penundaan berlarut sebanyak 39 persen. Kemudian, tidak memberikan layanan sebesar 9 persen, penyimpangan prosedur mencapai 15 persen, dan penyalahgunaan wewenang 7 persen.
Laporan itu juga menunjukkan maladministrasi paling sering terjadi di sektor layanan dasar yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam periode 2021–2024, sektor pendidikan menjadi yang paling banyak diadukan dengan 29,52 persen dari total laporan. Sektor agraria menempati posisi kedua (26,19 persen), diikuti hak sipil dan politik (11,75 persen), serta kepolisian (11,90 persen).
Korupsi Berulang
Kota Bandung berturut-turut diguncang kasus korupsi sejak 2023 hingga 2025. Tahun ini, tepatnya 10 Maret 2025, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah pribadi Ridwan Kamil di Bandung dan menyita sejumlah kendaraan, termasuk motor gede Royal Enfield dan mobil Mercedes-Benz 280 SL atas kasus dugaan di Bank Banten dan Jawa Barat (BJB).
Berikutnya, pada Mei 2025, Kejati Jawa Barat menahan mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung, Yossi Irianto, dalam kasus dugaan korupsi penguasaan lahan negara di Kebun Binatang Bandung. Yossi menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung.
Tahun lalu, Maret 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks-Sekda Kota Bandung Ema Sumarna sebagai tersangka baru atas kasus korupsi program smart city Kota Bandung. Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan KPK setahun sebelumnya terhadap Wali Kota Yana Mulyana.
Kejari Kota Bandung sempat menggeledah Kantor Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kota Bandung dan kediaman di kediaman anggota Pokja ULP, Rabu, 10 Juli 2024. Kejari mencium indikasi korupsi di tubuh lembaga yang sempat dipilih sebagai percontohan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pada 2016.
Penggeledahan tersebut merupakan hasil penyelidikan Kejari Kota Bandung yang menduga adanya indikasi permainan antara penyedia dan pihak Pokja ULP Kota Bandung. Indikasi tersebut berupa adanya iming-iming dari penyedia jasa yang akan menggolkan lelang dengan membayar dana ke Pokja sebesar 5.000.000 rupiah - 10.000.000 rupiah. Setelah memberikan jaminan tersebut penyedia akan mendapat BED, APS, dan RAB Proyek.
Jauh sebelumnya, Wali Kota Dada Rosada dan Sekda Edi Siswadi tersandung kasus suap hakim bansos. Keduanya divonis bersalah.
Tak heran jika Survei Penilaian Integritas (SPI) KPK 2023 yang menempatkan Kota Bandung pada peringkat kedua terendah di Jawa Barat, dengan skor integritas 65,48—turun 9,8 persen dari tahun sebelumnya (Dokumen Aspirasi Wargi Bandung 2029, data hasil diskusi, survei, dan kolaborasi Demokrasi Kita).
Catatan Akhir Tahun Kejari Kota Bandung menyebut dalam kurun waktu satu tahun mereka tengah melakukan penyilidikan 8 kasus, penyidikan 9 kasus, pra penuntutan 25 kasus, eksekusi ditahan 15, dan eksekusi tidak ditahan 3 kasus.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

