• Liputan Khusus
  • LARI DULU, UPLOAD NANTI: Bagaimana Komunitas-komunitas di Bandung Menggelinding di Tengah Fenomena Pelari Kalcer

LARI DULU, UPLOAD NANTI: Bagaimana Komunitas-komunitas di Bandung Menggelinding di Tengah Fenomena Pelari Kalcer

Fenomena pelari kalcer menjamur di Bandung. Komunitas-komunitas lari tumbuh seiring dengan riuhnya di media sosial.

Para pelari berlari di Jalan IR H Djuanda (Dago), Bandung, Sabtu, 29 November 2025. Di Bandung sedang marak fenomena pelari kalcer. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul31 Desember 2025


BandungBergerak - Panggil aku pelari kalcer, panggil aku pelari kalcer, gapapa pace keong yang penting gayaku paten”. Lagu karya Sastra Silalahi featuring Mamang Kesbor berjudul “Pelari Kalcer” ramai dipakai para pelari, baik atlet maupun pelari rekreasional dalam banyak postingan di media sosial. Stiker Strava dan penampilan outfit “kalcer” juga melengkapi konten digital yang kerap dibagikan setiap menyelesaikan lari.

Demikianlah, fenomena pelari kalcer belakangan meramaikan media sosial dan menumbuhkan gaya hidup baru bagi generasi Z. “Pelari Kalcer” adalah istilah yang disemat kepada pelari dengan penampilan stylish. Biasanya, mereka ditandai dengan mengenakan atasan berbahan katun tanpa lengan, celana compression, kaus kaki bermotif, dan sepatu dari brand-brand besar.

Topi dan kacamata menyempurnakan penampilan “kalcer” mereka. Tak jarang, ada pula yang mengenakan slayer, diikat di leher atau digunakan sebagai penutup kepala, pengganti topi. Setelah menyelesaikan lari dengan jarak tertentu, pelari membagikan hasilnya ke media sosial. Entah sekedar berpose melalui foto atau berakrobat melalui video. Aktivitas hobi lari tak hanya ramai menjadi konten. Fenomena pelari kalcer menjelma sebagai status sosial tersendiri bagi para pelari.

BandungBergerak melakukan reportase mengenai tren lari yang sedang ramai belakangan ini ke tiga komunitas di Bandung. Ketiganya merespons positif tren pelari kalcer. Terlepas pendorongnya berasal dari beragam faktor, seperti konten media sosial, “adu outfit”, event lari, aspek psikologis fear of missing out (FOMO), dan aspek kesehatan. Mereka juga optimis tren ini akan terus meningkat, sebab banyak dampak baik yang ditimbulkan dari aktivitas fisik ini.

Baca Juga: Menolak Lupa Pemberangusan Buku di Bandung Melalui Pameran Arsip, Diskusi, dan Musik
Diskusi Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos: Menumbuhkan Empati Antarwarga Korban Ketidakadilan

Para pelari melakukan pemanasan di Jalan IR H Djuanda (Dago), Bandung, Sabtu, 29 November 2025. Di Bandung sedang marak fenomena pelari kalcer. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Para pelari melakukan pemanasan di Jalan IR H Djuanda (Dago), Bandung, Sabtu, 29 November 2025. Di Bandung sedang marak fenomena pelari kalcer. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Konsisten Lari Dulu, Baru Outfit

Co-Founder Babaturun, Haidar, 27 tahun, melihat fenomena pelari kalcer sebagai dorongan positif. Generasi sekarang yang dinilai lebih banyak duduk dan rebahan, terdorong untuk melakukan aktivitas fisik, salah satunya olahraga lari.

“Walaupun dengan adanya gengsi atau adanya kalcer (outfit) itu kita tetap sama-sama dipaksa buat berolahraga gitu. Jadi yang biasanya kalau olahraga karena pengen kalcer, kan ikutan lari. Jadinya sama-sama sehat,” kata Haidar kepada BandungBergerak, ketika ditemui usai kegiatan rutin Babaturun, Satmorun, Sabtu, 29 November 2025.

Tim Media Babaturun, Ricky Septian, 27 tahun, menimpali. Tren kegiatan fisik di ruang terbuka diprediksi akan terus meningkat. Hal ini karena generasi sekarang yang lebih banyak menghabiskan waktu di media sosial, minim pertemuan fisik. Tren lari yang sedang populer mendorong generasi muda untuk bertemu secara fisik dan menjalin interaksi secara langsung.

“Tapi jangan sampai kita pengin jadi kalcer gitu tapi kita harus punya outfit yang gimana-gimana, tapi larinya enggak jalan. Menurut saya, pelari kalcer ini tuh yang penting bisa ikut tren, ikut lari, enggak usah pikirin budget dan lain-lain untuk menjadi kalcer itu sendiri,” tambahnya.

Babaturun adalah satu dari banyaknya komunitas lari di Bandung. Komunitas ini didirikan 2023 lalu, dengan kegiatan rutin dilaksanakan setiap Sabtu, diberi nama Satmorun, akronim dari Saturday Morning Run. Komunitas ini terbuka untuk umum, siapa pun bisa ikut lari bareng untuk menemukan teman berlari, sesuai seperti namanya.

Fenomena pelari kalcer menjaga hype di tengah masyarakat melalui media sosial. Bagi Babaturun tren ini mempengaruhi dinamika internal dan motivasi anggota. Banyak orang yang ingin mengikuti tren, mencoba olahraga lari, jadi ikut kegiatan rutin Babaturun.

Ricky menceritakan, ada salah satu anggota baru Babaturun yang mulanya tidak pernah olahraga lari sama sekali. Tren lari berdampak positif bagi anggota itu karena membentuk kebiasaan baru. Ia menjadi konsisten lari dua hingga tiga kali dalam sepekan, hingga ambisius mengeksplorasi lari jarak jauh.

“Akhirnya pengaruhnya adalah ngebentuk habit baru buat si individunya. Yang awalnya cuma lari haha hihi gitu, ketika mungkin sudah nyaman, udah mau serius. Ada beberapa yang serius ke arah road run, ke trail run juga,” kata Ricky.

Babaturun memandang, fenomena pelari kalcer berdampak baik membentuk kebiasaan baru bagi individu. Namun, aspek outfit kalcer, yang cenderung perlu mengeluarkan banyak budget disarankan tidak didahulukan. Yang penting adalah tetap bisa mengikuti tren, konsisten lari, dan memperoleh manfaat darinya. 

Tren Baru Orang Muda

Tren lari yang tengah ramai, ditengarai oleh fenomena pelari kalcer ini terjadi di banyak kota. Captain Tawarun, Fauzi, 26 tahun, memandang fenomena baru ini dengan “very good positive”. Ketika berkunjung ke teman-temannya di Jogja, Jakarta, maupun Surabaya dalam beberapa bulan terakhir, banyak yang mengajaknya lari dibanding melakukan kegiatan lain.

“Sekarang jarang banget orang yang ngajak, Ji, lu tidur di rumah gua ya malam kita minum. Udah enggak ada. Ji, lu tidur di rumah gua ya, subuh kita lari. Itu good banget. Sekarang orang enggak cuma ke lari doang, aktivitas olahraga lain, terus healthy food, orang-orang lebih aware,” kata Uji, ketika ditemui setelah lari rutin Tawarun, Minggu, 30 November 2025.

Di samping itu, Uji juga mengungkapkan kalau lari adalah olahraga yang paling mudah dilakukan, oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun. Bisa dilakukan sendiri maupun bersama-sama. Lari juga dinilai sebagai “pelampiasan positif”. Misal, bagi orang muda yang tengah kesulitan mencari pekerjaan atau justru stres karena kerja, lari bisa menjadi pelepasan stres yang mudah dan murah, alih-alih hanya berdiam di rumah.

“Banyak bangetlah hal-hal positif yang pribadi aku rasain. Sharing ke teman-teman juga sesudah lari benar-benar salah satu refleksi diri untuk menghilangkan beberapa hal negatif. Dari emotional intelligence kita lebih terkontrol, banyaklah aspek yang didapat positifnya,” kata Uji, salah satu pendiri Tawarun, didirikan pada Mei 2025 lalu.

Berkaitan dengan fenomena pelari kalcer, Uji belakangan juga melihat terbaginya level-level para pelari kalcer. Ada yang menggunakan outfit kalcer dari brand-brand lokal. Ada yang ke level berbeda, mengenakan brand-brand internasional. Walaupun “adu outfit” begini memiliki sisi negatif, tapi kesadaran akan aspek kesehatan dari tren lari seharusnya terus dijaga. Ditambah koneksi sosial yang bisa diciptakan dari tren ini.

Komunitas lainnya, Tiba Tiba Lari memberikan pesan kepada orang-orang yang baru terjun ke dunia lari, di tengah fenomena pelari kalcer ini. Tiba Tiba Lari adalah komunitas yang didirikan 2023 lalu, ketika tren lari mulai menjamur pasca pandemi.

Salah satu pengurus Tiba Tiba Lari, Chika, 26 tahun, mewanti-wanti kepada pelari baru untuk tidak memaksa diri menjadi pelari kalcer. Apalagi hingga memaksa membeli outfit baru dengan merogoh kocek yang tak sedikit, mulai dari pakaian berharga ratusan ribu, hingga sepatu seharga jutaan. Ia mendorong untuk mempertimbangkan keutamaan fungsi daripada gaya.

“Jangan maksain ikut yang kalcer-kalcer. Jangan maksain outfit. Misalnya punya sepatu itu atau baju, ya udah pakai yang ada dulu,” kata Chika mengingatkan, ketika ditemui Selasa, 11 November 2025.

Ia juga mengingatkan supaya menentukan tujuan dengan memulai hobi lari. Di antaranya tidak mudah tergoda dan memaksa menyamai dengan kawan yang sudah mampu lari lebih jauh dan lebih cepat. Pelari baru, lanjut Chika, harus mengukur dan menyesuaikan kemampuan diri terlebih dulu. Alih-alih memaksa diri terlihat bagus, kencang, dan sanggup lari jauh.

“Kalau memang udah enggak sanggup, enggak usah maksain. Terus yang kedua, misalnya mau ikut komunitas, mangga. Tapi disesuaikan dengan tujuannya. Misalnya mau sekadar ngumpul-ngumpul doang, carilah komunitas yang begitu. Atau misalnya pengin ningkatin kemampuan, cari komunitas yang menyediakan lebih ke sana,” ungkapnya.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp Kami

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//