• Berita
  • Diskusi Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos: Menumbuhkan Empati Antarwarga Korban Ketidakadilan

Diskusi Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos: Menumbuhkan Empati Antarwarga Korban Ketidakadilan

Warga Sukahaji, Dago Elos, aliansi ibu-ibu, dan korban penangkapan setelah unjuk rasa Agustus saling bersolidaritas dan menguatkan.

Acara musik di sela-sela diskusi Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos, Kota Bandung, Jumat sore, 12 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam15 Desember 2025


BandungBergerakOrang muda dari berbagai daerah berkumpul di pelataran Balai RW Dago Elos, Kota Bandung, Jumat sore, 12 Desember 2025. Tiga bendera Sukahaji Melawan, Dago Melawan, hingga Solidaritas menggantung di langit-langit. Sementara banner berukuran besar bertulisan Tanah Untuk Rakyat menjadi latar belakang acara bertema “Jaga Lahan, Lawan Tiran”.

Acara ini diisi belasan band dan grup hip-hop dari lintas genre serta diskusi bertemakan Kekerasan Aparat Terhadap Sipil. Sementara di jalan utama kampung, warga menggelar lapakan makanan dan kreasi anak untuk menambah perekonomian warga yang sedang terdampak konflik lahan.

Saling Berbagi Pengalaman dari Ancaman Penggusuran

Berbagi kabar diawali cerita warga Sukahaji. Dari bulan Maret hingga sekarang, warga Sukahaji masih terus mengalami intimidasi hingga teror penggusuran. Dari ancaman itu, aparat hukum dinilai tak sigap untuk melindungi warga yang terancam digusur.

Hal itu diceritakan oleh Felix, warga Sukahaji. Menurutnya, warga Sukahaji menerima berbagai kekerasan fisik dan mental. Terjadinya kebakaran yang menimpa warga Sukahaji untuk kesekian kalinya, bagi Felix menjadi indikasi intimidasi.

Puncaknya, bentrokan besar terjadi beberapa waktu lalu, di mana kelompok berbaju hitam menyerang warga sembari membawa balok hingga senjata tajam. Saat itu rencananya akan dilakukan penggusuran dengan dalih putusan pengadilan Nomor: 119/Pdt.G/2025/PN Bdg.

“Jadi kalau ngomongin bagaimana kekerasan di Sukahaji itu sudah sangat sering terjadi,” papar Felix.

Warga Sukahaji yang lain, Pia, bercerita setelah bentrok 3 Desember lalu, dia dan warga Sukahaji hidup dalam keresahan. Mereka sudah melaporkan kekerasan ini ke pihak berwajib. Sampai saat ini warga masih menunggu proses laporan ini.

Pia, masih ingat kekerasan saat terjaid bentrok. Ia berada di barisan paling depan dengan para ibu menghadang kelompok berbaju hitam.

“Petasan itu meledak di telinga saya,” ujar Pia, yang masih trauma akan peristiwa tersebut tapi ia masih akan tetap mempertahankan ruang hidupnya.

Situasi Dago Elos

Di Dago Elos, warga masih menghadapi ancaman penggusuran. Beberapa waktu lalu wilayah sengketa tanah ini kedatangan jajaran Pemkot Bandung yang melakukan peninjauan Terminal Dago. Angga, dari Forum Dago Melawan mengatakan agenda itu menghasilkan kesepakatan sementara mengenai batas-batas Terminal Dago.

Penentuan batas-batas lahan Terminal Dago dilakukan atas desakan warga Dago Elos terkait pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) Kedua yang juga dilakukan oleh Pemkot. Angga menilai, Pemkot Bandung hanya ingin menyelamatkan daftar inventaris tanah miliknya, tidak bersama warga mempertahankan ruang hidupnya.

Angga juga merespons tentang tindak kekerasan yang menimpa warga Sukahaji. Ia menyerukan agar terbentuknya solidaritas antarwarga untuk saling memberi dukungan.

Berserikat dengan Kaum Ibu

Di acara tersebut, Aliansi Ibu-Ibu Bersuara menyatakan bersolidaritas terhadap masyarakat yang tengah berkonflik agraria. Aliansi ini dilatarbelakangi maraknya kasus kekerasan aparat terhadap masyarakat dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan kekhawatiran di kalangan ibu. Maraknya murid sekolah karena Makan Bergizi Gratis (MBG) juga mendorong ibu-ibu berkumpul.

Utar, salah satu penggagas aliansi, mengungkapkan anaknya pernah mengalami keracunan usai menyantap MBG hingga kejang-kejang, tidak bisa berbicara selama beberapa hari, dan harus menjalani perawatan di klinik.

Keresahan Utar dibagikan di media sosial. Respons yang muncul menunjukkan banyak ibu mengalami kejadian serupa. Dari situlah Aliansi Ibu-Ibu Bersuara terbentuk sebagai ruang berbagi dan pengaduan. Wadah ini juga menampung persoalan lain, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.

Menurut Utar, sejumlah anggota aliansi merupakan penyintas KDRT. Namun, ia menyoroti respons aparat yang kerap meremehkan laporan korban.

“Mungkin kamu kurang nurut sama suami,” ujar Utar menirukan pernyataan salah satu petugas saat menerima laporan KDRT.

Hal serupa terjadi pada kasus kekerasan seksual. Utar menyebut korban kerap disudutkan dengan narasi yang menyalahkan pakaian korban.

“Aliansi ini dibentuk karena para ibu sudah muak dengan berbagai bentuk kekerasan,” kata Utar.

Melalui aliansi ini, ia berharap solidaritas antarperempuan dapat tumbuh dan saling menguatkan. Ke depan, Aliansi Ibu-Ibu Bersuara berencana melakukan aktivasi di ruang-ruang kampung kota yang tengah berkonflik seperti Sukahaji dan Dago Elos.

Baca Juga:Tentang Punk, Dentangan Keras dengan Kontribusi Luas
Lima Puluh Tahun Kelahiran Sex Pistols dan Revolusi Punk, Kita Artikan Apa?

Diskusi bertema Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos, Kota Bandung, Jumat sore, 12 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Diskusi bertema Jaga Lahan, Lawan Tiran di Dago Elos, Kota Bandung, Jumat sore, 12 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Salah Tangkap

Di akhir sesi diskusi, Wisnu, salah satu Tim Advokasi Bandung Melawan, menceritakan tentang korban salah tangkap setelah aksi unjuk rasa besar Agustus lalu. Penangkapan ini diwarnai dengan tindakan represif.

Wisnu mengatakan dampak dari demonstrasi Agustus berlangsung panjang hingga menyasar orang-orang yang bahkan tak terlibat dalam unjuk rasa. Salah satu korban yang ditangkap berinisial Ve, laki-laki asal Cihampelas yang sehari-hari bekerja antarjemput galon isi ulang. Pihak keluarga meyakini Ve sebagai korban salah tangkap.

Iyen, ibu Ve ikut berdiskusi di acara tersebut. Tetapi dia tak kuasa untuk berbagi cerita yang menimpa anaknya itu. Rasa trauma masih menyelimutinya. Menurut Wisnu, Iyen menjadi salah satu ibu yang berani menceritakan kekerasan terhadap anaknya.  

Wisnu juga menceritakan sejumlah kasus penangkapan lainnya terkait konten dan siaran langsung demonstrasi. Dengan kasus penangkapan dan kekerasan terus terjadi belakangan ini, ia mengajak masyarakat untuk saling menguatkan dan membentuk tali solidaritas.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp Kami

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//