• Berita
  • Negara Membiarkan Kekerasan, Warga Sukahaji Bertahan Melawan Pengosongan Lahan

Negara Membiarkan Kekerasan, Warga Sukahaji Bertahan Melawan Pengosongan Lahan

Bentrokan kembali terjadi di Sukahaji, membuat puluhan orang warga terluka. Lagi-lagi ada pembiaran kekerasan.

Suasana kampung Sukahaji, Kota Bandung di hari bentrokan Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi4 Desember 2025


BandungBergerak – Bentrokan antara warga Sukahaji yang mempertahankan lahan dengan massa mengatasnamakan PT XPressi Jaga Nusantara yang ingin melakukan pengosongan lahan, pecah pada Rabu, 3 Desember 2025 sejak pukul 10 pagi hingga sore hari. Ini merupakan insiden kesekian kali, selain kebakaran yang berulang, yang terjadi di pusaran konflik agraria Sukahaji di tengah bergulirnya kasus hukum kriminalisasi terhadap enam orang warga. Akibat bentrokan, puluhan orang warga mengalami luka.

Diketahui, PT Xpressi Jaga Nusantara dipekerjakan secara alih daya (outsourcing) oleh pihak Junus Jen Suherman dan Juliana Iskandar untuk menangani konflik lahan Sukahaji. Sekitar pukul 10 pagi, mereka merangsek masuk ke lahan warga dengan pakaian serba tertutup membawa batu, bambu runcing, katana, serta senjata api. Ada yang melontarkan petasan ke arah warga. Massa pihak pengamanan juga memboyong alat berat yang disiapkan untuk meratakan bangunan.

“Mau saya bubarkan atau bubar sendiri?” teriak salah seorang dari massa di depan ibu-ibu yang berjaga paling depan, dalam video yang menyebar di media sosial.

Warga Sukahaji, termasuk ibu-ibu, bertahan seadanya untuk menghalau bentrokan. Beberapa dari mereka tampak balas melempar batu ke arah massa pihak pengaman. Warga melindungi diri menggunakan helm. Suasana mencekam.

Puluhan orang warga menjadi korban pelemparan batu dan sabetan senjata tajam. Seorang warga luka bacokan di tangan hingga patah tulang jari. Ada juga luka di bagian tubuh lain. Oleh kawan medis dibawa ke rumah aman untuk diobati. Beberapa warga lain juga menjadi korban pemukulan dan pelemparan batu. Selain itu, dilaporkan empat keluarga kehilangan rumah. Terjadi juga penjarahan barang-barang berharga, seperti televisi dan telepon genggam.

Salah seorang warga, Atang (bukan nama sebenarnya), baru tiba di Sukahaji sekitar pukul 12 siang ketika kericuhan sudah terjadi. Ia baru saja pulang menjenguk Yayuk, salah seorang warga Sukahaji yang ditahan di Rutan Kebonwaru. Melihat kericuhan terjadi, ia memboyong anak sulungnya melewati jalan belakang untuk sampai ke rumahnya, karena jalan utama ditutup.

Atang mengaku sudah tak mempunyai harapan, baik ke pemerintah atau ke aparat negara. Dia hanya ingin bertahan di rumahnya yang sudah ditinggali sejak tahun 2000 itu. Ia menyebut, warga harus begadang setiap hari untuk menjaga permukimannya dari pihak pengamanan maupun ormas. Akibat kericuhan hari ini, ia terpaksa libur berjualan.

“(Kami) Masih akan bertahan. Soalnya kan keabsahannya (mereka) enggak ada, pasti (kami) bertahan,” ucapnya.

Pantauan BandungBergerak di lokasi, menjelang pukul empat sore, bentrokan mulai mereda. Warga menutup gang dan mengantisipasi pihak luar, termasuk ormas, masuk ke permukiman. Jalan Terusan Pasir Koja juga sempat ditutup karena bentrokan antara warga dan pihak pengaman terjadi hingga ke ruas jalan raya. Aparat kepolisian baru mulai berjaga sekitar pukul enam sore. Dua unit truk dan beberapa mobil patrol diterjunkan ke lokasi. Tim huru-hara ditempatkan di perempatan jalan, sementara pihak pengaman dan ormas diperintahkan mundur dari lokasi.

Alat berat di hari tenggat pengosongan lahan paksa di kampung Sukahaji Bandung, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Alat berat di hari tenggat pengosongan lahan paksa di kampung Sukahaji Bandung, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Baca Juga: Warga Sukahaji Mencari Keadilan, Duduk Perkara Sosial dan Hukum di Wilayah Paling Padat Penduduk di Kota Bandung
Sidang Enam Warga Sukahaji, Pengadilan Pertanyakan Tahun Kepemilikan Tanah

Pintu Rumah Digedor, Pecahan Kaca Jendela Melukai Mata

Lina (bukan nama sebenarnya), 20 tahun, sedang bersantai bersama ibunya di dalam rumah ketika tiba-tiba pintu digedor kencang disertai teriakan-teriakan dari luar. Dia mengintip lewat jendela untuk mencari tahu apa yang terjadi. “Kosongin! Kosongin! Keluar! Keluar!” kata seseorang berbaju hitam-hitam di luar rumah sambil membawa sebatang kayu besar.

Tak bisa berbuat banyak, perempuan muda itu hanya bisa diam di dekat pintu masuk bersama sang ibu. Orang-orang di luar terus berteriak dan memaksa pintu untuk segera dibuka.

“Mama mau buka pintu, saya tahan karena takut. Mereka maksa masuk, tapi tetap saya dorong pintunya dengan badan saya,” ujar Lina pada BandungBergerak, Rabu, 3 Desember 2025.

Ketika orang-orang berpakaian hitam-hitam merangsek masuk, dia meminta waktu untuk mengemaskan barang-barang tetapi tidak digubris. Lina dan ibunya, Erni (bukan nama sebenarnya), harus segera keluar rumah.

Kini barang-barang di dalam rumah Lina dan Erni seperti kasur, baju, dan lemari telah berada di luar, ditaruh dekat reruntuhan rumah warga. Tidak ada tempat lain yang bisa dituju. Tidak ada cukup uang untuk mengontrak dadakan. Mereka berdua menjaga “harta” sederhana yang ditutup terpal warna biru itu dengan perasaan khawatir.  

“Mau mindahin barang juga takut, soalnya lagi ribut. Ada kericuhan juga,” kata Erni yang sudah tujuh tahun mendiami rumahnya di Sukahaji dengan membeli sendiri.

Di rumah yang lain di Sukahaji, Isah tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. Dia sedang mengemasi barang-barang bersama sang suami ketika tiba-tiba kaca jendela rumah pecah dan serpihannya melukai matanya. Perempuan berusia tiga puluh lima tahun memakai kerudung hitam ini tak mengerti bagaimana persisnya peristiwa itu terjadi. Isah hanya mengingat para perempuan telah memblokir jalan namun tiba-tiba ada yang memasuki pemukiman warga mereka membawa bambu dan batu.

“Satu orang pegang dua batu,” katanya. “Banyak (orang) yang datang.”

Isah langsung maju ke titik bentrokan dan membantu ibu-ibu yang sedang histeris dengan membawa mereka mundur. Rumah Isah tak terselamatkan, terutama bagian depan, jendela, serta kamar anak. Beruntung barang-barang Isah telah diselamatkan terlebih dahulu.

Tentang surat pengosongan lahan, Isah sempat bertanya kepada adiknya yang bekerja sebagai pengacara. Menurutnya, surat pengosongan memang harus datang dari pengadilan.

“Kata adi saya itu mah bukan surat pembongkaran, beda sama surat resmi dari pengadilan. Udah dikasih liat contohnya,” bebernya.

Memori masa kecil dan kenangan tumbuh bersama keluarga dan kini tiga anak-anaknya menjadi alasan Isah tidak pindah dari Sukahaji. Dia juga menyebut status lahan tersebut tidak jelas, dan belum ada surat-surat yang ditunjukkan kepada warga.

“Kalau memang yang ngaku ini benar punya tanahnya, ya buktikan. Tunjukkan suratnya. Ajak musyawarah baik-baik sama warga. Kalau mau kasih kompensasi atau kerohiman juga harus sesuai lah,” ucapnya.

Isah menyebut kejadian mencekam di Sukahaji bagaikan peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga. Warga mengalami banyak hal buruk, mulai dari kebakaran hingga teror tiap malam. Meski sebagian barang-barang dan anak diungsikan sementara, dia tidak tahu harus pergi ke mana.

Enggak tahu, lihat nanti saja. Kerja juga gimana. Suami buruh bangunan, saya ibu rumah tangga. Biasanya sore jualan mi,” tuturnya.

Selama empat jam BandungBergerak di lokasi, terlihat banyak warga gelisah. Gang-gang kecil menuju arah Sukahaji diblokade untuk mengantisipasi serangan serupa. Warga, mulai dari ibu-ibu, anak-anak, hingga pria dewaasa bahu-membahu menghalau pengosongan lahan secara paksa.

Warga terluka akibat bentrokan di kampung Sukahaji, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Warga terluka akibat bentrokan di kampung Sukahaji, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Pembiaran Negara, Pola Berulang

Dalam pernyataan sikapnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung menyebut apa yang terjadi di Sukahaji sebagai “serangan sistematis dan terkoordinasi yang mengancam keselamatan warga”. Tindakan massa yang mengatasnamakan aksi pengosongan lahan merupakan bentuk eigenrichting atau main hakim sendiri yang jelas dilarang oleh UU No. 17/2013 tentang Ormas serta mengandung unsur pidana seperti pengancaman, kekerasan, penyerangan, dan perusakan.

LBH juga menilai peristiwa ini memenuhi definisi penggusuran paksa (forced eviction) menurut standar PBB karena dilakukan tanpa dasar hukum, tanpa perlindungan, dan tanpa menyediakan alternatif tempat tinggal. Yang semakin membuat warga dalam posisi rentan adalah sikap negara “membiarkan kekerasan ekstra-yudisial dilakukan secara terang-terangan oleh kelompok bersenjata”.

“Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi pelanggaran HAM yang berat. Negara seharusnya hadir untuk melindungi warga, bukan membiarkan kekerasan berlangsung selama berjam-jam,” tegas LBH Bandung.

Peristiwa Sukahaji, menurut LBH Bandung, menunjukkan pola yang kerap terjadi dalam konflik agraria: kriminalisasi warga, intimidasi, penggunaan ormas sebagai alat tekanan, serta pembiaran aparat. Ia menjadi “potret paling telanjang dari penyalahgunaan kekuasaan, pembiaran negara, dan pengerahan kelompok non-negara untuk menundukkan warga yang mempertahankan hak konstitusionalnya.

Bentrokan fisik di Sukahaji Rabu ini bukan kali pertama. Sudah ada beberapa kejadian sebelumnya yang juga menyebabkan korban luka dari warga.

Warga berjaga di kampung Sukahaji setelah bentrok mereda, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Warga berjaga di kampung Sukahaji setelah bentrok mereda, Rabu, 3 Desember 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Merujuk Putusan Pengadilan, Membantah Penggunaan Senjata Tajam

Pihak Junus Jen Suherman, yang mengklaim kepemilikan lahan Sukahaji, melakukan upaya pengosongan lahan dengan dasar perkara perdata 119/Pdt.G/2025/PN Bdg ajuan warga Sukahaji yang gugur dalam sidang 20 November 2025. Pasca gugatan itu kalah, tersebar selabaran di Sukahaji yang memerintahkan warga untuk melakukan pengosongan lahan secara sukarela. Rabu, 3 Desember 2025 adalah tenggat yang ditetapkan.

Rizal Nusi, kuasa hukum Junus Jen Suherman dan Juliana Iskandar, menyampaikan bahwa pihaknya melakukan upaya pengosongan karena tidak ada sengketa di lahan Sukahaji berdasarkan putusan perdata PN itu. Dalam pertimbangan majelis hakim, warga yang menempati Sukahaji tidak memiliki sertifikat atas hak. Tanah itu pun bukan tanah telantar karena pihak berwenang mengakui sertifikat kepemilikan yang dimiliki Junus Jen dan Juliana.

Rizal juga menyebut bahwa PT Xpressi Jaga Nusantara memang perusahaan outsourcing yang ditugasi melakukan pemagaran dan pengosongan lahan. Menurutnya, perusahaan tersebut sudah memberikan peringatan berkali-kali tetapi tidak diindahkan oleh warga yang bertahan.

“Kalau untuk administratifnya, surat peringatan itu, kalau tidak salah sudah ada dua kali dari pemilik tanah ini. Nah, mungkin ini sudah jatuh temponya, tapi tidak digubris, tidak diindahkan, ya makanya lah terjadi,” kata Rizal.

Rizal juga membantah dugaan penggunaan senjata tajam dalam upaya pengosongan oleh pihak pengamanan. Ia mengklaim, pihaknya punya standar operasional prosedur (SOP), tertib administrasi, dan profesional. Dugaan penggunaan senjata tajam merupakan narasi liar yang tidak bertangung jawab.

“Ini, kalau alat-alat sajam dan sebagainya itu kita bisa pastikan itu tidak ada. Walaupun itu memang terbukti ada ya silahkan bisa diproses kan. Jadi kalau untuk saat ini, memang komunikasinya satu-satu melalui klien kami. Kami sudah memastikan bahwa PT Xpressi ini kan profesional juga, karena dia sudah tahulah SOP-SOP-nya seperti apa, dan secara administratif tertib kok,” jelasnya.

Pemerintah Kota Bandung, dikutip dari siaran persnya, mengklaim situasi Sukahaji kembali kondusif. Disebutkan, upaya koordinasi antara kedua pihak berbuah hasil pada pukul 11.30 WIB. Juga imbauan agar upaya pengosongan dan perataan mesti dihentikan sementara untuk menjaga ketertiban lingkungan.

“Apa pun masalahnya, semua bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Konflik dengan kekerasan hanya akan menimbulkan masalah baru,” kata Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, dikutip dari siaran pers. “Dengan semangat kebersamaan dan musyawarah, kita yakin setiap persoalan dapat diselesaikan secara damai, bermartabat, dan berkeadilan.

Ketika siaran pers itu disebar pada pukul 14.30 WIB, reporter BandungBergerak yang di lokasi menyaksikan kondisi yang jauh dari kata kondusif. Bentrokan dan kericuhan masih berlangsung antara pihak pengaman dan warga Sukahaji bersama kawan-kawan solidaritas.

 

***

*Artikel ini mendapatkan dukungan reportase lapangan oleh Muhammad Akmal Firmansyah dan Yopi Muharam, serta pengolahan data dan penulisan oleh Awla Rajul 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//