Warga Sukahaji Mencari Keadilan, Duduk Perkara Sosial dan Hukum di Wilayah Paling Padat Penduduk di Kota Bandung
Sukahaji menjadi salah satu titik konflik tanah di Kota Bandung. Berada di Kecamatan Babakan Ciparay dengan jumlah penduduk paling padat.
Penulis Tim Redaksi7 Mei 2025
BandungBergerak.id - Puluhan warga Sukahaji melakukan aksi di Pengadilan Negeri Bandung dan Polrestabes Bandung terkait permasalahan konflik tanah dan kekerasan yang mereka alami, Selasa, 6 Mei 2025. Di Pengadilan Negeri Bandung, warga Sukahaji melakukan mediasi dengan pihak pengadilan terkait gugatan warga.
Koordinator Sukahaji Melawan Ronal Raja menjelaskan, mediasi dilakukan untuk menuntut keadilan atas perkara 119/Pdt.G/2025/PN Bdg dengan tergugat Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar.
Ronal merasa, warga Sukahaji tidak pernah diperhatikan dan tidak pernah diberikan keadilan hukum terkait gugatannya. “Karena pengadilan pun saat ini masih rancu,” ujar Ronal, ditemui BandungBergerak seusai mediasi.
Maka dari itu, setelah mediasi usai, dia menegaskan agar sidang gugatan keperdataan tetap dilanjutkan. Kendati demikian, Ronal merasakan kecewa karena warga masih digantung dengan ketidakpastian mengenai sidang gugatan ini. “Ya, kalau memang mekanisme dan aturannya begitu ya kita ikutin aja alurnya,” lanjut Ronal.
Jordi (bukan nama sebenarnya) dari Solidaritas Sukahaji menambahkan, ini kali pertama beberapa warga untuk melakukan mediasi di Pengadilan Negeri Bandung. Dalam orasinya, dia mengungapkan secara lantang bahwa gugatan yang diajukan oleh warga kepada Junus Jen Suherman dan Jualiana Kusnandar adalah perbuatan melawan hukum karena mengklaim hak atas tanah dan pemasangan pager bedeng secara sepihak.
“Kami menolak segala upaya kompromi untuk direlokasi juga kompensasi (korohiman) dalam bentuk apa pun,” tegasnya.

Kasus Pemukulan
Sekitar pukul 11.00 WIB, warga Sukahaji sudah tiba di pedestrian Polrestabes Bandung. Mereka juga melakukan orasi di sana, menuntut pemerosesan laporan warga yang mengalami tindak kekerasan pada 21 April 2025. Setidaknya 14 warga menjadi korban tindak kekerasan, 8 korban di antaranya mengalami luka akibat lemparan batu, 4 korban mengalami luka-luka akibat pengeroyokan, dan 2 korban luka-luka akibat benda tajam.
Diberitakan sebelumnya, 21 April 2025 sejumlah warga Sukahaji menjadi korban kekerasan oleh sekelompok orang. Orang dewasa, perempuan, dan anak-anak turut menjadi korban kekerasan ini. Selanjutnya, lima warga perempuan melaporkan tindak kekerasan di Sukahaji ke polisi. Warga berharap kasus ini diusut tuntas.
Salah satu korban pemukulan, Rela (bukan nama asli) mengatakan dua hari lalu dirinya masih melihat pelaku kekerasan tersebut berkeliaran di Sukahaji. Hal tersebut membuat warga Sukahaji masih dihantui rasa was-was dan takut.
Rela berharap, proses hukum dipercepat. Pasalnya, setiap hari warga harus membagi peran untuk berjaga setiap hari, bahkan hingga suntuk malam. “Kita juga harus tiap hari bergadang karena ketakutan ada sabotase, atau kebakaran,” terangnya. “Jadi kan istilahnya dampaknya besarlah sama kita.”
Dia juga berharap adanya perlindungan kepada warga baik dari aparat kepolisian atau aparatur setempat. “Kayak anak-anak solidaritas dan mahasiswa itu benar-benar ngejaga warga yang bertahan,” tuturnya. Dia tak ingin kejadian kekerasan kembali dialami warga Sukahaji.
Ronal pun berharap agar warga tidak lagi diganggu oleh sekelompok orang untuk mengusik warga yang memilih bertahan di Sukahaji. Dia menegaskan agar laporan warga ini mendapatkan perhatian dari kepolisian.
“Jangan sampai laporan kami yang selama ini sudah sampai (ke meja kepolisian) jangan sampai diabaikan,” tutupnya.

Ketegangan Sosial di Sukahaji
Sebagai wilayah urban, Kelurahan Sukahaji di Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung memiliki gambaran kontras antara potensi kawasan dan kompleksitas permasalahan sosial yang mengakar. Dengan luas wilayah hanya 0,943 kilometer per segi —terkecil di antara enam kelurahan di kecamatan ini— Sukahaji berada di tengah pusaran konflik lahan yang menyeret ratusan kepala keluarga ke dalam ketidakpastian hukum dan sosial.
Warga Suakahaji yang sudah tinggal selama berpuluh-puluh tahun di tanah yang kini menjadi pusat konflik. Konflik tanah bermula ketika jongko-jongko penjual kayu di Sukahaji diklaim oleh Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Klaim lalu melebar ke permukiman padat penduduk pada tahun 2009
Sengketa atas tanah seluas 7,5 hektare ini bukan hanya persoalan legalitas kepemilikan, melainkan juga soal hak tinggal warga yang telah menghuni kawasan itu selama puluhan tahun.
Pihak pengklaim membawa dokumen sertifikat, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), dan bukti pembayaran PBB. Sementara warga yang menempati lahan mempertanyakan keabsahan dokumen-dokumen itu.
Kelurahan Sukahaji merupakan bagian dari Kecamatan Babakan Ciparay, kecamatan dengan kepadatan tertinggi di Kota Bandung. Dengan total luas 7,449 kilometer per segi dan jumlah penduduk mencapai 146.724 jiwa pada 2023, kepadatan penduduk Babakan Ciparay mencapai 19.697 jiwa/km².
Di kawasan ini, Sukahaji yang sempit menampung sekitar 24.376 jiwa—angka yang belum termasuk tambahan sekitar ratusan kepala keluarga yang menghuni lahan sengketa. Ini menunjukkan tekanan luar biasa terhadap ruang hidup dan fasilitas umum yang tersedia.
Kepadatan tinggi ini memunculkan berbagai persoalan sosial, selain konflik lahan. Macet kronis di Jalan Pasirkoja dan Jalan Jamika menjadi bagian dari keseharian warga.
Banjir juga menjadi langganan, terutama di wilayah Pagarsih dan Jalan Situ, akibat penyempitan saluran air. Permasalahan lingkungan diperburuk oleh penumpukan sampah dan minimnya infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai.
Kemiskinan dan Ketimpangan
Tekanan ekonomi turut membentuk wajah sosial Sukahaji. Pada bulan Maret 2024, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) di Kota Bandung mencapai 101,10 ribu orang (3,87 persen). Garis Kemiskinan Kota Bandung pada Maret 2024 sebesar 614.707 rupiah per kapita per bulan [BPS, diakses Rabu, 7 Mei 2025].
Di level kecamatan, Sukahaji mencatat 8.532 warga sebagai penerima zakat fitrah dari total 18.243 pemberi zakat—rasio yang menunjukkan kesenjangan cukup lebar antara warga yang mampu dan mereka yang hidup dalam kekurangan.
Pola serupa juga tercermin dari kondisi hunian. Dari total 4.952 rumah di Sukahaji, sebanyak 280 di antaranya masih berstatus semi-permanen atau tidak permanen. Ini menandakan kerentanan struktural terhadap bencana, kesehatan, dan kualitas hidup. Ditambah dengan sengketa tanah, Sukahaji dikhawatirkan menjadi wilayah krisis kemanusiaan yang mengkhawatirkan.
Baca Juga: Warga Sukahaji Mempertanyakan Keberpihakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi pada Warga Terdampak Sengketa Lahan
Warga Sukahaji Berhak Mendapatkan Perlindungan Hukum dari Polisi, Bukannya Intimidasi
Sukahaji memiliki fasilitas pendidikan yang sangat terbatas. Hanya terdapat tujuh taman kanak-kanak, enam sekolah dasar, dan satu SMP. Tidak tersedia sekolah tingkat SMA atau perguruan tinggi di kelurahan ini. Di sisi lain, data Kecamatan Babakan Ciparay menunjukkan sekitar 25.978 warga belum atau tidak pernah bersekolah, sementara 40.147 hanya sampai tingkat SMA. Artinya, banyak warga menghadapi keterbatasan dalam mengakses pendidikan lanjutan, apalagi dalam kondisi kawasan yang terbelit konflik lahan.
Namun, Sukahaji bukan berarti tidak memiliki potensi. Sukahaji dikenal memiliki kekayaan seni budaya lokal yang aktif di berbagai RW. Mulai dari pencak silat, tari jaipong, marawis, hingga barongsai, menunjukkan adanya energi sosial dan kebudayaan yang besar. Sayangnya, potensi ini sulit berkembang dalam situasi yang tidak stabil, apalagi saat kepastian ruang tinggal warga dipertanyakan.
Dari sisi fasilitas kesehatan, Sukahaji memiliki lima puskesmas dan 21 posyandu. Jumlah ini relatif cukup untuk ukuran kelurahan, namun tidak mencukupi dalam konteks kepadatan tinggi dan beban sosial yang berat.
Masalah kesehatan bayi juga menjadi catatan penting. Antara tahun 2019 hingga 2023, angka bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terus tercatat, meskipun menunjukkan penurunan dari 23 kasus pada 2019 menjadi hanya empat bayi pada 2022. Penurunan ini bisa mencerminkan perbaikan layanan kesehatan, tetapi juga bisa berisiko stagnasi bila tidak disertai perbaikan infrastruktur dan distribusi tenaga medis yang merata. Pembiaran terhadap BBLR akan melahirkan bayi stunting.

Tatanan Sosial dan Keberpihakan
Komposisi profesi warga Sukahaji menunjukkan keragaman, namun juga memperlihatkan dominasi sektor informal dan swasta. Tercatat 3.576 pegawai negeri, 3.444 anggota TNI/POLRI, dan 3.073 dokter berdomisili di kelurahan ini. Namun demikian, keberadaan 2.882 pedagang, 1.979 tukang kayu, 1.933 sopir, wiraswasta 1.008, buruh 1.585 mengindikasikan tingginya ketergantungan terhadap sektor swasta dan nonformal. Posisi mereka bisa sangat rentan terhadap perubahan kebijakan tata ruang, termasuk dalam kasus penggusuran atau pengalihan fungsi lahan.
Sengketa tanah yang kini mencuat berpotensi mengguncang seluruh tatanan sosial Sukahaji. Bukan hanya soal kehilangan tempat tinggal, tetapi juga hilangnya jaringan ekonomi, akses terhadap fasilitas publik, serta mencerabut kehidupan komunal yang selama ini terbangun di sana.
Dengan latar belakang konflik agraria yang masih menggantung, Sukahaji berada di persimpangan jalan antara potensi dan keterpurukan. Di satu sisi, kelurahan ini memiliki kekuatan budaya dan energi sosial yang bisa diandalkan. Di sisi lain, ketimpangan akses terhadap lahan, pendidikan, dan pelayanan dasar menjadi batu sandungan serius.
Kondisi ini menuntut perhatian struktural dari pemerintah kota dan lembaga penegak hukum agar tidak hanya menyelesaikan sengketa secara legal-formal, tetapi juga memastikan hak-hak sosial warga dilindungi.
Sengketa tanah di Sukahaji bukan hanya perkara dokumen, tetapi cermin dari wajah ketimpangan tata ruang dan ketidakadilan dalam pengelolaan kota. Selama persoalan ini belum diselesaikan dengan cara yang adil dan partisipatif, Sukahaji akan tetap menjadi simbol dari krisis kota yang gagal menata ruang dengan berpihak pada warganya.
*Reportase Yopi Muharam ini mendapatkan dukungan data yang diolah dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Bandung 2023, Kecamatan Babakan Ciparay Dalam Angka 2024; Dokumen Kota Bandung Dalam Angka 2023; dan Profil dan Tipologikelurahan Sukahajikecamatan Babakan Ciparaykota Bandung 2022