• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG (36): Seorang Penjual Batagor, Relokasi, dan Vaksinasi Covid-19

CERITA ORANG BANDUNG (36): Seorang Penjual Batagor, Relokasi, dan Vaksinasi Covid-19

Elin (35) meneruskan usaha berjualan batagor orang tuanya di lingkungan sebuah sekolah swasta di daerah Cisitu Baru, Coblong, Kota Bandung. Pandemi memberinya ujian.

Elin (35) ditemui di lokasi berjualan batagor di daerah Cisitu Baru, Coblong, Kota Bandung, akhir Oktober 2021. Pekerjaan yang diwarisi dari orang tuanya ini sudah dilakoni Elin sejak 10 tahun lalu. (Foto: Putra Wahyy Purnomo/BandungBergerak.id)

Penulis Putra Wahyu Purnomo25 Oktober 2021


BandungBergerak.id - Kemauan untuk mandiri membawa Elin, 35 tahun, mengadu nasib ke Kota Bandung. Masih dengan alasan yang sama, perempuan asal Garut itu bertahan di kota ini ketika pandemi Covid-19 masih berkecamuk.

Sehari-hari Elin bersama suami berjualan batagor dan somay di lingkungan salah satu sekolah swasta di daerah Cisitu Baru, Coblong, Kota Bandung. Sudah sepuluh tahun keduanya melakoni usaha itu.

Berdagang bukan hal baru bagi Elin. Sejak kecil ia sering bepergian ke Kota Bandung membantu orang tuanya berjualan. Usaha itulah yang kini diteruskannya bersama sang suami, ditemani anak bungsunya yang masih berumur lima tahun.

“Ke Bandung mah dari kecil, ikut-ikut orang tua dulunya. Jadi ngontrak kan per bulan di sini. Sekarang mah orang tua di kampung, saya yang nerusin,” ujar Elin yang bersama keluarganya mengontrak rumah di kawasan Cisitu Indah Dalam, akhir Oktober 2021.

Orang tua Elin tidak meminta anaknya itu untuk meneruskan usaha yang diakrabinya sedari kecil tersebut. Keinginan untuk mandiri dan memiliki usaha sendiri yang membuat Elin memilih melanjutkan usaha itu. Sebelumnya, dia sempat bekerja sebagai karyawan toko di kawasan Cihampelas.

"Kalau sekarang usaha mah mengembangkan bakat, bakat ku butuh tea," ujarnya.

Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu memaksa Elin bersama keluarganya pulang kampung. Roda ekonomi mandek saat segala aktivitas warga kota terhenti di awal pandemi. Pedagang kecil seperti Elin merasakan betul imbasnya.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (35): Jalan Panjang Sang Pawang Gajah
CERITA ORANG BANDUNG (34): Keluarga Risma di Dunia Skateboard
CERITA ORANG BANDUNG (33): Nana, Jual Jeruk Peras Berbekal Ilmu Ikhlas

Relokasi Sementara

Ketika pemerintah menggulirkan kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas, harapan Elin kembali tumbuh. Bersama keluarganya, dia kembali ke Kota Bandung untuk memulai lagi usahanya berjualan tepat di depan gedung sekolah.

Baru seminggu berjualan lagi, Elin dan rekan-rekan pedagangnya diminta pindah sementara oleh pengelola sekolah. Keberadaan para pedagang dikhawatirkan akan membawa masalah bagi sekolah jika aparat pemerintah melakukan sidak (inspeksi mendadak) pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Elin dan rekan-rekannya pun menjauh dari gerbang sekolah.  

"Kalau pihak sekolah mah sebenernya ngijinin dari yayasannya mah gak apa-apa. Cuman katanya mau ada sidak dari kecamatan gitu, dari Dinas gitu, katanya," ujar sang penjual batagor.

Elin mengaku hanya bisa pasrah. Bersama para pedagang senasib, dia pindah menggelar lapak dagangannya ke depan gerbang Masjid Al Falah, yang jaraknya sekitar seratus meter dari sekolah.

"Ya gimana ya, serba salah. Mau ngebantah, ngebandel, bisi nanti takutnya sekolahnya bisi ditutup lagi gitu kan. Ya nurutin dulu weh,” ujar Elin.

Pindah lokasi berjualan, Elin menderita penurunan pendapatan. Di lokasi lama, dia sudah memiliki beberapa pelanggan. Orang sudah mengenal dagangannya. Di tempat baru, tidak lagi sibuk menggoreng adonan batagor dan melayani pembeli, Elin justru lebih banyak berdiam menunggu pembeli.

Elin kembali berjualan batagor setelah pemerintah membolehkan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Sebelumnya selama berbulan-bulan pandemi Covid-19, dia dan keluarganya pulang ke kampung halaman di Garut. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)
Elin kembali berjualan batagor setelah pemerintah membolehkan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Sebelumnya selama berbulan-bulan pandemi Covid-19, dia dan keluarganya pulang ke kampung halaman di Garut. (Foto: Putra Wahyu Purnomo/BandungBergerak.id)

Nihil Bansos dan Layanan Vaksinasi

Selama pandemi, pemerintah berkali-kali membagikan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat terdampak. Elin tentu saja termasuk mereka yang terpukul oleh pagebluk. Pendapatannya tergerus, bahkan hilang sama sekali selama beberapa bulan pertama wabah

Sama seperti orang kebanyakan, Elin pun berharap bisa memperoleh bantuan dari pemerintah. Namun, apa yang dia harapkan tidak pernah datang.  

"Di kampung juga kan banyak ya orang tuh suka dikasih, apa teh namanya, bantuan kayak BLT atau sembako kayak gitu. Ga ada ke saya atau orang tua saya mah," ujarnya.

Tidak mendapat bantuan sama sekali selama pandemi tidak mengecilkan hati Elin. Dia terus bekerja dan berusaha lebih keras lagi agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, Elin juga merasa pemerintah mestinya bisa berbuat lebih banyak dalam penanganan pagebluk. Permintaan agar masyarakat beraktivitas di rumah saja seharusnya dibarengi dengan jaminan kesejahteraan yang merata sehingga pedagang kecil seperti dirinya bisa tenang walaupun tidak berdagang. 

"Kalau dikasih jaminan dari pemerintah mah mau (tinggal di rumah). Misal, nih uang, jangan kerja, jangan berkerumun, jangan jualan, gitu," ujar Elin.

Dalam program vaksinasi Covid-19, hak Elin juga belum terlayani sepenuhnya. Dia mendapatkan suntikan dosis pertama ketika pulang kampung di Garut. Namun hingga saat ini, Elin belum mnerima suntikan dosis kedua. Tidak ada kabar dari para pengurus lingkungan tempat dia tinggal.

"Apalagi di kontrakkan ya di sini. Biasa ah ga ada harus suruh vaksin gitu-gitu, da engga," ujarnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//