• Cerita
  • CERITA ORANG BANDUNG #65: Kesetiaan Nce di Warung Kopi

CERITA ORANG BANDUNG #65: Kesetiaan Nce di Warung Kopi

Ace Suryadi, atau Nce, menggantungkan penghasilan dari warung kopi keluarga di pinggir Terminal Ledeng yang dibuka sejak 1985 lalu. Setia, meski tak seramai dulu.

Ace Suryadi, atau Nce, selama puluhan tahun mengandalkan penghasilan dari warung kopi keluarga di pinggir Terminal Ledeng, Kota Bandung, .Sabtu (29/4/2022) petang. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya8 Mei 2023


BandungBergerak.id - Suara kendaraan riuh terdengar dari jalan utama Dr. Setiabudi, Kota Bandung, Sabtu (29/4/2022) sore. Masih dalam suasana libur lebaran, wisatawan dari dalam dan luar Bandung berbondong memadati kawasan Lembang. Kendaraan, baik itu roda dua maupun roda empat, berjalan lambat, mengantre menuju ke utara.

Pemandangan hiruk-pikuk demikian terlihat samar dari sebuah warung kopi sederhana di pinggir Terminal Ledeng. Duduk di kursi depan warung kopinya, Ace Suryadi (47 tahun) setia menanti pelanggan. Sepi. Masakan rumahan yang tersaji di dalam lemari kaca belum banyak disentuh.

Menjelang matahari terbenam, pelanggan tak kunjung datang. Nce, demikian si pemilik warung kopi biasa disapa, masuk ke dalam ruangan berukuran 2x3 meter. Sambil duduk bersolonjor di kursi plastik, ia sesekali menyimak informasi kemacetan arus balik lebaran yang terjadi di layar televisi.

“Sepi ayeuna mah, belum pada ke sini mahasiswa mah. Senin masih tanggal merah (Hari Buruh) soalnya,” kata Nce.

Sejak tahun 1985, ketika Terminal Ledeng belum beroperasi, warung kopi milik keluarga Nce sudah berdiri. Ia hafal betul, hari-hari setelah lebaran seperti ini warungnya bakal lebih sepi dari biasanya. Para pelanggannya masih berada di kampung halaman.

Namun, Nce juga merasakan bagaimana di hari-hari biasa pun jumlah pelanggan warungnya semakin berkurang dalam beberapa tahun belakangan. Salah satu penyebabnya adalah tutupnya trayek Damri Ledeng - Leuwi Panjang sejak akhir tahun 2021 lalu.

“Dulu mah model penumpang juga nongkrongnya di dieu,” keluh Nce. “Rubah pisan.”

Bertani dan Berbisnis Jual-Beli Rumah

Nce bukan orang Bandung asli. Ia berasal dari Sumedang. Baru selepas lulus SMP, Nce pindah ke Ledeng mengikuti orangtuanya. Di Ledeng ini pulalah kemudian Nce dan keluarga mendirikan sebuah warung kopi. Berbagai jenis makanan, baik berat maupun ringan, serta aneka minuman tersedia di sini.

Ledeng yang dulu tak sama seperti sekarang. Dulu, Ledeng masih menjadi tempat yang rawan. Orang mabuk-mabukan dan saling berkelahi dengan mudah dijumpai. Bukan sekali dua kali Nce dimintai uang secara paksa (dipalak).

“Ah geus macem-macemlah, segala bentuk kejahatan. Lieur dicaritakeun mah,” ujar Nce dengan antusias.

Di Bandung, Nce sempat melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Namun, di tengah jalan ia memutuskan berhenti. Alasannya, kala itu Nce sudah tahu cara mencari uang. Ia memilih untuk menggarap secara serius usaha warung kopi milik orangtuanya ini.

Teu jelas sih, teu boga cita-cita. Nu penting dagang we, usaha,” jawab Nce sambil tertawa ketika ditanyai cita-cita masa kecilnya.

Selain warung kopi, Nce sempat menjajal pekerjaan-pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan. Bertani dan berbisnis jual-beli rumah sempat ia geluti. Namun, Nce merasa bahwa ia lebih ‘berbakat’ berjualan di warung kopi ketimbang menggeluti pekerjaan-pekerjaan lainnya.

“Meski kecil, yang penting berkah,” tuturnya.

Suasana warung kopi keluarga Nce yang telah berdiri sejak tahun 1985 di pinggir Terminal Ledeng, Kota Bandung, .Sabtu (29/4/2022) petang. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Suasana warung kopi keluarga Nce yang telah berdiri sejak tahun 1985 di pinggir Terminal Ledeng, Kota Bandung, .Sabtu (29/4/2022) petang. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Suka Duka Berjualan

Azan magrib mulai berkumandang. Nce bersiap berangkat ke masjid. Pekerjaan menunggui warung digantikan sementara oleh Dede (37 tahun), istrinya. Keduanya dianugerahi tiga orang anak.

Satu dua pelanggan mulai singgah. Sekadar bersilatuhrami, berbasa-basi, ataupun memesan secangkir kopi.

Bagi banyak orang, Nce dikenal sebagai pribadi yang hangat. Selepas menjalankan sembahyang, ia segera menyapa pelanggannya, bertanya seputar kabar dan kesibukan akhir-akhir ini. Tak jarang mereka yang dulunya berlangganan sebagai mahasiswa, kembali mampir ke warung kopi Nce jauh setelah lulus.

“Kadang-kadang apal, ngan hilap deui namana. Anu nembe teh pelanggan dulu (mahasiswa),” kata Nce.

Selama berjualan, Nce mengaku beberapa kali mendapat musibah. Uang pendapatan yang disimpan di laci toko sempat beberapa kali dicuri ketika ia sedang meladeni pelanggan. Selain itu, warung kopi ini juga sempat hampir ludes terbakar gara-gara kompor yang meledak.

“Sampai kebakar juga ini (rambut), gas bocor,” lagi-lagi Nce tertawa.

Mengingat masa pandemi Covid-19 adalah hal yang berat bagi Nce. Situasi serba sulit. Warung kopinya sempat tutup selama satu bulan di masa awal pagebluk. Kebijakan pemerintah yang meminta warganya tinggal di rumah membuat tak ada satupun pelanggan yang berani mampir ke warung.

Aya keur makan mah, pas. Ngan pas-pasan we keur tuang hungkul. Ai keur babayar mah mentok we,” tutur Nce.

Bak terjatuh tertimpa tangga. Masih dalam hantaman pagebluk, situasi kian parah ketika trayek Damri Ledeng – Leuwi Panjang berhenti beroperasi per Oktober 2021. Tidak ada lagi penumpang bus yang singgah di warung kopi milik Nce.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #64: Empat Puluh Tahun Aah Asia Berjualan Tahu Tempe
CERITA ORANG BANDUNG #63: Kisah Pak Ogah yang Bertahan di Belantara Kemacetan Bandung
CERITA ORANG BANDUNG #62: Elis dan Berasnya

Harapan demi Harapan

Semakin malam, satu persatu pelanggan mulai berdatangan. Saluran televisi dialihkan ke pertandingan semifinal Badminton Asia Championship 2023, sesuai permintaan mereka. Beberapa dari pengunjung itu adalah mahasiswa. Sisanya penumpang dan sopir angkot yang baru singgah. Setelah trayek Damri ditutup, mereka inilah yang jadi harapan Nce untuk melarisi warungnya.

Sambil melayani pembeli, Nce mengaku bersyukur atas apa yang dimilikinya hari ini. Namun, terselip juga keinginan untuk memajukan usahanya miliknya. Kalau bisa sampai memiliki cabang.

“Kalau nurutin nafsu mah pasti (buruk) lah,” ucapnya. “Ayeuna mah minta berkah lah, meskipun kecil jiga nu dijalani ayeuna.”

Melalui usaha sederhananya ini, Nce berjuang menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Si sulung sedang mempersiapkan diri masuk ke perguruan tinggi. Nce berharap ia bisa berkuliah di kampus negeri agar biaya yang harus dibayarkan tidak terlampau tinggi.

Kawasan Ledeng hari ini boleh jadi tidak lagi seramai dulu, tapi senyum terus terkembang di bibir Nce. Sejak Senin sampai Sabtu, mulai pukul delapan pagi sampai setengah sebelas malam, di pinggir Terminal Ledeng, ia setia menanti kedatangan para pelanggan.

Hayang cara deui baheula, wallohualam teu apal,” tuturnya. Hanya sekedar berharap hungkul.”

Lalu Nce terdiam beberapa saat.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//