Landraad, Lembaga Pengadilan di Bandung Tempo Dulu #2
Bangunan Landraad yang kini dikenal sebagai Gedung Indonesia Menggugat di Jalan Perintis Kemerdekaan Bandung sejak awal diperuntukkan sebagai tempat pengadilan.
Dewi Diana Saraswati
Penikmat sejarah Kota Bandung. Tergabung dalam beberapa komunitas, seperti Braga Heritage, Sahabat Heritage Indonesia, dan Heritage Lover.
10 Mei 2023
BandungBergerak.id – Bangunan yang sekarang dikenal sebagai Gedung Indonesia Menggugat oleh masyarakat Bandung saat ini diketahui dahulunya merupakan sebuah tempat tinggal sebelum dijadikan tempat pengadilan pribumi atau Landraad. Benarkah demikian?
Pengadilan pribumi atau Landraad di kota Bandung pada awalnya dilakukan di sebuah tempat yang bernama Bale Bandung yang terletak di sebelah selatan alun-alun. Seiring dengan perkembangan Kota Bandung, tempat pengadilan beberapa kali pindah ke bangunan yang khusus dibangun sebagai tempat persidangan. Dari Bale Bandung, pada tahun 1898, tempat persidangan pernah pindah ke sebuah bangunan yang terletak di pinggir Grootepostweg, berhadapan dengan Hotel Preanger yang saat itu masih bernama Hotel Thiem. Tidak lama kemudian, pada tahun 1905 Landraad Bandung kembali pindah ke sebuah bangunan yang berlokasi di sebelah barat Protestantsche kerk atau yang sekarang lebih dikenal dengan nama Gereja Bethel. Bangunan Landraad yang baru ini dibangun berdasarkan Gouvernementsbesluit 28 Juli 1903 no.30 dan diperkirakan selesai pada awal tahun 1905.
Berdasarkan Verslag B. O. W. 1904, kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana bangunan Landraad ini dibangun pada awalnya. Pada bangunan Landraad yang baru ini terdapat kantor untuk ketua pengadilan, ruang panitera, ruang staf, ruang arsip, ruang sidang, gudang, dan toilet. Sebuah ruangan luas yang berada di bagian depan diperuntukkan bagi saksi yang berasal dari golongan Eropa. Sedangkan bagi warga pribumi yang datang ke pengadilan tidak ditempatkan di ruangan yang sama dengan golongan Eropa, melainkan di sebuah bangunan tambahan berbahan kayu yang dihubungkan oleh koridor tertutup.
Bangunan utama mempunyai luas 305 meter persegi sedangkan bangunan tambahan mempunyai luas 62 meter persegi, sehingga Landraad Bandung yang baru ini mempunyai total luas 367 meter persegi. Untuk bahan bangunannya menggunakan batuan kali sebagai fondasi, batu bata yang dikapur sebagai dinding, lantai menggunakan ubin semen portland, dan atap menggunakan genteng. Total bangunan Landraad ini menghabiskan biaya sebesar 8.591 Gulden.
Baca Juga: Landraad, Lembaga Pengadilan di Bandung Tempo Dulu #1
Bale Bandung, Pasebannya Kota Bandung
Pameran 80 Buku tentang Sukarno di Gedung Indonesia Menggugat
“Residentiegerecht-Landraad”
Peresmian bangunan Landraad Bandung yang baru ini dilakukan oleh Bupati Bandung R. A. A. Martanegara, pada pagi hari pada tanggal 1 Februari 1905 dengan pesta yang meriah. Selain halaman yang didekorasi dengan bendera-bendera, hiburan wayang dan gamelan juga turut digelar. Selain itu terdapat juga jamuan untuk kepala adat dan pemuka agama (Preanger Bode, 01-02-1905).
Sebuah foto yang bersumber dari KITLV memperlihatkan situasi ketika Landraad tersebut diresmikan. Terdapat hal yang menarik pada foto tersebut, yaitu adanya tulisan “Residentiegerecht-Landraad” pada bagian atas pintu masuk. Residentiegerecht sendiri dibentuk atas dasar Reglement op de Rechterlijke Organisatie (RO) tahun 1847, merupakan salah satu dari jenis peradilan Eropa, yang keberadaannya terdapat di setiap Landraad. Terdapat 80 buah Residentiegerechten di Jawa-Madura dengan wilayah hukum yang sama dengan dengan wilayah hukum Landraad yang bersangkutan (Koerniatmanto Soetoprawiro, “Susunan dan Kedudukan Pemerintahan Pusat, Pemerintahan di Daerah, serta Peradilan pada masa Hindia Belanda”, 2018:88).
Keberadaan Residentiegerecht di Bandung ini diperkirakan bersamaan dengan pindahnya Residen ke Bandung pada tahun 1864, hal ini dikarenakan sebuah Residentiegerecht hanya dibentuk di kota-kota tempat kedudukan Residen, dan dalam persidangannya harus dipimpin oleh Residen itu sendiri. Hal ini dikarenakan Residentiegerecht secara eksklusif memeriksa dan memutus perkara orang Eropa yang bersifat ringan dan sederhana, baik perdata maupun pidana. Sehingga untuk mengadili perkara orang Eropa tersebut, persidangan hanya bisa dilakukan oleh orang Eropa pula, dalam hal ini adalah Residen. Meski Residentiegerecht dan Landraad berada di tempat yang sama, secara institusi Residentiegerecht yang menangani kasus orang Eropa terpisah dari Landraad yang mengurusi kasus pribumi (Komisi Yudisial Republik Indonesia. Putih Hitam Pengadilan Khusus, 2013).
Seiring meningkatnya perkembangan Kota Bandung, angka kejahatan juga turut meningkat. Tercatat dalam Laporan Reorganisasi Kepolisian di jawa dan Madoera (Rapport Reorganisatie van het politiewezen op java en Madoera, 1908), selama tahun 1906 Landraad Bandung menerima sebanyak 125 kasus. Ini angka yang cukup tinggi yang terjadi dalam satu wilayah pada saat itu, sehingga untuk mengimbangi tingginya angka kasus yang ditangani, Bangunan Residentiegerecht dan Landraad ini kemudian direnovasi berdasarkan Surat Izin Perluasan Bangunan 18 September 1917. Renovasi ini juga memberikan tambahan tiga kamar, satu koridor tertutup, tiga toilet dan garasi mobil di samping kiri bangunan dengan lantai kerikil. Talang drainase juga turut ditambahkan, Renovasi ini secara keseluruhan memakan biaya kurang lebih sebesar 13.241,33 Gulden (Verslag B. O. W., 1918).
Landraad Awalnya Merupakan Rumah Tinggal?
Dari penuturan di atas kita bisa mengetahui bahwa bangunan Landraad yang berada di Landraadweg atau yang saat ini menjadi Jalan Perintis Kemerdekaan, sejak awal pembangunannya memang diperuntukkan sebagai tempat pengadilan, bukan sebagai rumah tinggal seperti informasi yang berkembang di masyarakat saat ini. Ada beberapa dugaan terkait kenapa hal ini bisa terjadi. Sebagai awalnya, perlu kita mengingat bahwa gedung pengadilan dibangun oleh Burgerlijke OpenBare Werken (B. O. W.) yang khusus membangun gedung-gedung pemerintah. Dalam membangun gedung-gedung pemerintah tersebut B. O. W. selalu mempunyai pakem dan aturan tersendiri. Seperti halnya penjara-penjara yang dibangun oleh B. O. W. di seluruh Hindia Belanda untuk kurun waktu tertentu mempunyai pakem atau aturan yang sama mengenai garis besar desain, peruntukan ruangan, maupun ukuran sel atau tembok penjara.
Dari sini kita bisa mengambil pemikiran, seperti halnya penjara, B. O. W. juga akan membangun tempat pengadilan yang baru tidak jauh berbeda dengan tempat pengadilan yang telah ada sebelumnya, sesuai aturan yang mereka pegang.
Sekarang, mari kita lihat kantor pengadilan (Landraadzaal) sebelumnya yang berlokasi di Grootepostweg, yang juga telah dibangun oleh B. O. W.. Dalam laporan B. O. W. 1898 dijelaskan bahwa di sepanjang bagian luar bangunan pengadilan tersebut terdapat kanopi yang terbuat dari seng. Hal yang sama juga bisa kita lihat pada bangunan Landraad yang baru. Selain kesamaan berupa adanya kanopi yang menaungi bagian luar bangunan, kedua bangunan Landraad ini juga mempunyai bentuk atap yang sama.
Pada Landraadzaal Bandung selain terdapat ruang pengadilan juga terdapat dua bangunan tambahan di belakangnya yang berfungsi sebagai rumah tinggal pegawai pengadilan. Pada Landraad yang baru, tempat tinggal pegawai pengadilan ini diberikan ketika renovasi tahun 1917. Sehingga, besar kemungkinan dari adanya tempat tinggal bagi pegawai pengadilan yang menjadi satu dengan gedung pengadilan inilah keluar anggapan di masyarakat yang menganggap bahwa Landraad Bandung dahulunya merupakan sebuah rumah tinggal.
Pada masa pendudukan Jepang, bangunan Landraad Bandung pernah dijadikan sebagai rumah sakit darurat perang yang setelah Indonesia merdeka menjadi kantor Palang Merah Indonesia (PMI) pada tahun 1947-1949, dan menjadi kantor KPP pusat dari tahun 1949-1953.
Diambil dari keterangan pada display yang saat ini terdapat di Gedung Indonesia Menggugat, dijelaskan bahwa bangunan ex-Landraad setelahnya juga pernah menjadi kantor Perjalanan dan Kas Otonom sebagai bagian Keuangan Sekretariat Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut terjadi pada tahun 1952-1970, ketika kantor Pemerintahan Provinsi Jawa Barat belum pindah ke Gedung Sate dan masih berada di Gedung Kerta Mukti (sekarang menjadi kantor Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat).
Bangunan ex-landraad juga pernah menjadi kantor Bidang Metrologi (Jawatan Tera) di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. Setelah bidang Metrologi meninggalkan bangunan ini pada tahun 2003 dilakukanlah pemugaran yang berlangsung sampai tahun 2006. Atas usulan pemrakarsa pemugaran gedung, Letjen (Purn.) Mashudi yang merupakan Gubernur Jawa Barat periode 1960-1970, gedung ex-Landraad kemudian diubah namanya menjadi Gedung Indonesia Menggugat. Penamaan bangunan ini sendiri merujuk pada pledoi Bung Karno, “Indonesia Menggugat” yang dibacakan di gedung tersebut pada tahun 1930. Saat ini Gedung Indonesia Menggugat telah menjadi Bangunan Cagar Budaya Kota Bandung golongan A.