Pameran 80 Buku tentang Sukarno di Gedung Indonesia Menggugat
Komunitas di Bandung merawat peran dan pemikiran Sukarno melalui Pameran Buku Bung Karno. Pameran dilakukan di gedung bekas Bung Besar diadili Belanda.
Penulis Reza Khoerul Iman7 Juni 2022
BandungBergerak.id - Sejarah mencatat pada 121 tahun lalu, tepatnya pada 6 Juni 1901 di Surabaya, lahir seorang anak bernama Koesno Sosrodihardjo dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Koesno Sosrodihardjo kelak akan dikenal sebagai Bung Karno yang merupakan salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dan berperan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sudah setengah abad lebih, atau tepatnya pada 21 Juni 1970, Bung Karno telah meninggalkan tanah yang ia perjuangkan untuk selamanya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta ketika menginjak usia 69 tahun. Meski demikian, hingga hari ini catatan, kisah, potret, dan pemikiran Bung Karno masih hadir di seluruh penjuru tanah air dan dibaca oleh berbagai kalangan. Itulah yang membuatnya abadi.
Oleh karenanya dalam memperingati hari lahir Bung Karno dan upaya merawat ingatannya, Gedung Indonesia Menggugat bekerja sama dengan berbagai komunitas di Kota Bandung menggelar acara Peringatan Hari Lahir Bung Karno dan Pameran Buku Bung Karno di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Perintis Kemerdekaan No 5 Bandung.
Pameran Buku Bung Karno berlangsung dari tanggal 6 Juni dan berakhir pada 11 Juni. Para pengunjung dapat dengan leluasa melihat dan membaca 80 buku Pidato, Reportase, Roman, Autobiografi dan Biografi Terbitan 1950-2017 tentang Bung Karno. Pameran tersebut dibuka secara umum dan gratis dari pukul 09.00-15.00 WIB.
“Peringatan hari lahir Bung Karno merupakan kegiatan rutin tahunan yang diadakan Gedung Indonesia Menggugat. Uniknya dari peringatan kelahiran Bung Karno tahun ini itu ada pameran buku Bung Karnonya. Sebanyak 80 buku yang berkaitan dengan Bung Karno itu semuanya milik Mataholang Officieel,” ucap ketua panitia pameran, Dede Ahmad (30), kepada BandungBergerak.id.
Dede menginginkan acara peringatan hari lahir Bung Karno tahun ini tidak hanya diisi dengan acara yang sifatnya seremonial semata. Hingga akhirnya Dede bekerja sama dengan beberapa komunitas literasi dan seni di Kota Bandung sehingga acara tersebut dimeriahkan oleh rangkaian kegiatan seni dan pembukaan perpustakaan Bung Karno.
“Lewat kegiatan ini diharapkan banyak orang yang semakin mengenal putra sang fajar dan spirit perjuangannya. Saya harap ke depannya kegiatan di Gedung Indonesia Menggugat juga tidak hanya terjadi ketika ada acara tahunan saja, tapi juga ada kawan komunitas yang berkolaborasi dengan kami buat menggunakan gedung ini untuk kegiatannya dan memperkenalkan gedung ini dan Bung Karno kepada masyarakat umum,” tutur Dede.
Baca Juga: SUARA SETARA: Feminisme dan Hak Pendidikan di Indonesia
Pemkot Bandung Ingin Meloncat ke Kota Layak Anak Kategori Utama
Sukarno dan Bandung sebagai Kota Pemuda
Sukarno dan Bandung
“Bung Karno ini sesosok tokoh yang sering saya dengar namanya dari kakek dan nenek saya. Bung Karno ini orang yang alot pidato, satu dua jam rakyat bisa tidak berhenti mendengar dan ingin pidatonya lebih panjang lagi. Dari para orang tua ketika berbincang yang saya dengar adalah cerita tentang kehebatan Bung Karno. Saya kira inilah bentuk sempurna dari orang yang dikatakan berumur panjang,” tutur Ketua Karang Taruna Bandung, Andri Gunawan pada saat pembukaan.
Sejarah mencatat bahwa keterikatan Sukarno dengan Kota Bandung cukup kuat hubungannya. Semenjak Soekarno muda menginjakkan kakinya di Kota Bandung pada Juni 1921 untuk melanjutkan pendidikan ke Technische Hooge School (kini ITB), seketika itu ia jatuh cinta pada kota ini.
Setidaknya sekitar 14 tahun lamanya Sukarno muda memiliki keterikatan kuat dengan Kota Bandung. Di kota ini Sukarno menempuh pendidikannya dan melahirkan rekam jejak arsitekturnya, ia juga membangun keluarga baru dengan Inggit Garnasih setelah bercerai dengan Putri Tjokroaminoto, Utari.
Selain itu Sukarno muda juga banyak melahirkan pemikiran penting di Kota Bandung, saksinya adalah satu sel beukuran 1x2 meter di Penjara Banceuy di mana pledoinya yang berjudul Indonesia Menggugat dibuatnya selama mendekam di sana, dan Landraad atau gedung pengadilan (kini Gedung Indonesia Menggugat), tempat di mana Sukarno membacakan pledoinya saat diadili pemerintah Belanda.
Kuatnya hubungan Sukarno dengan Bandung membuat sejumlah warga Bandung mengenal sosoknya. Mereka mengagumi sesosok Bung Karno, melanjutkan spirit perjuangannya, dan membaca semua catatan, pemikiran, dan kisahnya. Meski Sang Proklamator telah tiada, sejatinya mereka meyakini bahwa ia ada, yakni melalui semua pemikiran yang telah ia lahirkan.