• Berita
  • Buntut dari Kasus Sel Nyaman, Ombudsman Jawa Barat Mendorong Rutan dan Lapas di Jawa Barat Memperkuat Pengawasan Internal

Buntut dari Kasus Sel Nyaman, Ombudsman Jawa Barat Mendorong Rutan dan Lapas di Jawa Barat Memperkuat Pengawasan Internal

Ombudsman Jawa Barat berharap rutan dan lapas di Jawa Barat mampu membangun sistem pengaduan yang kokoh. Tidak menunggu kasus viral lalu ditangani.

Lapas Perempuan Sukamiskin, Bandung, (15/4/2021). Lapas di Indonesia kelebihan kapasitas karena banyaknya tindak pidana ringan yang dihukum penjara. (Foto Ilustrasi: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul10 Mei 2023


BandungBergerak.idOmbudsman Jawa Barat mendorong Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat untuk memperkuat pengawasan internal dan perbaikan layanan pengaduan secara berlanjut. Dorongan ini dilakukan menyusul viralnya sel nyaman Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Bandung (Rutan Kebonwaru) akhir April lalu. Ombudsman Jabar mengingatkan agar kasus sel nyaman di Rutan Kebonwaru tidak terulang kembali.

Kasus sel nyaman, sel istimewa, atau bahkan sel mewah sendiri bukan hal baru. Sel berfasilitas istimewa di dalam rutan/lapas tidak dapat dilepaskan dari adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum.

Untuk membahas masalah di rutan maupun lapas, Kepala Ombudsman Jabar Dan Satriana mengatakan pihaknya telah melakukan pertemuan dan kunjungan bersama Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Jawa Barat dan Kepala Rutan Kelas I Bandung, Senin (8/5/2023). Pada pertemuan tersebut Ombudsman Jawa Barat mengapresiasi penertiban sel nyaman yang segera dilakukan oleh pihak Rutan Kelas I Bandung dan Kemenkum HAM Jabar.

"Tetapi kami juga melihat ini ada potensi kemungkinan adanya penyelenggaraan layanan publik yang tidak sesuai dengan prosedur. Jadi kami tidak mempermasalahkan lagi soal waktunya, tapi ada pengakuannya, ada perbaikan yang kami apresiasi dan mendorong potensi itu tidak terulang lagi," ungkap Dan Satriana kepada BandungBergerak.id melalui sambungan telepon, Selasa (9/5/2023) malam.

Memang tidak bisa dipungkiri, lanjut Dan, adanya keterbatasan personel maupun sarana untuk mengawasi sekitar 1.800an tahanan yang ada di Rutan Kebonwaru. Personel rutan dan fasilitas penunjangnya seperti CCTV belum tentu bisa menjangkau pengawasan di seluruh di area. Maka dari itu, Ombudsman Jawa Barat mendorong dan akan mendampingi upaya perbaikan SOP (standar operasional prosedur) dan meningkatkan penerapannya bagi petugas dan memperkuat pengawasan internal secara berjenjang.

Dan menyebutkan sebelum diawasi oleh orang luar, seharusnya pengawasan rutan secara internal bisa berjalan dengan lebih ketat. Poin kedua yang diharapkan dilakukan oleh Kemenkumham adalah memperbaiki pengelolaan pengaduan terhadap kegiatan yang terindikasi pelanggaran disiplin maupun aspirasi dan kritik terkait pelayanan publik di lingkup Kanwil Kemenkumham Jabar, terkhusus di lembaga pemasyarakatan (Lapas) atau rutan.

"Jangan sampai menunggu viral baru kemudian kita bereaksi. Jadi seharusnya dibuka saluran-saluran pengaduan sehingga masyarakat maupun warga binaan itu bisa mengadukan terlebih dahulu kepada internal daripada kepada pihak eksternal," tambah Dan.

Ombudsman Jawa Barat juga menyebutkan Kanwil Jabar maupun pihak rutan dan lapas agar memanfaatan teknologi dan komunikasi digital dalam pelayanan publik dan pengelolaan pengaduan. Dengan bantuan teknologi, mereka semestinya juga bisa mengembangkan pelayanan khusus bagi warga binaan berkebutuhan khusus dan lanjut usia.

Menurut Dan, pelayanan kepada tahanan yang berkebutuhan khusus dan lanjut usia tidak bisa disamakan seluruhnya dengan warga binaan yang biasa. Adapun pelayanan tambahan yang harus menjadi perhatian adalah tentang kesehatan. Sebab, pembinaan tujuannya bukan untuk menyengsarakan, tapi untuk mempertahankan standar hidup kemanusiaan sambil dilakukan pembinaan agar warga binaan yang sudah bebas nantinya tidak kembali lagi ke penjara.

Dan menyebutkan Ombudsman Jawa Barat akan menjalin kerja sama lebih erat dengan Kanwil Jabar dan Rutan Kebonwaru. Menurutnya, kerja sama antara Ombudsman dan Kemenkumham memang sudah berlangsung sejak lama. Namun kasus ini menjadi momentum untuk memperkuat kerja sama. Salah satu bentuk kerja sama ini adalah meningkatkan standar pelayanan dan standar pengelolaan pengaduan di lapas dan di rutan.

"Hal-hal seperti ini jangan dilihat reaksional tapi sebagai momentum untuk perbaikan yang lebih permanen, perbaikan yang lebih panjang dan menyeluruh," tegas Dan.

Baca Juga: Film Invisible Hopes Menguak Kehidupan Ibu dan Anak di Dalam Penjara
Pentingnya Restorative Justice dalam Mengatasi Kelebihan Kapasitas Lembaga Pemasyarakatan
Penjara Sudah Penuh, Saatnya Menerapkan Keadilan Restoratif

Fenomena Menunggu Viral Baru Diproses

Kasus sel nyaman di Rutan Kebonwaru menjadi perbincangan di media sosial Twitter akhir April lalu. Pangkal persoalannya adalah beredarnya foto kamar tahanan di Rutan Kelas I Kebonwaru Bandung. Di dalam dua foto kamar yang beredar terlihat tahanan bermain hp sambil tiduran, serta terdapat aquarium dan satu set speaker.

Pihak Rutan Kelas I Bandung dan Kanwil Kemenkumham melakukan penelusuran serta mencocokkan terkait postingan yang diunggah oleh akun @PartaiSocmed. Hasil penelusuran disebutkan bahwa terdapat kesesuaian antara foto di Twitter dan dokumentasi foto kegiatan penggeledahan yang dilakukan oleh Rutan Kebonwaru pada Juli 2021 lalu, tepatnya di Blok B Kamar 20.

Menanggapi perihal fenomena kasus baru diproses usai viral, Dan menyebutkan, hal ini sebenarnya menjadi bukti bahwa masyarakat peduli terkait persoalan-persoalan yang terjadi. Belum lagi, persoalan sel nyaman merupakan persoalan yang berulang. Sebelumnya kejadian ini pernah terjadi beberapa kali di Lapas Sukamiskin, salah satunya kamar mewah politikus Setya Novanto.

Maka dari itu, Dan menyebutkan pihaknya mendorong agar dibuka ruang pengawasan oleh masyarakat. Karena keterbatasan pengawasan dari internal dan keterbatasan sarana menimbulkan kebutuhan pengawalan dari pihak luar. Caranya yang bisa dilakukan adalah mendorong masyarakat percaya bahwa pengaduan yang disampaikan kepada pihak internal betul-betul diperhatikan dan akan diselesaikan.

Penurunan kepercayaan masyarakat saat mengadukan kasus ke pihak berwenang ditengarai karena tidak diperhatikannya aduan yang masuk serta berujung tidak diproses. Hal ini yang membuat masyarakat akhirnya memilih mengadukan ke media sosial, lantas viral. Usai viral dan banyak perbincangan di media sosial, baru diproses.

"Nah, minat masyarakat, partisipasi masyarakat yang tinggi ini harus diakomodir dengan tadi, memperbaiki pola pengaduan internal. Ada pengaduan diberesin, karena di zaman yang terbuka ini pengaduan jangan dilihat sebagai image buruk, justru kalau kita bisa mengelola pengaduan dan menyelesaikan itu justru memunculkan kepercayaan masyarakat dan memberikan masukan pada perbaikan," ungkap Dan.

Zaman keterbukaan informasi ini membuat masyarakat tidak takut bersuara, tidak takut lagi melakukan kritik. Mereka akan menyuarakan keluhan di media sosial. Pengelolaan pengaduan pun menjadi sangat penting sebelum kasus yang diadukan berubah viral media sosial.

Di sisi lain, kasus sel mewah bukanlah barang baru. Triana Ohoiwutun, mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Undip, mengatakan sel berfasilitas istimewa di dalam rutan/lapas tidak dapat dilepaskan dari adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparat hukum.

“Dalam penyalahgunaan wewenang selama ini hampir selalu berkait dengan suap menyuap, yang dalam penegakan hukum merupakan bagian dari ‘profesi jasa’ praktik mafia peradilan,” tulis Triana Ohoiwutun, dalam jurnal “Sel Berfasilitas Istimewa Ditinjau dari Aspek Kebijakan Kriminal”, diakses Rabu (10/5/2023).

Triana lantas mengutip pernyataan pakar hukum Bagir Manan yang menyatakan tentang adanya KKN di lingkungan badan peradilan, dan bentuk hukum dari kolusi adalah uang pelicin atau sogokan atau suap, dan sebenarnya inilah yang menjadi bottleneck yang harus dihadapi para pencari keadilan.

“Gambaran sel berfasilitas istimewa di rutan/lapas merepresentasikan adanya penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum,” tulis Triana.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//