• Kolom
  • CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #34: Quo Vadis Kolecer dan Posisi Para Instansi Penyelenggaranya

CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #34: Quo Vadis Kolecer dan Posisi Para Instansi Penyelenggaranya

Warga mengeluhkan kondisi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) yang tidak terurus. Ketiadaan pengelola menjadi hal mendasar yang membuat program ini terasa percuma.

Nurul Maria Sisilia

pegiat literasi di Rumah Baca Kali Atas yang tergabung dalam komunitas Lingkar Literasi Cicalengka, bisa dihubungi di [email protected]

Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Alun-Alun Cicalengka yang terbengkalai. (Foto: Nurul Maria Sisilia)

10 Juni 2023


BandungBergerak.id – Berjalan-jalanlah ke Alun-alun Cicalengka. Ketika naik tangga dari arah barat alun-alun, pengunjung akan menemukan ragam aktivitas di lapangan voli serta permainan anak-anak yang menyenangkan. Namun, cobalah tengok ke salah satu sudut di sana. Terdapat sebuah kotak telepon ala Inggris bercat kuning pucat dengan tulisan “Literasi”. Tentu, itu bukan kotak telepon seperti yang dikenal melainkan sebuah lemari buku.

Tengoklah isi lemari buku itu. Beragam buku tersedia di sana, tak terkecuali buku sejarah dan budaya Kabupaten Bandung. Meski demikian, kondisi buku-buku itu sungguh menyedihkan sebab telah berdebu dan berwarna pudar mulai usang. Sayangnya lagi, pengunjung pun tidak bisa leluasa mengakses buku-buku di sana karena lemari tersebut dikunci.

Kotak tersebut bernama Kolecer atau Kotak Literasi Cerdas. Kolecer merupakan salah satu program di masa kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di bidang literasi yang diluncurkan tahun 2019. Tujuannya sungguh mulia yakni membudayakan kebiasaan baca dan meningkatkan minat baca masyarakat. Sejumlah wilayah tak terkecuali Kabupaten Bandung pun kemudian mengejawantahkan program ini.

Berdasarkan data di laman opendata.jabarprov.go.id tahun 2019, tercatat 32 Kolecer tersebar di Kabupaten Bandung. Artinya, penyebarluasannya hampir menyeluruh. Namun demikian, jika berkaca pada konteks di Kabupaten Bandung khususnya Cicalengka, keresahan pun muncul. Apakah program Kolecer ini benar-benar efektif di lapangan?

Koleksi buku yang berada di dalam Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Alun-Alun Cicalengka terlihat berdebu dan berwarna pudar. (Foto: Nurul Maria Sisilia)
Koleksi buku yang berada di dalam Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Alun-Alun Cicalengka terlihat berdebu dan berwarna pudar. (Foto: Nurul Maria Sisilia)

Baca Juga: CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #31: Para Ibu dan Pekerjaan Rumah Mereka Mendidik Anak
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #32: Tjitjalengka Historical Trip dan Upaya untuk Memperkenalkan Literasi Sejarah
CATATAN DARI BANDUNG TIMUR #33: Mewacanakan Hari Jadi Cicalengka

Mempertanyakan Efektivitas Kolecer

Setidaknya terdapat dua Kolecer di Cicalengka. Pertama, terletak  di ruang pelayanan, kantor Kecamatan Cicalengka. Kedua, di area Alun-alun Cicalengka. Kolecer yang terletak di Alun-alun Cicalengka menjadi sorotan sebab terletak di area publik yang dapat dijangkau lebih banyak warga.

Lewat Instagram pada 5 Juni 2023, Lingkar Literasi Cicalengka menanyakan urgensi Kolecer di Alun-alun Cicalengka kepada warganet. Pertanyaan tersebut diajukan saat mengetahui bahwa kondisi buku-buku di dalam Kolecer sangat memprihatinkan.

Berdasarkan respons dari warganet, diperoleh beberapa pendapat. Sebagian besar responden menyatakan bahwa keberadaan Kolecer penting dan perlu terutama untuk memperluas akses masyarakat terhadap sumber bacaan. Selain itu, Kolecer dirasa mampu menjadi wadah bagi warga yang gemar membaca. Namun demikian, keluhan responden pun muncul. Warga mengeluhkan kondisi Kolecer yang tidak diurus dengan baik sehingga tampak usang dan kotor. Warga pun justru sama sekali tidak bisa mengakses buku-buku di dalam Kolecer sebab lemari buku tersebut terkunci. Tak hanya itu, warga menyayangkan koleksi buku yang kini berdebu dan tidak ada pembaharuan.

Responden kemudian berpendapat bahwa program serupa Kolecer ini tidaklah efektif dan dinilai mubazir. Responden menilai bahwa gerakan lapak buku yang dilakukan komunitas dan pegiat taman baca di Cicalengka jauh lebih efektif dan berdampak tenimbang Kolecer.

Intinya, ketiadaan pengelola menjadi hal mendasar yang membuat program ini terasa percuma.

Tangkapan layar pendapat warganet terkait urgensi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Alun-Alun Cicalengka. (Foto: Nurul Maria Sisilia)
Tangkapan layar pendapat warganet terkait urgensi Kotak Literasi Cerdas (Kolecer) di Alun-Alun Cicalengka. (Foto: Nurul Maria Sisilia)

Instansi yang Gagal Mengkaji Potensi

Melihat kondisi Kolecer serta tanggapan dari warga, tidak bisa dilepaskan dari kaitannya dengan instansi penyelenggara program dalam hal ini Dinas Perpustakaan dan Arsip (Dispusip) Kabupaten Bandung serta pemerintah daerah setempat seperti Desa dan Kecamatan. Dispusip tentu memiliki wewenang untuk mengorganisasi, memantau, dan membina program yang dilaksanakan dalam hal ini adalah Kolecer. Namun demikian, tugas tersebut belumlah terasa gemanya.

Dalam sebuah forum, salah seorang finalis Duta Baca Kabupaten Bandung dari Cicalengka menyinggung program Kolecer dan mempertanyakan kelanjutan Kolecer. Pihak Dispusip menjelaskan bahwa hal tersebut justru tugas dari Duta Baca Kabupaten sebagai penggerak kegiatan. Hal ini tentu bertolak belakang dengan fungsi dinas tersebut sebagai penanggung jawab dan pengawas program.

Seperti yang disebutkan di atas, Cicalengka memiliki potensi SDM yang mumpuni terbukti dari banyaknya taman baca dan komunitas yang digagas kaum muda. Hal tersebut agaknya tidak terpetakan dengan baik oleh para pemangku kebijakan terkait program literasi ini. Dampaknya, program literasi berjalan sendiri-sendiri. Namun demikian, memberikan keharusan menggiatkan Kolecer kepada Duta Baca atau komunitas tanpa adanya peran aktif dari instansi-instansi terkait jadi seolah melemparkan batu lalu menyembunyikan tangan.

Instansi terkait lewat Dispusip selayaknya memberi ruang temu bagi semua pihak agar bisa duduk bersama dan merumuskan program pengelolaan serta aktivasi. Pendapat responden yang menyebutkan efektivitas Kolecer jauh lebih rendah dibanding kegiatan lapak buku seharusnya menjadi evaluasi dengan merangkul komunitas dan pegiat taman baca lebih dekat. Jika tidak, artinya Dispusip serta pemerintah daerah gagal mengkaji potensi kepemudaan di wilayah tersebut. Lebih jauh, gagal menjadikan program Kolecer mencapai tujuannya.

Dispusip bekerja sama dengan Desa dan Kecamatan semestinya bisa melaksanakan kegiatan kolaboratif seperti melaksanakan lapak buku, pameran lukisan atau foto, pertunjukan musik, mendongeng, dan lomba anak-anak. Kegiatan kolaboratif ini tentu akan lebih menghidupkan Kolecer daripada sekadar jadi lemari buku berwarna usang. Namun lagi-lagi, hal ini baru bisa terlaksana jika instansi terkait melaksanakan kewenangannya sebagai organisator dan Pembina dengan baik.

Intinya, program Kolecer ini sungguhlah tidak efektif  direalisasikan jika setelah fasilitas tersedia lantas diabaikan begitu saja bahkan sampai usang dan berdebu. Kolecer menjadi tidak urgen jika dilaksanakan tanpa mempertimbangkan pengelola dan pihak-pihak yang memungkinkan untuk diajak bekerja sama merawatnya.

Niat mulia mendekatkan akses masyarakat terhadap buku serta meningkatkan minat baca masyarakat seolah menjadi angin lalu lantas menguap begitu saja. Program ini seakan program yang terpaksa terlaksana tanpa mampu mengkaji potensi, dan mengelola. Pada akhirnya, program Kotak Literasi Cerdasini jadi sekadar ada tanpa bisa berdampak apa-apa.

* Tulisan kolom CATATAN DARI BANDUNG TIMUR merupakan bagian dari kolaborasi BandungBergerak.id dan Lingkar Literasi Cicalengka

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//