• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Mencari Hukuman Setimpal untuk Koruptor

MAHASISWA BERSUARA: Mencari Hukuman Setimpal untuk Koruptor

Alasan yang paling utama penyebab korupsi masih ada di Indonesia adalah hukuman yang diberikan tidak memberikan efek jera.

Shanie Leticia

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Seorang warga berdiri di depan Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jalan R.E. Martadinata, Citarum, Kota Bandung, Selasa (12/7/2022). (Foto Ilustrasi: Choerul Nurahman/BandungBergerak.id)

20 Juni 2023


BandungBergerak.id – Hukuman yang diberikan Indonesia bagi pelaku korupsi dirasa tidak setimpal dengan perbuatan dan kerugian yang diakibatkannya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, maksimal hukuman bagi pelaku korupsi adalah 20 tahun penjara, dan hukuman mati hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Bahkan untuk kasus terheboh pada masanya yaitu kasus elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) dengan tersangka Setya Novanto, hanya mendapatkan hukuman 15 tahun penjara. Jika pelaku hanya diberi hukuman penjara, di manakah letak keadilan bagi masyarakat dan bagaimana cara untuk memulihkan keadaan yang diakibatkan dari korupsi. Indonesia yang melabelkan diri sebagai negara hukum, realitanya hukum Indonesia hanya pajangan dan alat pemuas bagi pihak yang berkuasa untuk melancarkan aksinya.

Hukuman penjara yang seharusnya memberikan efek jera bagi pelaku koruptor, malahan menjadi tempat peristirahatan sementara. Contohnya saja penjara mewah milik Setya Novanto di lapas Sukamiskin. Penjara dengan fasilitas mewah bak hotel bintang lima dengan kasur empuk serta keadaan kamar yang baru seperti telah dipersiapkan sebelumnya. Jika seluruh penjara di Indonesia seperti ini, besar kemungkinan pelaku korupsi tidak merasa jera. Tetapi malah kebahagiaan dan kedamaian yang akan dirasakan oleh pelaku korupsi.

Realitanya, hukuman yang diberikan hukum Indonesia bagi pelaku koruptor tidak memberikan pengaruh apapun serta tidak memberikan efek jera. Hal ini terbukti dari masih banyaknya tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data dari Indonesia Corruption Watch, jumlah korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022 adalah 579 kasus. Jumlah korupsi ini bahkan meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 533 kasus. Jumlah ini mungkin saja dapat semakin meningkat setiap tahunnya, jika hukum Indonesia masih begitu-begitu saja dan tidak tegas dalam memberikan hukuman bagi pelaku korupsi.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Hati-hati, Mengingkari Janji Menikahi dapat Terjerat Hukum
MAHASISWA BERSUARA: Alternatif Ekstraksi Bunga Cengkih sebagai Bahan Baku Parfum
MAHASISWA BERSUARA: Cara Cepat Membaca Kinerja Perusahaan dari Laporan Keuangan

Hukuman untuk Koruptor

Berbicara tentang hukuman bagi pelaku korupsi yang ada di hukum Indonesia, sebenarnya ada hukuman yang paling berat yakni hukuman mati. Tepatnya dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa pelaku korupsi dapat dijatuhi hukuman mati, namun hanya dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Aturan tentang hukuman mati ada, tapi tidak pernah ditegakkan.

Pernah satu kali pengadilan di Indonesia menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku korupsi yaitu kepada Jusuf Muda Dalam. Namun eksekusi hukuman mati tersebut tidak pernah dijalankan karena pelaku terlebih dahulu meninggal dunia. Hukuman keras tersebut jadi seakan bisu dan hanya pajangan belaka. Fungsi aturan tersebut seakan hanya untuk menunjukkan bahwa Indonesia negara hukum yang adil.

Hukuman mati sendiri dirasa kurang tepat untuk menghukum pelaku korupsi. Pertama, tidak ada manfaat yang diperoleh dengan menjatuhkan hukuman mati pada pelaku korupsi. Dengan menjatuhkan hukuman mati, keadaan tidak akan kembali seperti semula dan juga tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku-pelaku lainnya. Buktinya saja korupsi di Indonesia masih tetap ada hingga saat ini. Kedua, hukuman mati terlalu berisiko jika mana ternyata pelaku di kemudian hari dinyatakan tidak bersalah. Bagaimanakah cara untuk memperbaikinya, sementara pelaku sudah meninggal dunia. Dan yang terakhir, hukuman mati yang dilakukan negara mengajarkan kepada masyarakat untuk membunuh penjahat.

Korupsi masih terus ada di Indonesia karena korupsi merupakan suatu kebiasaan dari warisan zaman dahulu, yang menurut sebagian orang harus dilestarikan. Korupsi sendiri sudah ada sejak zaman kolonial Belanda, di mana para pejabat pada saat itu melakukan tindakan korupsi. Tindakan dari para pejabat di masa lalu, menjadi suatu contoh dan warisan bagi para pejabat saat ini. Kemudian, faktor dari dalam diri manusia sendiri yaitu rasa tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya. Hal ini juga mendorong korupsi masih terjadi di Indonesia. Dan alasan yang paling utama penyebab korupsi masih ada di Indonesia adalah hukuman yang tidak memberikan efek jera. Hukuman bagi pelaku korupsi sebenarnya ada, namun dalam penegakannya tidak pernah diterapkan dengan maksimal dan hanya sekadar pajangan  belaka.

Alternatif Hukuman untuk Koruptor

Selain hukuman penjara serta hukuman mati, ada hukuman lain yang jauh lebih efektif dan dapat menimbulkan efek jera. Yaitu hukuman pidana pembayaran uang pengganti atau hukuman untuk mengembalikan uang yang dikorupsi.

Selain itu, hukuman yang layak diberikan bagi pelaku korupsi adalah pencabutan hak politik seumur hidup, tidak diperkenankan untuk memberikan kembali hak politik tersebut dengan alasan apapun, serta tidak diperkenankan untuk terlibat dalam seluruh kegiatan politik apapun itu alasannya. Dan pelaku korupsi pun wajib untuk memulihkan keadaan yang diakibatkan dari tindakan korupsi dengan cara apapun, salah satunya dengan membayar uang pengganti ataupun terlibat aktif secara langsung dalam upaya pemulihan.

Satu hukuman baru yang belum pernah diterapkan sebelumnya di dalam hukum Indonesia untuk pelaku tindak pidana korupsi yaitu pelaku koruptor wajib membayar seluruh biaya penegakan hukum. Dimulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pelaksanaan putusan pengadilan. Dan pelaku korupsi harus menggunakan uang pribadinya sendiri tanpa bantuan dari negara. Tentunya ketiga hukuman tersebut tidak akan diterapkan dengan baik dan berjalan dengan maksimal, jika para penegak hukum tidak melaksanakan tugasnya dengan baik untuk memaksimalkan hukuman bagi pelaku korupsi.

Perlu adanya kerja sama dari seluruh pihak untuk memberantas korupsi, terkhususnya dari para penegak hukum yang menjadi garda terdepan untuk menegakkan hukum Indonesia dan memberantas korupsi. Dan dari sejak dini pun yaitu di masa pendidikan, perlu diterapkan kebiasaan untuk tidak melakukan korupsi.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//