• Opini
  • Pemilu 2024 dan Realitas Politik Anak Muda

Pemilu 2024 dan Realitas Politik Anak Muda

Gaya politik labil menggambarkan realita spolitik anak muda hari ini yang menjebak anak muda dalam pertarungan politik elite yang tidak ramah pada kaum muda.

Gifary Adzani Akbar (AGI)

Berkegiatan di Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Indonesia (ILMISPI)

Peserta demonstrasi mengusung spanduk penolakan perpanjangan masa jabatan presiden di Bandung, tahun 2021. Mereka menuntut Pemilu 2024 tetap digelar. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

6 Juli 2023


BandungBergerak.id – Kita semua sudah sepatutnya lelah dengan politik identitas, politik pencitraan, atau bahkan politik saling ejek yang hadir dalam ruang publik. Kita sudah banyak melihat sebuah pertunjukan yang membosankan dari debat kusir tokoh publik yang meng-endorse jagoan politiknya masing-masing dengan konflik yang tidak bernilai, yang hanya menciptakan huru-hara dari hulu ke hilir.

Dalam proses menuju kontestasi Pemilu 2024 kita telah dipertontonkan tingkah laku calon pemimpin yang berlomba-lomba bersolek demi sebuah tiket untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau pemimpin dalam eksekutif. Namun sayang apabila drama politik saat ini hanya menyuguhkan popularitas dan kekuatan politik semata dalam mempertimbangkan seorang calon pemimpin.

Sejauh ini pertarungan ide dan gagasan menjadi barang langka yang dipertontonkan kepada masyarakat. Kita perlu menciptakan pemilu yang memperlihatkan sebuah pertarungan ide dan gagasan, seperti Gabriel Boric di negara Chile yang berjanji untuk menghapuskan model ekonomi neoliberal yang digunakan Ketika kepemimpinan Augusto Pinochet yang dinilai sering mengesampingkan kelas miskin dan pekerja.

Hingga saat ini, kita belum berhasil untuk menciptakan prosesi pemilu yang kompetitif dan berkualitas. Kita perlu menciptakan kontestasi politik yang mengedepankan pertarungan ide dan gagasan. Kita perlu menguji sejauh mana intelektualitas seorang calon pemimpin dalam ruang publik. Kita perlu menguji sejauh mana etikabilitas seorang calon pemimpin dalam ruang publik, yang nantinya akan menjadi tolak ukur kita dalam memilih pemimpin, agar tidak menghasilkan seorang pemimpin yang seperti ‘’tong kosong, nyaring bunyinya’’. 

Dalam era digital, peran media massa juga sangat penting dalam menciptakan kontestasi politik yang berkualitas, mengingat saat ini ruang publik tidak hanya hadir dalam dunia nyata namun juga dalam dunia maya. Untuk menciptakan pemilu yang berkualitas media perlu hadir dalam mendorong diskursus yang berkualitas, sehingga menyajikan pertarungan yang mengedepankan ide dan gagasan bagi masyarakat.

Baca Juga: Menanti Langkah Elite-elite Politik untuk tidak Menggunakan Politik Identitas di Pemilu 2024
Menjelang Pemilu 2024, Pemilih Muda Bersuara
Penghapusan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dalam Pemilu 2024 Bertentangan dengan Prinsip Pemilu

Anak Muda sebagai Kekuatan Politik Mayoritas

Apabila melihat dominasi pemilih dalam Pemilu 2024, August Mellaz yang merupakan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatakan bahwa Pemilu 2024 didominasi oleh pemilih muda dengan rentan usia 17-40 tahun mencapai angka 60% dari total pemilih. Dengan kata lain masa depan negara kita saat ini benar-benar berada di tangan anak muda.

Generasi muda selalu memiliki citra yang menarik, mereka memiliki keberanian untuk mengekspresikan ide maupun gagasan dalam ruang publik, dari mulai melakukan aksi demonstrasi di jalanan hingga kritik kerasnya di dunia maya selalu menjadi ciri khasnya dalam beberapa tahun terakhir ini. Secara sosiohistoris anak muda selalu menjadi harapan dan arah baru bagi bangsa kita. Tentu kita semua berharap ini dapat menjadi momentum yang penting di mana anak muda dapat menjadi Kompas penunjuk arah bangsa kedepan.

Sebagai kekuatan politik mayoritas tentu anak muda tidak bisa dipandang sebelah mata. Dengan menjadi kekuatan politik mayoritas anak muda sudah pasti menjadi salah satu faktor terpenting dalam kontestasi politik pada tahun 2024, ini merupakan momentum yang baik bagi anak muda karena memiliki bargaining power yang cukup besar untuk menentukan arah bangsa kita ke depan. Kali ini masa depan bangsa benar-benar berada dalam genggaman anak muda.

Sebagai suatu kekuatan politik mayoritas dalam kontestasi politik di tahun 2024, tentu sangat disayangkan apabila pada akhirnya anak muda hanya dimanfaatkan sebagai sebuah objek politik semata. Partai politik dan tokoh politik hari ini melihat anak muda sebagai barang berharga dalam kontestasi politik mereka, itu terbukti saat ini, di mana mereka berlomba-lomba mempersolek diri bergaya anak muda, baik dalam segi penampilan hingga tingkah laku.

Perlu menjadi sebuah catatan, apakah mereka benar-benar hadir sebagai representasi kaum muda dengan berbagai keresahannya, atau hanya menjadikan anak muda sebagai objek politik guna mendulang suara kaum muda semata. Pada faktanya saat ini, belum benar-benar ada yang membawakan keresahan hingga isu-isu anak muda.

Penulis memiliki pandangan bahwa anak muda memiliki pilihan politik tanpa standarisasi yang jelas, sehingga pilihannya juga dengan cepat dapat berubah. Penulis mengistilahkannya sebagai gaya politik labil untuk menggambarkan realitas politik anak muda hari ini. Apabila gaya politik labil ini terus dipertahankan anak muda hanya akan terjebak dalam pertarungan politik elit yang tidak ramah terhadap kaum muda, yang hanya akan memanfaatkan suara anak muda demi meraup suara mayoritas semata.

Anak muda sebagai mayoritas pemilih sudah saatnya menjadi sebuah subjek politik, anak muda adalah aktor penentu bagi kemajuan bangsa. Soe Hok Gie pernah mengatakan bahwa generasi muda atau generasi kita ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau lagi meracau, kitalah yang dijadikan generasi  yang akan memakmurkan Indonesia. Oleh karena itu saat ini kita perlu membangun kesadaran politik anak muda, bahwa anak muda hadir sebagai subjek, bukan objek yang hanya dimanfaatkan oleh kekuatan politik tertentu.

Anak muda identik dengan semangat juangnya dalam menegakan freedom and justice. Anak muda terkenal dengan ide dan gagasannya, oleh karena itu anak muda harus mampu melakukan partisipasi politik yang bermakna dan memiliki nilai. Anak muda perlu mendorong terciptanya pertarungan ide dan gagasan dalam pertarungan politik 2024.

Namun apabila ternyata hal-hal di atas tidak juga dapat menciptakan pemilu yang berkualitas dan memiliki marwah dikarenakan sistem pemilu kita yang ternyata  tidak dapat menciptakan pemimpin yang berkualitas, maka anak muda harus berani bergerak, demi masa depan bangsa.

Diakhiri dengan sebuah pertanyaan, apakah yang perlu anak muda lakukan?

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//