• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Memperjuangkan Hak Asasi Kaum LGBT untuk Mencapai Kesetaraan HAM di Indonesia

MAHASISWA BERSUARA: Memperjuangkan Hak Asasi Kaum LGBT untuk Mencapai Kesetaraan HAM di Indonesia

Peninjauan LGBT dari sudut pandangan Hak Asasi Manusia (HAM) bukanlah sebuah upaya untuk memaksakan nilai-nilai tertentu pada masyarakat.

Stefhani Amanda Christy

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Aksi Kamisan Bandung menuntut penegakan HAM di Indonesia, Senin (19/7/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

6 Juli 2023


BandungBergerak.id – Sudah sejak lama kaum LGBT ini memiliki stigma yang negatif mengenai orientasi seksualnya, LGBT sering diperlakukan berbeda dengan mereka yang heteroseksual. Perlakuan diskriminatif yang didapatkan tidak lain karena LGBT dianggap mengalami penyimpangan sosial karena tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat (Rosalini, 2017). Penilaian masyarakat yang mengecam LGBT diberikan dalam beberapa bentuk yaitu dari sudut pandang agama, moralitas, dan opini publik.

Terlepas dari stigma yang melekat pada orientasi seksual mereka LGBT bukan hanya sebuah identitas melainkan juga sebuah kampanye atau upaya untuk menutupi pelanggaran terhadap Same Sex Attraction (SSA) (Samsu, 2018), sehingga LGBT mencakup pengalaman hidup, tantangan, dan perjuangan yang unik. Landasan bagi kaum LGBT dalam menuntut hak-hak mereka yaitu dengan mengatasnamakan hak asasi manusia dengan mencakup prinsip-prinsip universal yang seharusnya berlaku untuk semua individu tanpa memandang pada orientasi seksual mereka, karena hak ini sifatnya sangat fundamental yang tidak bisa terlepas bagi  kehidupan manusia.

Negara memiliki tanggung jawab untuk memberi keadilan kepada kaum minoritas ini. Hingga saat ini negara kerap bersikap diam dan belum berhasil dalam melakukan tindakan untuk meredam perlakuan sewenang-wenang terhadap kelompok LGBT. Salah satu upaya Negara untuk menghindari pelanggaran prinsip-prinsip dasar HAM yang dapat mengakibatkan pelanggaran serius terhadap kebebasan serta martabat setiap individu yaitu dengan melandasi dan mengakui kedudukan kaum LGBT di mata hukum Indonesia sebagai hak asasi yang memiliki kekuatan hukum tetap.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Mencetak Karakter Anak Bangsa Melalui Literasi
MAHASISWA BERSUARA: Perjanjian Perkawinan, Pentingkah?
MAHASISWA BERSUARA: Peraturan tentang Lingkungan Hidup Kurang Taji dalam Mengatasi Pengelolaan Sampah di Indonesia

Perlindungan HAM

Laporan yang dirilis  kantor The United Nations High Commissioner of Human Rights 2015 tentang Discrimination and Violence Against Individual based on Their Sexual Orientation and Gender Identity menyatakan bahwa kekerasan, penistaan, penyiksaan, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap LGBT kerap terjadi di beberapa negara, khususnya negara-negara Asia. Sehingga laporan ini mengusulkan kepada negara-negara anggota PBB secara konsisten menerapkan implementasi seluruh prinsip dan norma HAM bagi seluruh masyarakat karena sebagian besar dari kaum LGBT mendapatkan perilaku intoleran sehingga belum dapat menikmati hak-haknya sebagai warga negara (Komnas HAM 2015, iii-iv). Dalam dokumen internasional HAM yaitu The Yogyakarta Principles menegaskan bahwa perlindungan HAM terhadap kelompok LGBTIQ “Semua manusia terlahir merdeka sejajar dalam martabat dan hak-haknya. Semua manusia memiliki sifat universal, saling bergantung, tak dapat dibagi dan saling berhubungan. Orientasi seksual dan identitas gender bersifat menyatu dengan martabat manusia dan kemanusiaan sehingga tidak boleh menjadi dasar bagi adanya perlakuan diskriminasi dan kekerasan” hak-hak ini sudah mencapai pengakuan dari regional, nasional, bahkan internasional. 

Pandangan mengenai kedudukan kaum LGBT dalam hukum Indonesia tergantung pada sudut pandang dan nilai-nilai yang dianut oleh setiap individu masyarakat. Namun pada hakikatnya menurut Pasal 28D UUD NRI 1945 setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD NRI)  sehingga sudah jelas bahwa semua masyarakat seharusnya diberikan perlakuan yang sama di hadapan hukum (Waliden, Maulida, dan Rachmatulloh, 2022).

Terdapat beberapa alasan bahwa kedudukan kaum LGBT harus diakui sebagai hak asasi di Indonesia dengan dilandasi 3 hal yaitu kesetaraan sehingga kaum minoritas ini memiliki hak yang sama dengan individu lain untuk hidup bebas dan tidak mengalami diskriminasi, hak privasi bahwa hak kebebasan berorientasi seksual dan hak privasi merupakan bagian integral dari HAM, dan hak perlindungan terhadap diskriminasi bahwa melindungi kaum LGBT dari diskriminasi berarti menciptakan lingkungan yang adil bagi seluruh warga negara. Akan tetapi, sejak kasus Toonen pada 1994, Komisi HAM secara tegas menentang argumen yang menyatakan kriminalisasi LGBT dapat dijustifikasi dan beralasan dengan dalih kesehatan atau moral, sehingga penggunaan hukum pidana dalam hal ini tidak diperlukan (ICJR, 2019). 

Terdapat perbedaan pandangan di masyarakat Indonesia terkait LGBT, beberapa individu dan kelompok masih memiliki pandangan yang berbeda atas dasar keyakinan agama atau nilai-nilai budaya yang dianut. Maka dari itu perdebatan mengenai pengakuan hak asasi LGBT masih kompleks dan terus berkembang. Pada umumnya, kelompok LGBT yang terbuka di Indonesia masih banyak mengalami kekerasan dan diskriminasi dalam tempat tinggal, kesempatan kerja, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan (UNDP, 2014). Sehingga penting untuk diingat bahwa peninjauan LGBT dari sudut pandangan hak asasi manusia bukanlah sebuah upaya untuk memaksakan nilai-nilai tertentu pada masyarakat, tetapi sebuah upaya untuk mengakui dan menghormati hak-hak individu yang berbeda dalam orientasi seksual atau identitas gender mereka. Dalam rangka mencapai tujuan kesetaraan dan keadilan hak asasi manusia sehingga dapat membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan berdasarkan pada prinsip-prinsip HAM.

Maraknya kekerasan yang dialami kaum LGBT tidak sejalan dengan instrumen HAM Internasional maupun UUD 1945 yang menyatakan bahwa peraturan anti LGBT merupakan tindakan yang diskriminatif, dan bukan merupakan tindakan affirmative action yang diperkenankan. Dalam KUHP tidak diatur bahwa orientasi seksual dianggap melanggar pasal pidana, sehingga secara teori terdapat jaminan mengenai perlindungan terhadap diskriminasi yang diatur dalam UUD dan UU HAM No.39 Tahun 1999. Oleh karena itu, kaum LGBT di Indonesia tidak perlu dikucilkan karena mereka juga merupakan warga negara yang memiliki hak hidup dan hak kebebasan selama tidak mengganggu dan merugikan masyarakat. Alangkah baiknya jika pemerintah mengeluarkan kebijakan antisipatif bagi kaum LGBT sehingga terhindar dari segala bentuk kekerasan yang memprihatinkan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//