• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Belajar dari Keberhasilan Singapura Mengolah Sampah

MAHASISWA BERSUARA: Belajar dari Keberhasilan Singapura Mengolah Sampah

Singapura mengadopsi pendekatan yang inovatif dalam pengelolaan sampah dengan program pengurangan sampah dan kebijakan yang ketat terkait dengan pengelolaan sampah.

Keith Chow

Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Kendaraan alat berat bekerja mengangkut sampah di TPS Kota Bandung. Sampah-sampah tersebut belum terpilah. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

7 Juli 2023


BandungBergerak.id – Sampah yang terus bertambah setiap harinya dan sudah menjadi masalah lingkungan yang cukup serius. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2021 mencapai populasi sebanyak 272.682.500 jiwa. Dengan populasi yang terus bertambah dan pembangunan yang terus meningkat, telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang harus cukup serius menghadapi tantangan dalam mengolah sampah-sampah yang beredar.

Secara nasional, jumlah sampah yang diproduksi setiap harinya juga dipastikan melonjak seiring bertambahnya populasi yang tidak sebanding dengan penampung dan pengolahan sampah yang ada. Dari data yang diperoleh dari media tekno.tempo, Indonesia telah menjadi negara yang menduduki peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam menghasilkan sampah di seluruh dunia yaitu dengan jumlah sebesar 185.753 ton. Jumlah tersebut yang terdiri dari sampah organik dengan persentase sebesar 57%, sampah plastik sebesar 15%, sampah kertas sebesar 11% dan sampah lainnya sebesar 17%. Melihat dari  cukup banyaknya jumlah sampah plastik dan sampah organik yang diproduksi, membuat sampah plastik  dan sampah organik menjadi salah satu tantangan sampah terbesar dalam seluruh sampah yang beredar.

Bisa kita bayangkan dampak sampah plastik bagi negara kita yang sangat merugikan bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat. Apalagi sampah plastik ini merupakan salah satu jenis sampah yang sangat sulit diurai. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOOA), sebuah badan sains di Amerika Serikat, menyebutkan bahwa untuk mengurai 1 kantong plastik dibutuhkan waktu 10-20 tahun. Bisa dibayangkan sebelum mengurai 1 kantong plastik sudah ada lagi sampah sebesar 185.753 ton yang beredar setiap harinya di Indonesia.

Penyebab maraknya sampah di negara Indonesia karena permasalahan klasik belum adanya kesadaran dari masyarakat, serta belum adanya pengolahan sampah yang cukup sesuai untuk mengatasi permasalahan sampah tersebut. Adapun program kampanye pengurangan plastik sekali pakai, implementasi kebijakan larangan kantong plastik, dan kebijakan larangan kantong plastik juga masih tidak berhasil berjalan di Indonesia.

Negara Indonesia tidak mungkin secara terus-menerus bergantung pada tempat pembuangan akhir (TPA) di berbagai provinsi yang ada tanpa melakukan tindakan yang efektif dan efisien. Seperti masalah yang terjadi di era sekarang, maraknya sampah sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) di berbagai provinsi membutuhkan penanganan seperti yang dilakukan oleh negara negara yang sudah maju seperti negara Singapura.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Memperjuangkan Hak Asasi Kaum LGBT untuk Mencapai Kesetaraan HAM di Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Menilai Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Laporan Laba Rugi
MAHASISWA BERSUARA: Alasan Perusahaan Tidak Membagikan Dividen

Singapura Negara Pengolah Sampah Terbaik

Singapura merupakan suatu negara pulau yang kecil dengan lahan yang terbatas, akan tetapi mereka dapat menghadapi tantangan unik dalam pengelolaan sampah. “Singapura adalah salah satu dari sedikit negara yang telah mencapai tingkat efisiensi tinggi dalam pengelolaan sampahnya,” terang World Bank dalam laporan “What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050” pada tahun 2018. United Nations Environment Programme (UNEP) juga telah mengakui Singapura sebagai negara yang memiliki pendekatan holistik dalam pengolahan sampah, dan Institute of Scrap Recycling Industires (ISRI) telah memberikan penghargaan kepada Singapura sebagai negara yang berhasil dalam pengelolaan sampah di dunia.

Dengan ciptaan teknologi yang canggih, Singapura telah berhasil mencapai tingkat daur ulang yang tinggi, mereka juga memiliki program pengurangan sampah dan kebijakan yang ketat terkait dengan pengelolaan sampah. Dilansir dari sumber www.worldatlas.com negara Singapura berhasil menduduki peringkat ketiga setelah Jerman dan Korea Selatan dalam proses pengolahan sampah di seluruh dunia. Mari kita bedah lebih dalam bagaimana Singapura mengatasi tantangan lingkungan di era ini dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang telah diciptakan, kebijakan pemerintah yang mendukung program tersebut, serta sumber daya manusia yang sadar betapa pentingnya pengolahan sampah bagi lingkungan.

Masalah tumpukan sampah yang melonjak dan keterbatasan lahannya tidak menjadikan Singapura gentar menghadapi masalahnya. Dalam usahanya, Singapura telah mengadopsi pendekatan yang inovatif dalam pengelolaan sampah. Terdapat salah satu metode yang mereka terapkan sampai sekarang, yaitu metode melalui proses pembakaran sampah non organik yang terkendali untuk menghasilkan energi listrik. Sistem ini dikenal sebagai sistem ”Waste to Energy” (WTE) atau yang biasa kita kenal dengan “Energy from Waste” (EFW).  Serta pengolahan sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos dan pupuk yang dapat berguna bagi kesuburan negaranya dan dapat diimpor ke negara tetangga agar dapat meningkatkan perekonomian negara.

Pemilahan Sampah Berdasarkan Jenisnya

Proses “Waste to Energy” (WTE) dilakukan oleh pabrik pabrik pengolahan sampah yang disebut juga pembangkit listrik tenaga sampah (waste to energy plants). Dimulai dengan pengumpulan dan pemilahan sampah di pusat pengolahan yang berasal dari berbagai sumber limbah seperti limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Proses pemilahan awal dilakukan dengan memisahkan sampah ke dalam beberapa kategori seperti sampah organik dan sampah non organik (plastik dan sejenisnya). Kedua jenis sampah ini sama sama berbahaya apabila tidak ditangani dan dikelola dengan baik.

Sampah organik di antaranya berasal dari sisa-sisa makanan dan tumbuhan. Sampah organik diolah menjadi kompos melalui proses pengomposan. Pemerintah Singapura mendorong masyarakatnya untuk memisahkan sampah organik dari sampah lainnya. Hal ini dapat menjadi landasan awal dalam melaksanakan proses pengomposan. Sampah organik yang sudah dipisahkan, dikumpulkan menjadi satu oleh operator pengelola sampah. Operator kemudian memproses sampah organik dalam pabrik pengelolahan khusus.

Singapura memakai salah satu metode dalam pengolahan ini yaitu pengolahan anaerobik. Pengolahan anaerobik adalah proses penguraian bahan organik tanpa oksigen oleh mikroorganisme dan menghasilkan biogas dan residu. Biogas berupa metana dan karbon dioksida yang dapat digunakan sebagai sumber energi, sedangkan residu dapat digunakan sebagai pupuk organik. Sisa hasil pengolahan anaerobik yang masih mengandung nutrisi diproses lebih lanjut melalui pengomposan. Proses pengomposan melibatkan pematangan dan penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi aerobik.

Hasil akhirnya, Singapura dapat menciptakan kompos yang kaya akan nutrisi dan bermanfaat sebagai pupuk organik. Kompos ini dapat digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah di pertanian dan penanaman, serta memberikan manfaat lingkungan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia dan mengurangi limbah sampah. Singapura juga mengimpor sampah organik dari berbagai negara lain untuk dijadikan kompos yang dapat berguna untuk negaranya sendiri dan dapat hasil proses kompos itu juga dapat diimpor kembali ke negara lain agar dapat memajukan nilai perekonomian di Singapura.

“Energy from Waste” (EFW)

Setelah memilah sampah organik  dan non organik, sampah non organik kemudian dibersihkan dari zat zat yang telah berkontaminasi dengan sampah tersebut seperti tanah, air, atau bahan berbahaya. Sampah non organik yang telah disiapkan kemudian dibakar dalam tempat pembakaran yang aman terkendali di dalam pabrik pengolahan sampah. Pada proses pembakaran, sampah yang telah disiapkan mulai dimasukkan ke dalam tungku dan dibakar pada suhu yang sangat tinggi. Panas yang dihasilkan dari pembakaran sampah digunakan pabrik untuk memanaskan air dan mengubah air tersebut menjadi uap. Uap yang telah dihasilkan oleh pembakaran dapat digunakan untuk menggerakkan turbin yang dapat menghasilkan energi listrik. Energi listrik ini dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di pabrik pengolahan sampah itu sendiri dan juga dapat dialirkan ke jaringan listrik di Singapura.

Selama proses pembakaran,  pabrik pabrik pasti menghasilkan gas buang asap yang tentunya menimbulkan masalah baru yang membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya. Akan tetapi mereka dapat mengatasi asap pembakaran tersebut dengan menerapkan teknologi pemfilteran asap yang canggih dan dibantu oleh pemantauan yang ketat. Pemerintah mengawasi operasi pabrik secara ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan yang telah ditetapkan, sehingga Singapura berhasil mengelola asap pembakaran yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan sampah dengan baik. 

Singapura telah menunjukkan suatu komitmen yang kuat terhadap pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan mengubah sampah menjadi sumber energi yang terbarukan. Melalui proses pembakaran yang dipikirkan dengan matang dan difasilitasi dengan teknologi yang canggih, Singapura berhasil mengatasi tantangan keterbatasan lahan dan menghasilkan energi listrik yang terbarukan. Pengolahan ini tidak hanya membantu mengurangi tumpukan sampah, tetapi juga mendukung lingkungan menuju lingkungan yang hijau dan asri dan mengurangi dampak lingkungan yang tercemar.

Untuk mencapai standar pengelolaan yang mirip dengan Singapura, Indonesia perlu memperhatikan dan mengambil langkah langkah yang tepat. Mulai dari memperketat kebijakan mengenai pembuangan sampah sembarangan, mengambil tindakan yang tegas pada pembuangan sampah ilegal, hingga menerapkan sistem pajak dan denda yang efektif bagi pelaku usaha yang tidak mematuhi sistem pengelolaan sampah.

Penting membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik.  Masyarakat perlu dibimbing untuk memilah sampah, mengurangi sampah plastik, serta tidak melakukan pembuangan secara ilegal. Pemerintah juga harus menerapkan teknologi seperti sistem pemilahan sampah dan pengolahan sampah menjadi energi terbarukan yang ramah lingkungan dan menjauhi lingkungan yang tercemar.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//