• Cerita
  • Perjalanan Shilpi Yanti, dari Jatayu sampai Sacramento

Perjalanan Shilpi Yanti, dari Jatayu sampai Sacramento

Shilpi Yanti satu-satunya perempuan dari Bandung yang bermain untuk Timnas Indonesia Homeless World Cup 2023 di Sacramento, Amerika Serikat.

Potret Shilpi Yanti (tengah berkerudung) bersama punggawa tim lain dalam acara pelepasan Tim Nasional HWC Indonesia 2023 ke Sacramento, Amerika Serikat, Rabu (5/7/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya10 Juli 2023


BandungBergerak.idHari Rabu (5/7/2023), keluarga dan kerabat para pemain Timnas Homeless World Cup (HWC) Indonesia telah berkumpul di Ruang Komunitas Rumah Cemara, bersiap melepas keberangkatan tim ini ke Sacramento, Amerika Serikat. Dukungan dan semangat mengalir ke setiap pemain, harapan dan doa teriring agar seluruh punggawa selalu dalam kondisi baik.

Sejak keberangkatan terakhir tahun 2019, kini Indonesia akhirnya dapat kembali berlaga dalam ajang sepak bola jalanan level dunia ini. Bukan sekadar turnamen sepak bola, Homeless World Cup juga memiliki misi perubahan sosial. Turnamen yang diadakan tiap tahun ini memberi kesempatan bagi individu dengan kondisi kurang beruntung untuk menunjukkan kemampuan, membangun rasa percaya diri, dan mengubah hidup melalui sepak bola.

“Cukup struggle. Pemberitahuannya mendadak. Satu minggu setelah pemberitahuan nama-nama harus masuk,” ujar Ardhany Suryadarma, Ketua Perkumpulan Rumah Cemara, “termasuk database sponsor yang nggak ada.”

Pukul 10.30 WIB, pemain dan ofisial Timnas Indonesia masuk ke tengah area kegiatan. Dengan menggunakan jersey putih beraksen biru, berbalut jaket merah dengan lambang garuda di dada, mereka melemparkan senyum kepada kerabat, keluarga, jurnalis, dan mitra kerja yang turut hadir dalam acara hari ini. Bagi para pemain, momen ini pengalaman sekali seumur hidup. Pemain yang sudah berpartisipasi di HWC tidak bisa ikut lagi di tahun-tahun berkutnya.

Total ada 12 orang yang akan berangkat ke Sacramento, terdiri dari delapan orang pemain, dua orang pelatih, satu orang manajer, dan satu orang petugas media. Dari delapan orang pemain, Shilpi Yanti (29 tahun), penjaga gawang Timnas HWC Indonesia 2023, adalah satu-satunya perempuan yang akan berangkat.

Potret Shilpi Yanti (tengah berkerudung) bersama punggawa tim lain dalam acara pelepasan Tim Nasional HWC Indonesia 2023 ke Sacramento, Amerika Serikat, Rabu (5/7/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)
Potret Shilpi Yanti (tengah berkerudung) bersama punggawa tim lain dalam acara pelepasan Tim Nasional HWC Indonesia 2023 ke Sacramento, Amerika Serikat, Rabu (5/7/2023). (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Shilpi Yanti Gemar Sepak Bola sejak TK

Sejak berusia 4 tahun, Shilpi sudah menggemari sepak bola. Ayahnya, Carda Saepudin (52 tahun), adalah orang pertama yang mengenalkan Shilpi ke olahraga ini. Ketika masih duduk di bangku TK, Shilpi sudah sering bermain bola bersama teman-temannya di Lapangan SD Pelita Jasa, Cicendo, Bandung. Di lapangan seluas 6x8 meter itu, Shilpi bermain bersama anak-anak yang mayoritas adalah laki-laki.

Kecintaan perempuan asal Jatayu kepada sepak bola terus tumbuh. Ketika bersekolah di SMPN 23 Bandung, Shilpi menyalurkan kegemaran akan olahraga ini dengan mengikuti ekstrakulikuler futsal. Selama bergiat di sinilah Shilpi mendapat beberapa prestasi, termasuk tiga kali menjuarai turnamen antar-SMP.

“Kalau misalkan udah ada bola, megang bola teh kayak ada perasaan yang ga bisa digambarin,” terang Shilpi antusias, “ya seneng gitu!”

Lewat prestasi yang diperoleh, Shilpi berhasil masuk ke SMKN 1 Bandung lewat jalur prestasi. Namun sayang, di sekolah yang dipilih Shilpi, tidak ada ekstrakulikuler futsal. Sebagai gantinya, Shilpi pindah cabang ke olahraga basket.

“Di bola basket dan futsal emang beda saja feeling-nya, gitu. Kalau di bola (futsal) tuh kayak lebih all out gitu,” terang perempuan kelahiran tahun 1993 ini.

Sempat vakum bermain cukup lama sejak sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi, Shilpi baru bisa kembali menendang bola ketika diajak bergabung oleh Reni, adik kelas saat SMK, untuk berlatih bersama di tim futsal perempuan DKRC (Dalem Kaum Rumah Cemara) pada 2016. Shilpi yang kala itu sudah bekerja sebagai staf tata usaha di Politeknik Negeri Bandung (Polban) sering ikut serta latihan dua kali dalam seminggu.

Mulanya, Shilpi berposisi sebagai flank. Ia memang senang berlari dan menggocek bola. Namun, karena ketika bermain bola sering tidak ada yang bersedia mengisi posisi di bawah mistar, Shilpi kemudian beralih ke posisi penjaga gawang.

Satu waktu, ketika selesai latihan, Shilpi diajak berkumpul oleh pelatihnya, Jaka dan Eko. Dalam agenda kumpul tersebut, Shilpi dan pemain-pemain lain dikenalkan tentang penularan HIV, bahaya Napza, dan harm reduction.

“Kalau HIV/AIDS kan kebanyakan, apa sih singkatan AIDS?” terang Shilpi terkekeh ketika ditanyai apakah materi yang didapatkan Shilpi selepas latihan sama dengan materi yang ia dapatkan di sekolah.

Kedekatan Shilpi dengan Rumah Cemara semakin intens setelah mengikuti Young Leader, program bagi komunitas pelatihan menjadi pelatih untuk anak-anak usia dini dari Manchester City. Selama satu minggu, Shilpi menempa dirinya sendiri dengan belajar langsung dari pelatih luar negeri.

“Lebih merhatiin orang sih. Kayak oh ieu teh pasien atau lain? Ini positif atau engga. Maklumlah orang umum,” ujar Shilpi ketika menceritakan pengalaman pertama dirinya datang ke Rumah Cemara yang bertepatan dengan Ulang Tahun Rumah Cemara, “engga takut, lebih merhatiin saja sih.”

Pada tahun 2017, Shilpi sempat ikut bersama kawannya, Eva dan Restu, untuk bermain bersama anak-anak kurang mampu di Ciroyom. Selama bermain di sana, Shilpi mendapatkan pengalaman yang berharga.

“Kadang ada yang ga mandi, kadang ada yang abis ngelem, atau apa gitu. Pas main bola oge sabari teler. Kan kayak gitu teh seru saja gitu,” kata anak pertama dari empat bersaudara ini ketika bercerita soal hal yang paling berkesan ketika melatih anak-anak di Ciroyom.

Ketika menekuni sepak bola dan kerja-kerja Rumah Cemara, Shilpi mulai mengenal HWC. Meski sering terlibat dalam bantu-bantu penyeleksian, Shilpi tidak terbayang sama sekali untuk ikut seleksi. Baru pada tahun ini Shilpi tertarik untuk ikut serta. Alasannya, Shilpi memiliki mimpi yang ingin diwujudkan.

Baca Juga: PROFIL RUMAH CEMARA: Berjuang untuk Indonesia Tanpa Stigma
Dua Dekade Rumah Cemara: Menggapai Kemandirian dalam Kerja Panjang Menghapus Stigma
Indonesia Kembali Berlaga di Turnamen Dunia Sepak Bola Jalanan (Homeless World Cup) 2023

Mimpi Selepas Pulang Nanti

Melihat beberapa kawannya yang pernah ikut serta dalam HWC, Shilpi sadar bahwa kompetisi ini mengubah kehidupan setiap pemain setelah pulang. Setiap pemain yang berangkat biasanya memiliki isu sendiri yang ingin disuarakan, termasuk Shilpi.

Satu isu yang akan disuarakan oleh Shilpi adalah seputar perempuan dan jilbab dalam olahraga, terutama sepak bola. Shilpi melihat banyak perempuan yang insecure ketika berolahraga dengan menggunakan hijab. Shilpi ingin membuktikan bahwa perempuan berhijab juga punya tempat di olahraga yang sering dianggap maskulin ini.

“Kadang ada beberapa juga orang yang memilih untuk membuka hijab ketika berolahraga. Nah penginnya mah udah we ga usah dibuka,” ujar perempuan yang menetapkan hati untuk berhijab di tahun 2012, “hijab tuh bukan penghalang untuk berolahraga.”

Selain itu, Shilpi juga ingin setelah pulang nanti mengembangkan Shilori Futsal Academy, klub sepak bola yang beranggotakan anak-anak gang di sekitar rumahnya. Klub sepak bola ini digratiskan oleh Shilpi dan sang ayah. Sekalipun ada pembayaran, biasanya hanya patungan untuk menyewa lapangan. Itu pun kadang Shilpi dan sang ayah menombok untuk menutupi kekurangan biaya sewa lapang.

Berawal dari melihat anak tetangga yang sering menendang bola ke dinding rumah tetangga lalu dimarahi oleh orang tuanya, ayah Shilpi, yang bekerja di pabrik karet, kemudian mengajak anak tersebut untuk latihan sepak bola. Mulanya hanya beranggotakan tiga orang, semuanya adalah anak-anak di samping dan depan rumahnya. Kini telah beranggotakan lebih dari 30 orang. Tiap dua kali dalam seminggu anak-anak ini berlatih, Sabtu di Taman Cicendo dan Minggu di Lapangan Parkiran Atas Pasar Ciroyom.

“Kalau nyantai lihat geura anak-anak saya latihan, barodor a,” ajak perempuan penggemar Persib ini kepada kami, “jadi mun mau latihan teh rariweuh, ieu teh kumaha tali sapatuna teu tiasa. Aya nu dek maen turnamen, parebutan bala-bala.”

Waktu hampir menunjukkan pukul 11.00 WIB, sebentar lagi Shilpi dan seluruh punggawa Timnas Indonesia HWC 2023 akan berangkat ke Jakarta, melakukan pelepasan secara resmi oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga. Selama di Sacramento nanti, Shilpi hanya satu dari sekian banyak orang yang akan menggantungkan mimpi sederhananya di HWC tahun ini.

Rumah Cemara, melalui siaran persnya, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk mendukung Timnas agar bisa membawa kebanggaan bagi negara, tidak hanya dalam sisi prestasi, tapi juga misi sosial yang disuarakan.

Pertandingan HWC 2023 akan disiarkan langsung melalui situs web Homeless World Cup, kanal YouTube Homeless World Cup, dan Facebook Rumah Cemara.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//