Museum Barli yang Merawat Seni
Museum Barli menyimpan karya-karya ilustrator, dosen, sekaligus pelukis Barli Sasmitawinata. Pengunjung bisa ikut menyimpan karyanya di museum ini.
Ayu Lorena
Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad)
10 Juli 2023
BandungBergerak.id – Anda mungkin sering berkunjung ke tempat wisata, salah satunya museum. Akhir-akhir ini memang marak istilah museum date yang mana mengacu pada kegiatan berkencan di museum. Tenang saja, anda juga bisa ke museum bersama sahabat atau kerabat. Jika berbicara soal museum di Bandung Raya, perhatian anda mungkin langsung tertuju pada Museum Geologi, Museum Gedung Sate, hingga Museum Pos Indonesia. Namun, pernahkah anda mendengar Museum Barli? Museum yang penuh warna ini terletak di Jl. Prof. Dr. Sutami No. 91, Sukarasa, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat.
Berbeda dengan kebanyakan museum di Bandung yang bernuansa sejarah, Museum Barli akan menghantarkan kita ke dunia masa lalu dan menghubungkan kita ke dunia sekarang. Museum Barli juga mengajarkan kita untuk melestarikan seni hingga masa mendatang. Bagaimana tidak, Museum Barli memang sengaja didirikan untuk menjaga karya seni Barli agar tak lekang dimakan waktu.
Museum Barli didirikan oleh seorang seniman bernama Barli Sasmitawinata. Proses pembangunannya memakan waktu kurang lebih satu tahun dari 1989-1990. Barli merupakan seorang illustrator, dosen, dan pelukis angkatan 1935 bersama dengan Affandi, Hendra Gunawan, Wahdi Sumanta, dan Sudarso merupakan seniman ternama kota Bandung.
Menurut penuturan Anna, penjaga museum hingga kini Museum Barli merupakan properti milik pribadi, bukan milik pemerintah. Sebab tidak ada sumbangan dana untuk pemeliharaan museum dari pemerintah. “Syarat-syaratnya terlalu berat. Selama kita masih bisa berjalan, begini aja dulu”, tutur Anna (75), penjaga museum. Adapun untuk membiayai perawatan, mereka mengandalkan tarif masuk yang dikenakan pada pengunjung.
Baca Juga: Merintis Jalan Musisi Orkestra Muda Jawa Barat
Sukarno, Museum Penjara Banceuy, dan Kesunyiannya
Komunitas Roemahplanet, yang Merawat Bumi dan Manusia
Program Khusus Museum Barli
Museum Barli biasanya dikunjungi oleh siswa-siswa sekolah dasar, baik dari Bandung maupun luar Bandung. Tidak jarang pula dikunjungi mahasiswa. Maka dari itu, mulai beberapa waktu lalu diadakanlah program melukis bersama, yakni program berbayar yang diajar oleh cucu Barli, Aditya Priyagana. Di sini peserta akan dibekali pelatihan terlebih dahulu sebelum menyumbangkan karya ke Museum Barli.
“Cara mengekspresikan kejiwaan seseorang itu diajarin. Jadi, anak-anak itu mereka pulang ada ilmunya”, papar Anna. Dia juga bercerita betapa antusias dan percaya dirinya peserta dalam menghasilkan karya seni. “Mereka belajar keterampilan, imajinasi, rasa percaya diri”, terangnya. Tidak heran jika anak-anak seusia tujuh tahun sudah bisa mengekspresikan apa yang ada di kepala mereka melalui seni lukis.
Selain itu, program Sekolah Bumi yang hingga kini diteruskan oleh, Aditya Priyagana, merupakan program pendidikan untuk anak-anak kurang mampu. Tujuan diadakannya program Sekolah Bumi adalah menjalin rasa kebersamaan di antara anak-anak kurang mampu. Biasanya, Adit akan mengundang mereka ke museum atau jika tidak dirinya yang akan mendatangi mereka. Mereka dibimbing untuk melakukan aktivitas positif khususnya dalam dunia seni, misalnya menggambar. Dengan begitu, diharapkan melalui seni tercipta kepedulian dan kasih sayang di antara mereka.
Mengabsen Setiap Sudut Museum Barli
Jika anda berkunjung ke Museum Barli, jangan kaget jika penampilan luarnya tidak seperti museum kebanyakan. Meskipun, tampak sederhana, Museum Barli tidak akan membuat anda kecewa setelah mengunjunginya. Museum Barli terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama alias lantai bawah tanah merupakan tempat cafe yang juga menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk kelangsungan museum. Dari lantai itu, pengunjung akan diajak naik ke lantai dua dan tiga yang berisi karya seni menarik.
Di Lantai dua anda akan mendapati ruangan penuh dengan karya lukis yang kaya akan imajinasi. Di setiap sudut ruangan terdapat lukisan yang dibuat oleh anak sekolah dasar hingga mahasiswa. Sementara itu, di luar ruangan juga tidak kosong. Terpampang lukisan Aditya Priyagana yang beraliran abstrak. “Secara psikologis ada penjiwaannya”, kata Anna. Ada pula karya anak Sekolah Bumi. Di sisi lain, terdapat banyak sekali koleksi buku dan mainan tahun 1990 hingga 2000-an.
Selanjutnya kita beralih ke lantai tiga. Di sinilah kumpulan lukisan bernilai tinggi ciptaan Barli. Barli menggunakan berbagai macam alat dan bahan dalam melukis, antara lain menggunakan pisau, krayon, cat air, charcoal, hingga cermin. Barli menggunakan cermin untuk melukis dirinya sendiri.
Uniknya setiap karya memiliki filosofinya sendiri. Salah satu yang paling menarik bagi penulis adalah lukisan gunung kapur di Padalarang Tahun 1960an. Terlihat jelas jika Barli ingin menunjukkan perbandingan tinggi gunung kapur dengan tinggi manusia. Dan kini hanya tersisa kisah sejarah. Gunung itu tidak lagi menjulang tinggi, sudah habis di eksploitasi. Ada juga lukisan orang Bali yang memiliki ilmu kebal yang membuatnya tidak mempan tertusuk pisau. “Orang Bali kan itu ada ilmu yang ditusuk tapi dibuka lagi mereka nggakpapa”, jelas Anna. Itulah yang membuatnya bernilai tinggi, selain daripada visualnya yang sedap dipandang mata.