Menolak Penggusuran Pasar Banjaran, Warga Gelar Longmars dan Doa Bersama
Pemerintah Kabupaten Bandung mengultimatum pedagang mengosongkan Pasar Banjaran hari ini untuk memulai pembongkaran pasar. Kabar teranyar pembongkaran ditunda.
Penulis Awla Rajul10 Juli 2023
BandungBergerak.id – Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Kabupaten Bandung merencanakan akan melakukan pembongkaran dan pemutusan jaringan listrik di Pasar Banjaran, Senin (10/7/2023). Para pedagang Pasar Banjaran pun sejak pagi sudah berjaga-jaga, dan melakukan longmars serta istigasah di Terminal Banjaran. Hingga berita ini diturunkan tidak terlihat adanya upaya pembongkaran dan pemutusan jaringan listrik di Pasar Banjaran.
Disperindag Kabupaten Bandung sudah mengirim surat pemberitahuan per 5 Juli 2023 mengenai pembongkaran dan pemutusan jaringan listrik Pasar Banjaran. Dalam surat tersebut pedagang pasar diminta segera menempati Tempat Penampungan Berjualan Sementara (TPBS).
“Pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan Pasar Banjaran akan segera dilakukan yang diawali dengan pelaksanaan pembongkaran dan pemutusan jaringan listrik bangunan Pasar Banjaran pada hari Senin, tanggal 10 Juli 2023 yang dilaksanakan oleh Mitra Bangun Guna Serah Pembangunan dan Pengelolaan Pasar Banjaran,” demikian petikan surat tersebut.
Selain surat itu, ada pula surat lainnya dari Disperindag Kabupaten Bandung nomor 500.2.3.13/2057/SPD yang ditujukan pada pengelola lahan terminal. Dalam surat tersebut Disperindag meminta izin penggunaan lahan terminal untuk dijadikan tempat menyimpan kendaraan berat, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, posko, serta lokasi apel mulai hari Minggu, 9 Juli 2023, sampai dengan Kamis, 13 Juli 2023.
Ada juga surat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bandung nomor 090/2024/GAKDA bertanggal 6 Juli 2023. Surat tersebut merupakan surat tugas Satpol PP untuk melakukan pengamanan kegiatan pembongkaran kios/lapak pedagang dan pemutusan jaringan listrik Pasar Banjaran.
Adapun para pedagang Pasar Banjaran sudah berjaga-jaga sejak pagi. Namun kegiatan jual beli pedagang pasar tetap berjalan normal.
Bersamaan para ibu pedagang Pasar Banjaran melakukan longmars dari Pasar Banjaran menuju Polsek Banjaran. Iring-iringan para ibu pedagang pasar dilanjutkan menuju Alun-Alun Banjaran, hingga berakhir di Terminal Banjaran.
Di Terminal Banjaran, para ibu pedagang Pasar Banjaran yang kebanyakan mengenakan gamis hitam dengan jilbab hijau menggelar doa bersama di atas lembaran kardus bekas yang digelar di tanah. Sambil melindungi diri dari terik matahari menggunakan lembaran kardus, para ibu pedagang Pasar Banjaran khusyuk mendengarkan doa yang dilantunkan salah seorang dari mereka yang menggunakan toa pengeras suara.
Baca Juga: Proses Hukum Pasar Banjaran masih Berjalan, Revitalisasi Harus Dihentikan
Penolakan Dibalas Intimidasi, dari Pemagaran hingga Pengerahan Alat Berat di Tengah Kisruh Revitalisasi Pasar Banjaran
Puluhan Pedagang Pasar Banjaran Membatalkan Pendaftaran Revitalisasi dan Mengembalikan Kunci Kios Relokasi
Menolak Swastanisasi Pasar Banjaran
Nani Yuningsih (43 tahun), seorang ibu pedagang Pasar Banjaran yang mengikuti aksi tersebut mengatakan bahwa dengan aksi longmars tersebut para pedagang ingin menunjukkan masih banyak pedagang Pasar Banjaran yang bertahan dan berjuang. Mereka sengaja menggelar doa bersama untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.
“Mugi ngiring ngabantos dina nanjerkeun kebenaran, kebijakan, keadilan anu seadil-adilnya, ka sadayana Warga Pasar Banjaran anu keur berjuang mempertahanken hak kios-kiosna sareng bangunanana anu nuju dicaralikan mugi ku Allah sing dijagi, mugi sing saengganhna ku Allah dipaparinan anu sa sae-saenya, anu diridoi ku Allah, anu baris nyalamatkan kanggo sadayana,” harap Nani yang sudah berdagang selama 13 tahun di Pasar Banjaran.
Pedagang warung nasi ini menegaskan bahwa para pedagang menolak swastanisasi pasar. Pedagang sebenarnya mendukung revitalisasi pasar selama menggunakan dana APBN/APBD.
Salah satu pedagang lainnya, Yuyun Yuninigsih (52 tahun) mengatakan hal senada. Sejak awal, para pedagang menolak keras pelibatan pihak ketiga dalam revitalisasi Pasar Banjaran.
“Cuma untuk saat ini seandainya belum ada dana APBD atau APBN ya udah tunggu aja, harapannya gitu. Yang ibu inginkan itu kayak dulu, dagang teh tenteram, damai. Tapi semenjak dilimpahkan ke pihak ketiga jadi semrawut, terasa diadu domba. Yang biasa baik sekarang gak baik. Harapan ibu yang paling baik aja,” ungkapnya kepada BandungBergerak.id usai doa bersama.
Kuasa Hukum warga, Makmur Jaya menerangkan para pedagang mengalami intimidasi dan terpaksa harus pindah ke tempat relokasi. Para pedagang merasa intimidasi paling berat ketika pemagaran seng siang hari usai kedatangan Bupati Bandung Dadang Supriatna ke Pasar Banjaran. Ia juga mengkritik penggunaan Alun-Alun Banjaran sebagai tempat relokasi.
“Alun-alun itu kan sebenarnya RTH. Seharusnya jangan diadakan untuk penjualan sementara, karena itu kan merupakan alun-alun untuk kegiatan-kegiatan masyarakat, seharusnya itu kan gak bisa dipakai untuk komersial,” terang Makmur saat ditemui di Pasar Banjaran.
Selain itu, Makmur juga mengkritik tentang rencana pemutusan listrik. Menurutnya pemutusan listrik merupakan tindak sepihak dan tidak ada kaitan dengan revitalisasi Pasar Banjaran. Sebab, para pedagang merupakan konsumen PT. PLN dan berhubungan secara langsung dan membayar biaya bulanan listrik.
“Ada undang-undang perlindungan konsumen. Artinya tidak bisa sepihak, baik itu oleh instruksi Pemda kepada PLN untuk memutuskan, terhadap PLN yang sudah dibayar oleh pedagang,” tambah Makmur.
Makmur juga menyebutkan jika pembongkaran kios di Pasar Banjaran dilakukan bisa terkena delik pidana sesuai KUHP pasal 406. Ia menambahkan upaya hukum yang sedang dilakukan adalah menunggu hasil putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang akan akan diputuskan pada Kamis, 13 Juli 2023 mendatang.
Kondisi di Tempat Relokasi
Tempat relokasi pedagang yang sudah menerima revitalisasi Pasar Banjaran berada di dua tempat. Untuk jualan kering seperti pakaian ditempatkan di Alun-Alun Banjaran, dan jualan basah di di bekas TPS Pasar Banjaran. Beberapa pedagang yang pindah ke tempat relokasi mengaku karena terpaksa.
Misalnya Yuli Nurlia (41 tahun), pedagang telur dan tembakau yang sudah menempati kios relokasi di bekas TPS Pasar Banjaran. Ia bercerita, saat kedatangan bupati Bandung ke pasar, para pedagang di sekitar jongko Yuli sudah memilih pindah ke relokasi. Posisi jongkonya berada di pojok, sedang jongko-jongko lain yang sudah pindah ke relokasi sudah diratakan.
Ia bertahan di jongko lamanya itu selama tiga hari. Ia dan suaminya lalu memutuskan untuk pindah ke relokasi. Saat awal pindah ke relokasi itu ia merasa asing dan mendapatkan tanggapan yang kurang enak dari pedagang lainnya. Ia memaksa diri untuk bertahan dan mencoba nyaman di tempat relokasi.
“Saya pas pertama ke sini banyak orang-orang yang nyinyir,” ungkap Yuli yang sudah berjualan sejak 2002.
Ia mengaku tidak nyaman di tempat relokasi. Ia mengeluh soal pembeli yang tak seramai di jongko lama. Pada siang hari di tempat relokasi tersebut sudah tak ramai pembeli.
Tak hanya itu, biaya harian yang harus dikeluarkan lebih mahal. Per harinya Yuli harus mengeluarkan uang Rp. 7.000 untuk keamanan, kebersihan, dan listrik.
“Terus di sini kan harus bayar, karcis per hari empat ribu. Listrik satu gantungan tiga ribu per hari. Sekarang tujuh ribu kan kali sebulan udah berapa,” terang Yuli.
Yuli mengaku harga Rp 20 juta per meter untuk kios usai revitalisasi sangat berat bagi pedagang.
“Kalau misalkan seperti itu, masih kita terus dikekang dengan harganya itu kita gak akan sangguplah. Apalagi kita harus punya utang tiap bulannya kan, apalagi anak-anak sekolah. Emang berat sekali, terlalu berat,” ujar Yuli.
Pedagang lainnya, Nurjaman (50) juga mengeluhkan hal serupa. Ia pindah ke tempat relokasi karena terpaksa, sebab teman-teman pedagang lainnya sudah pindah dan jongko mereka sudah diratakan dengan tanah.
“Terpaksa karena udah semua pindah ke sini. Saya waktu dulu itu ada syukuran dulu, baru ke pasar, udah hancur. Jongko yang lain udah pada hancur, setelah itu saya pindah,” ungkap Nurjaman yang sudah menjual buah di Pasar Banjaran sejak 1990.
Ia menyebutkan jika jualan di tempat relokasi keuntungannya tak sebanyak di jongko lamanya. Ia pun mengaku tak tahu-menahu jika sudah mendaftar ke perusahaan. Ia sebenarnya ingin kembali, namun apalah daya tempat untuk berjualan sudah tidak ada selain tempat relokasi.
“Gak tahu itu, daftar itu dikira ambil kunci aja. Gak tahu itu pembongkaran, gak tahu apa-apa. Pokoknya saya ke sini juga pindah terpaksa lah. Mau jualan teman-teman juga udah gak ada, sisa dua orang. Ah lebih baik pindah dulu ikut yang lain. Ternyata pindah dulu, aduh pusing, pusing, pusing kana kepala gitu,” ungkapnya.
Nurjaman berharap segera ada kepastian terkait revitalisasi Pasar Banjaran. Agar ia bisa melanjutkan berjualan dengan lebih tenteram, nyaman, dan aman. Sebab, selain berjualan tak nyaman, pembeli yang datang tak sebanyak dulu.
“Yang mana yang harus diturutin gitu lah, soalnya kepala udah pusing. Mau ke sini mau ke sana, mau ke sana udah hancur kan. Tergantung gimana semua pedagang di sana. Karena kan sama saya juga dari sana, mempertahankan hak itu,” ungkapnya.
*
Hingga berita ini diturunkan, tidak terlihat upaya pembongkaran maupun pemutusan listrik di Pasar Banjaran. “Sampai detik ini tidak ada, upaya pembongkaran sampai saat ini enggak ada, karena kami selalu stand by di lapangan," ujar Rifa Zainurrofi, seorang warga Banjaran saat dihubungi BandungBergerak.id.
Ia menyebutkan, pembongkaran dan pemutusan listrik ini sepertinya ditunda. Sebab tersiar kabar pembongkaran akan dilakukan pada Sabtu, 15 Juli 2023. Meski Rifa belum bisa memastikan kabar ini sebab belum ada surat resmi. Ia pun menambahkan, Kamis, 13 Juli 2023, merupakan hari penentuan, sebab merupakan hari putusan sidang pengadilan.