• Narasi
  • Wisata Kampung 200 Pelangi, Jejak Kehidupan Warga pada Ratusan Anak Tangga

Wisata Kampung 200 Pelangi, Jejak Kehidupan Warga pada Ratusan Anak Tangga

Kampung 200 Pelangi salah satu hidden gem di Kota Bandung. Permukiman padat dengan bangunan yang menempel dan menumpuk di dinding bukit.

Putri Amalia Kunaefi

Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad)

Suasana tampak depan Kampung 200 Pelangi di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. (Foto: Putri Amalia Kunaefi)

12 Juli 2023


BandungBergerak.id – Kota Bandung seperti tak pernah kehabisan cara untuk menarik minat orang. Selain mendapat julukan “kota romantis” sehingga banyak orang ingin mengunjungi, Bandung juga menyimpan sejumlah hidden gem yang selalu bikin penasaran. Terlebih lagi jika berbicara soal pariwisata, Bandung akan menjadi salah satu incaran yang selalu terlintas dalam benak setiap orang.

Salah satu destinasi wisata yang tak biasa dan membuat orang bertanya-tanya apakah itu termasuk sebagai “wisata” atau tidak adalah destinasi Kampung 200 Pelangi. Sebagian orang mungkin bertanya, bagaimana bisa kampung dijadikan sebagai destinasi hiburan, di mana letak ketertarikannya, bahkan aktivitas apa yang bisa dilakukan di sana. Sebab, berwisata identik dengan menghabiskan biaya lebih untuk mendapatkan hiburan dan pengalaman yang tidak ditemukan dalam keseharian.

Jika wisatanya ada di kampung, bukankah itu hanya pemukiman masyarakat yang biasa dilihat sehari-hari?

Mari menelusuri harta karun tersembunyi, Kampung 200 Pelangi. Secara administratif, kampung ini berlokasi di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Tidak jauh dari lokasi, terdapat juga destinasi wisata Teras Cikapundung dan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Jika masih terlintas dalam benak bahwa berwisata kok ke kampung? Silakan melipir ke dua destinasi wisata yang lokasinya tak jauh dari “kampung” itu.

Baca Juga: Komunitas dan Kalangan Akademik Membangkitkan Potensi Wisata Edukasi Kampung Cibarani
Berkenalan dengan Delapan Desa Wisata Jawa Barat melalui Urban Village D’Fest 2022
Sekadar Bayangan Menikmati Keseruan Wisata Carita Alam Pangalengan

Kampung 200 Pelangi

Terletak di pusat kota. Anda dapat menelusuri jalan setapak sejauh 700 meter dari jalan raya utama. Tak seperti yang dibayangkan, jalanan setapak menuju kampung ini sangat bersih dan terawat serta tidak ada satu sampah yang terlihat. Deru arus Sungai Cikapundung yang berada di sisi jalan seketika dapat membuat Anda lupa jika sedang berada di pusat kota. Semakin jauh Anda menelusuri jalan setapak, semakin tenang pula pikiran dan perasaan karena suasana yang menyegarkan.

Jika Anda berpikir bahwa kampung yang akan anda lihat seperti kampung pada umumnya, maka Kampung 200 Pelangi akan mematahkan imajinasi. Berada di tebing yang curam, Anda akan melihat deretan rumah warga yang saling bertumpukan. Layaknya terasering pada sebuah lahan tani.

Anda dapat mengamati tingkatan rumah warga yang saling berjejal satu sama lain yang membuat Anda berpikir, apakah mereka betah, bagaimana mereka beraktivitas, apa tidak lelah jika harus naik turun tangga bahkan untuk sekedar pergi ke warung terdekat?

Untuk mendapat jawabannya, Anda harus mencoba masuk ke dalamnya melalui jembatan penghubung di atas Sungai Cikapundung. Sebelum lanjut, alangkah baiknya untuk mengabadikan diri dan tak lupa untuk buat Instastory agar mencapai tujuan healing. Voila! Akan langsung banyak komen yang membanjiri “Ini di luar negeri ya? Suasananya kayak di Brazil!” Lagipula apa sih definisi wisata zaman kini? Yang penting update story!

Dua Juta jadi Dua Ratus Ribu

Terlihat biasa saja tapi kok luar biasa capeknya! Akses jalan yang terjal, curam, berkelok-kelok, dan sempit akan menguji adrenalin. Bahkan ukuran lebar setiap anak tangga tak lebih dari 80 cm. Ya, anggap saja seperti wisata mendaki gunung. Jika bersama teman-teman, Anda akan tahu bagaimana sifat asli mereka di kala kesulitan. Namun, jika sendirian pun Anda akan lebih memahami sejauh mana batas kesabaran Anda diuji. Tenang saja, Anda bukan berada di tengah hutan sebenarnya. Di tengah perjalanan mendaki anak tangga, terdapat warung-warung milik warga yang dapat Anda sambangi. Kalau mampu sampai puncak, Anda akan menemukan warung yang bahkan sudah bisa QRIS. Pemilik warung itu bernama Suroto (63) asal Yogya yang sudah menetap di kampung ini selama belasan tahun. Dirinya sudah tidak asing jika kedatangan wisatawan dan seketika langsung menjadi tour guide dadakan.

“Dinamakan Kampung 200 itu karena waktu kami (warga) direlokasi, kami mendapat bantuan dana dari pemerintah sebesar 2 juta rupiah. Eh, namanya juga manusia ya. Tiba-tiba aja kami cuma nerima 200 ribu, hehehe,” ungkap Suroto  disertai gelak tawa.

“Kalau kampung pelangi nya mah memang ceritanya waktu tahun 2018 ada perusahaan cat yang ngasih kami cat gratis. Tentunya kami senang! Lalu, dicatlah semua rumah kami hingga warna-warni. Sejak itu kan jadi cantik ya apalagi kalau dilihat dari bawah. Taunya ramai juga banyak orang yang foto-foto di sini,” lanjut Suroto.

Warung milik Suroto yang berada di puncak berdekatan dengan jalan menuju kampung lain. Sehingga, biasanya di jalan itulah para kurir menempatkan sepeda motornya dan berjalan ke bawah untuk mengantarkan paket bagi warga yang tinggal di Kampung 200.

“Biasanya saya naro motor di jalan itu dulu. Terusnya, saya langsung jalan ke bawah. Waktu itu teh pernah mau COD-an sama orang. Dia ngasih fotonya ke saya, katanya di sini A’. Turun lah saya sambil nyari lokasi yang sama kayak di fotonya. Lama saya cari, gak ketemu atuh itu rumahnya sebelah mana. Lieur, euy! Udah gitu aja, di cancel sama yang beli. Haduh!” kata seorang kurir bernama Dadan (23).

Setelah berhenti sekedar mengisi amunisi, Anda akan turun kembali untuk pulang. Lagi-lagi ini bukan sedang mendaki gunung. Anda akan melihat anak kecil yang pulang ke sekolah dengan naik tangga, ibu-ibu yang membawa belanjaan naik tangga, kakek yang hendak berangkat ke mushola naik tangga, dan berbagai aktivitas warga yang pada umumnya saja. Bedanya, mereka harus naik turun tangga.

“Kita mah udah biasa naik turun tangga. Gak capek. Emang tinggalnya di sini juga. Kita semua juga senang aja, kan enak di sini adem,” ucap petugas keamanan, Dadang (44).

Sampai Anda kembali ke tempat semula yaitu di jembatan Sungai Cikapundung. Anda akan merasa bahwa betapa bersyukur menjalani hidup dengan normal-normal saja. Tidak seperti mereka yang harus hidup bersama dengan ratusan anak tangga, Anda dapat berjalan di jalanan datar dan tidak harus merasakan hiking setiap harinya. Anda juga akan sadar bahwa sejatinya, wisata tidak harus selalu menghabiskan uang. Melihat orang lain bahagia dengan kehidupannya yang berbeda dengan kita, tanpa sadar dapat menghibur diri kita yang selalu ingin mengejar kesempurnaan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//