• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Imbas Polarisasi Algoritma Media Sosial terhadap Kehidupan Pengguna Media Sosial

MAHASISWA BERSUARA: Imbas Polarisasi Algoritma Media Sosial terhadap Kehidupan Pengguna Media Sosial

Polarisasi pada algoritma terbentuk karena algoritma media sosial cenderung mempelajari preferensi pengguna berdasarkan intensitas interaksi pengguna dengan konten.

Siti Raina Amalia

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Penonton menyaksikan konser dengan gawai di Bandung, Selasa (5/10/2021). Gawai maupun media sosial menjadi kebutuhan bagi masyarakat. (Ahmad Abdul Mugits Burhanudin/BandungBergerak.id)

12 Juli 2023


BandungBergerak.id – Media sosial paling banyak digunakan dalam keseharian masyarakat di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, pengguna aktif media sosial sebanyak 56 % atau setara dengan 150 juta orang (Irwanto & Hariatiningsih, 2019). Dilihat dari persentase penggunanya, media sosial telah berkembang menjadi salah satu kebutuhan utama di kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak manfaat yang dapat diambil dari media sosial. Namun, di balik itu, media sosial juga bisa memberikan dampak buruk bagi penggunanya. Salah satunya yaitu terkait dengan polarisasi algoritma.

Polarisasi algoritma adalah proses yang merujuk pada algoritma yang digunakan oleh platform media sosial untuk memilih dan menampilkan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna. Tujuannya  agar pengguna menghabiskan waktu yang lama di media sosial tersebut.

Dalam upaya memilih dan menampilkan konten sesuai dengan preferensi pengguna, perlu keterlibatan pengguna oleh algoritma itu sendiri. Maka dari itu, Algoritma menciptakan “filter bubble” atau gelembung filter di mana pengguna media sosial hanya diperlihatkan pada pandangan beserta opini yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri dan dapat menyaring umpan berita yang sesuai. Hal ini memberikan banyak pengalaman yang lebih personal kepada pengguna media sosial, seakan-akan di alam bawah sadar pengguna menganggap bahwa yang ditampilkan pada media sosial adalah hal yang sangat mirip dengan sedang atau telah dialami.

Filtrasi pada “filter bubble” media sosial juga menggunakan algoritma keterlibatan pengguna media sosial. Misalnya algoritma mengidentifikasi sebuah pola konten yang hanya ditonton dalam waktu singkat. Maka algoritma akan mengidentifikasi pola tersebut dan menyaring kembali konten yang harus banyak ditampilkan. Algoritma juga akan menyimpulkan bahwa konten tersebut kurang diminati oleh pengguna media sosial. Selain pada fitur filtrasi ini, terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan polarisasi algoritma pada media sosial.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Inovasi Anak Muda Indonesia Terkait Sampah Plastik
MAHASISWA BERSUARA: Bahayanya Dampak Pelecehan Seksual pada Anak
MAHASISWA BERSUARA: Ambigu Pemerintah dalam Menyikapi Praktik Khitan Perempuan

Polarisasi Algoritma pada Media Sosial

Penyebab utama terjadinya polarisasi algoritma pada media sosial pastinya memiliki keterlibatan interaksi dengan pengguna. Salah satu penyebabnya yaitu perilaku pengguna.

Polarisasi pada algoritma terbentuk karena algoritma pada media sosial cenderung mempelajari preferensi pengguna berdasarkan tingkat intensitas interaksi pengguna dengan konten. Jika pengguna media sosial memiliki intensitas yang tinggi terhadap suatu konten yang memiliki pandangan atau opini serupa dengan mereka, maka algoritma pada media sosial akan menampilkan lebih banyak lagi hal yang serupa. Hal ini dapat mengakibatkan pengguna media sosial hanya terfokus dan makin memperkuat pada satu pandangan atau opini serupa, sehingga opini atau pandangan lain diabaikan.

Penyebab lainnya yaitu, munculnya konten yang kontroversi di mana semakin menarik hati perhatian para masyarakat. Apalagi konten ini banyak dapat diakses di media sosial. Algoritma menganggap dengan banyaknya peminat terhadap konten kontroversial, memberikan sebuah kesimpulan untuk melibatkan lebih banyak interaksi pengguna dengan konten tersebut. Dari situlah, algoritma mengidentifikasi pola tersebut sehingga menampilkan lebih banyak lagi konten serupa yang akhirnya meningkatkan polarisasi yang mengakibatkan konten yang moderat dan netral kurang dapat banyak perhatian.

Dari hal-hal di ataslah yang menyebabkan peningkatan polarisasi berdasarkan hasil identifikasi penggunaan algoritma pada media sosial. Peningkatan polarisasi ini dalam jangka panjang dapat mengancam kehidupan pengguna media sosial juga. Salah satu yang sangat berdampak bagi kehidupan pengguna adalah terjadinya perpecahan dikarenakan adanya provokasi yang sebenarnya belum dapat dipastikan mengenai kebenarannya. Hal ini menyebabkan pertengkaran atau keributan antara pengguna di mana masing-masing dari mereka tidak mengenal satu sama lain. Terdapat beberapa dampak negatif dari polarisasi algoritma media sosial terhadap pengguna.

Dampak Negatif  Polarisasi Algoritma Media Sosial

Polarisasi algoritma menyebabkan pengguna media sosial cenderung terpapar pada konten yang memperkuat pikiran dan pandangan mereka sendiri sehingga mengabaikan pendapat dan pandangan yang berbeda. Sebagai hasil dari polarisasi tersebut, masyarakat terfragmentasi menjadi kelompok-kelompok yang saling berlawanan, terjadinya perpecahan belah, provokasi, hingga adu domba karena memiliki pemahaman yang beda dan sulit mencapai dialog yang sehat. Hal lainnya yaitu dapat memperburuk konflik sosial dan politik.

Diketahui bahwa konflik politik masih menjadi salah satu konflik yang masih banyak diikuti oleh masyarakat di dunia. Tidak sedikit terjadinya perpecahan belah antar masyarakat karena konflik politik ini akibat dari provokasi dan tidak tersaringnya berita hoaks.

Salah satu akses untuk mendapatkan informasi mengenai konflik politik, yaitu melalui media sosial. Pengguna mendapatkan banyak berita mengenai politik dan beragam informasi serupa terkait politik diatur oleh algoritma media sosial yang nantinya akan membentuk polarisasi secara otomatis. Selain itu, penggunaan algoritma pada media sosial yang mengambil data pribadi pengguna juga dapat disalahgunakan untuk urusan politik.

Contoh pada skandal Cambridge Analytica di mana merupakan salah satu kasus penyalahgunaan data terbesar di dunia yang menyangkut penyalahgunaan 87 juta data pengguna Facebook. Data tersebut dipakai untuk kepentingan kampanye pemilu presiden Donald Trump pada tahun 2016 (Sorongan, 2022).

Selain itu, dilihat dari segi kualitas penerimaan informasi. Proses algoritma yang melibatkan interaksi pengguna sering kali memprioritaskan konten yang bersifat kontroversial, sensasional, maupun emosional yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah view dalam konten tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran berita hoaks, informasi yang belum terverifikasi kebenarannya, maupun narasi ekstrem yang dapat mempengaruhi opini publik secara negatif. Pengaruh tersebut dapat merusak pemahaman objektif dan kritis pengguna media sosial.

Polarisasi algoritma inilah yang membawa banyak masyarakat larut dalam pemakaian media sosial sehari-harinya dan meningkatkan jumlah pengguna media sosial juga. Di sisi lain, polarisasi ini juga memudahkan masyarakat untuk menemukan informasi atau berita terkait, dikarenakan algoritma membantu identifikasi keterlibatan interaksi pengguna dengan media sosial.

Dampak Positif Polarisasi Algoritma Media Sosial

Media sosial merupakan salah satu tempat para pengguna untuk memposting hal yang di suka. Apabila pengguna merasa terganggu dengan postingan temannya, dengan bantuan algoritma ini dapat membantu menyaring kebisingan sehingga pengguna tidak dapat melihat jenis postingan serupa. Hal lainnya dapat dilihat dari segi lapangan pekerjaan.

Banyaknya lapangan pekerjaan yang menggunakan media sosial sebagai alat utama pekerjaan masyarakat membawa banyak keuntungan dalam kehidupan pekerja. Munculnya strategi marketing melalui media sosial menjadi hal yang tepat berdasarkan fungsi polarisasi algoritma itu sendiri. Hal ini dapat banyak dilihat dari munculnya iklan yang menawarkan produk melalui media sosial atau orang berjualan secara online dengan bantuan fitur live. Tentunya dengan penggunaan algoritma ini akan menghubungi keterlibatan interaksi dengan pengguna media sosial yang memang tertarik dengan produk tersebut. Tentunya ini sangat memudahkan para pebisnis ataupun perusahaan yang menjual produk mereka melalui media sosial. Selain itu, algoritma pada media sosial ini dapat membawa dampak positif pada kelompok minoritas.

Algoritma pada media sosial menggunakan keterlibatan pengguna di mana dapat membantu kelompok minoritas atau pandangan yang tidak umum menjadi lebih terlihat. Hal ini juga dapat membantu untuk membuka berbagai referensi atau perspektif yang beragam sehingga memperluas jangkauan kelompok minoritas. Selain itu, hal ini juga membuka kesempatan bagi kelompok tersebut untuk mendapatkan hal yang bermanfaat bahkan lebih berkualitas yang mungkin tidak terlihat jika mereka mencari secara manual.

Secara keseluruhan dampak dari polarisasi algoritma pada media sosial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan pengguna baik dari sisi positif maupun negatifnya. Namun, harus ada solusi dari dampak negatif polarisasi algoritma ini. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi dampak negatif dari polarisasi algoritma ini yaitu upaya kolaboratif dari perusahaan media sosial, pendidikan, dan juga pengguna media sosial itu sendiri. 

Pengguna media sosial juga perlu diberdayakan untuk memahami dan mengkritisi dalam hal ini menyaring kembali informasi yang mereka terima. Pengembangan ruang dialog antar pengguna media sosial juga diperlukan agar terjadi dialog yang inklusif, pikiran yang lebih terbuka, saling menghargai dan menerima perbedaan. Hal ini akan melahirkan komunikasi yang sehat antar pengguna media sosial dan penerimaan informasi yang lebih berkualitas sehingga kehidupan para pengguna juga jauh lebih sehat dan terarah.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//