• Kolom
  • SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #29: Telegram Pers

SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #29: Telegram Pers

Sipatahoenan memuat rubrik Telegram yang menyajikan berita-berita singkat dari luar negeri yang berasal dari telegram kantor berita Aneta sebelum beralih ke Antara.

Atep Kurnia

Peminat literasi dan budaya Sunda

Sejak edisi 20 Oktober 1930, Sipatahoenan mendapat otoritas untuk memuat berita singkat melalui telegram pers. (Sumber: Sipatahoenan, 20 Oktober 1930)

20 Juli 2023


BandungBergerak.id – Salah satu sumber berita yang sering dimuat di dalam Sipatahoenan berasal dari kiriman telegram, sehingga dikenal sebagai perstelegram. Mengenai hal ini, redaksi Sipatahoenan mulai menegaskannya dalam berita singkat “Perstelegram” (edisi 20 Oktober 1930).

Pada paragraf pertama tertulis, “Ti ajeuna, Sipatahoenan geus meunang machtiging, nampa perstelegram ti correspondentna sarta tariefna dina saketjap ngan 3 cent” (Dari sekarang, Sipatahoenan sudah mendapatkan otoritas untuk menerima telegram pers dari korespondennya serta tarifnya untuk setiap kata hanya sebesar 3 sen). Kemudian pada paragraf keduanya terbaca, “Bisi bae aja noe ngirimkeun bericht, hajang tereh katampana koe redactie, bisa ngagoenakeun ieu telegram pikeun pers” (Bila ada yang hendak mengirimkan berita singkat, agar segera diterima oleh redaksi, bisa menggunakan telegram untuk pers ini).

Dalam perkembangannya, bahkan, Sipatahoenan menyajikan rubrik khusus untuk mewadahi berita singkat yang bersumber dari kiriman telegram. Rubriknya diberi nama “Telegram”, seperti yang dinyatakan oleh Sjarif Amin dalam tulisannya “Njoreang ka toekang” (edisi 7 Desember 1934): “Dina Sip kamari, rubriek ‘Telegram’ aja bedja kieu” (Dalam Sipatahoenan kemarin, pada rubrik ‘Telegram” ada kabar begini).

Contoh lainnya ada pada berita “Bahaja Alam di Ragoeng” (edisi 12 Januari 1935). Di situ antara lain dinyatakan: “Dina ieu soerat kabar rubriek telegram, sawatara powe katoekang geus diterangkeun jen Pamekasan diamoek koe topan nepi ka loba imah-imah anoe raroeksak ...” (Dalam surat kabar ini, yaitu pada rubrik “Telegram”, dikabarkan bahwa beberapa hari yang lalu bahwa Pamekasan diamuk oleh taufan sehingga banyak rumah yang rusak).

Pada praktiknya, rubrik “Telegram” baru ada di Sipatahoenan semenjak tahun 1932 hingga tahun 1937. Seperti yang dapat dilihat dari edisi 18 November 1932 yang banyak menyajikan berita-berita singkat dari luar negeri yang dikirimkan oleh kantor berita Aneta-Transocean, Aneta-Havas, Aneta-Reuter. Dalam rubrik “Telegram” pada edisi 18 Juli 1936 yang menyajikan berita-berita luar negeri kiriman dari Aneta-Reuter dan dalam rubrik yang sama pada edisi 6 Januari 1937 tersaji kabar-kabar dari telegram kiriman Aneta-Reuter, Aneta-Havas, dan Aneta-Transocean.

Sejak 1935, Sipatahoenan mulai menjalin kerja sama secara serius dengan kantor berita Aneta. (Sumber: Sipatahoenan, 3 September 1935)
Sejak 1935, Sipatahoenan mulai menjalin kerja sama secara serius dengan kantor berita Aneta. (Sumber: Sipatahoenan, 3 September 1935)

Baca Juga: SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #26: Dua Edisi yang Disita Polisi
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #27: Sanah Belanda, Sinih Bumiputra
SEJARAH SIPATAHOENAN 1924-1942 #28: Mohamad Ambri, Bapak Realisme dalam Sastra Sunda

Sumber Berita

Berbicara mengenai hubungan antara Sipatahoenan dengan Aneta, sebenarnya sudah terjalin sejak tahun 1929. Namun, mula-mula bukan sebagai sumber berita, melainkan sebagai “Vertegenwoordigers” yang berkaitan dengan iklan. Hal ini tampak dari dituliskannya N.V. Recl. Bedr. ANETA atau N.V. Reclame Bedrijf ANETA di Weltevreden pada kotak redaksi Sipatahoenan edisi 16 Februari 1929 hingga 11 Oktober 1930.

Aneta sebagai sumber berita Sipatahoenan mula-mula berasal dari petikan-petikan surat kabar lain dengan nama rubrik “Kawat: tina s.s.k.”, seperti yang tampak dari edisi 26 Mei 1931 yang menyajikan kabar-kabar dari Belanda, Polandia, dan Inggris yang bersumber dari Aneta-Nipa, Aneta-Nipa-Trans Ocean, dan Aneta-Nipa-Reuter.

Hubungan antara Sipatahoenan dengan Aneta mulai diperkuat sejak adanya pengumuman direksi Sipatahoenan yang bertajuk “Aneta djeung Sipatahoenan” pada edisi 3 September 1935. Di situ tertulis lima paragraf pengumuman dengan menggunakan huruf kapital. Pada paragraf pertama direksi menyatakan demi kepentingan para pembaca dan pemasang iklan, ke depannya perhubungan antara Aneta dengan Sipatahoenan akan semakin erat (“Ti ajeuna keneh geus bisa diwawarkeun, jen kahareup mah perhoeboengan antara Aneta djeung Sipatahoenan teh bakal leuwih raket”).

Pada paragraf kedua, yang ditegaskan adalah ihwal maksud kerja sama tersebut, yakni bertambahnya berita-berita yang dimuat dalam Sipatahoenan melalui kiriman Aneta (“Leuwih raket lebah dieu ngandoeng harti [maksoed] tambahna bedja-bedja dina Sip via Aneta enz”). Penambahannya dijelaskan dalam paragraf ketiga, yaitu kabar-kabar dari luar negeri, perluasan Buitenlandsche-dienst dan penambahan pada Binnenlandsche-dienst.

Sebagai catatan, barangkali kerja sama antara Sipatahoenan dengan Aneta berakhir pada tahun 1938, seiring dengan adanya salah satu resolusi dalam kongres PERDI (Persatoean Djoernalis Indonesia). Dalam hal ini Abdurrachman Surjomihardjo dan kawan-kawan (Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, cet. 2, 2002: 333) mencatat, “Dalam kongres PERDI di Bandung (April 1938) dibentuk suatu panitia yang harus mempelajari pengambil-alihan pelayanan-pelayanan Aneta kepada pers Indonesia oleh Antara”.

Selain dengan Aneta, Sipatahoenan juga menjalin kerja sama dengan Persdienst SDAP, Persindo, dan Antara. Kerja sama dengan Persdienst SDAP antara lain terlihat pada laporan panjang L.N. Palar yang menulis dari Amsterdam, pada 18 Maret 1936 dengan tajuk tulisan “Plan van de Arbeid keur Indonesia” (Ti Persdienst SDAP keur Sipatahoenan)” (edisi 9 Mei 1936). Meskipun tulisannya berjudul bahasa Sunda, tetapi sepenuhnya tulisan tersebut ditulis dalam bahasa Indonesia.

Demikian pula jalinan dengan Persindo yang antara lain mewujud pada tulisan “Poetoesan Partij Socialisten Parantjis (Koe Persindo keur Sipatahoenan)” yang ditulis di Amsterdam pada 13 Mei 1936 (edisi 26 Juni 1936). Laporan tersebut ditulis dalam bahasa Indonesia. Satu lagi, Jan D. Rempt, sebagai anggota Comite Petisi Soetardjp di Belanda menulis artikel “Petisi-Soetardjo di-Nederland (Ti Persindo keur Sipatahoenan)” dari Amsterdam pada Mei 1938 (edisi 18 Juni 1938). Tulisannya dalam bahasa Indonesia.

Di edisi 28 Januari 1939, tersaji tulisan “Soerat-soerat ti nagara Walanda (Ti Tjok, Correspondent Antara keur Sipatahoenan)” yang bertitimangsa Leiden, 14 Januari 1939. Seperti kiriman-kiriman dari Persdienst SDAP dan Persindo, koresponden Antara itu juga menuliskannya dalam bahasa Indonesia, seperti yang tampak dari subjudul-subjudulnya “Keagamaan-Kesenian-kesocialan Perhimpoenan Indonesia bertoekar haloean”; “Tentang Kesenian Indonesia di Nederland”; “Kegiatan dalam Kalangan Sociaal”; “Perhimpoenan Indoensia doeloe lain dengan jang sekarang”; dan “Toedjoean PI tidak berbeda dengan petitie Soetardjo”.

Dengan kian gawatnya perpolitikan menjelang Perang Dunia Kedua, paling tidak sejak tahun 1937 hingga 1941 banyak telegram pers yang tidak dapat tertampung dalam satu edisi oleh Sipatahoenan, sehingga dimuatkan besoknya atau lusanya. Contohnya pada edisi 30 Agustus 1937, dimuat “Hoeroe-hara Tiongkok Japan (Telegram noe katahan powe mangkoekna)”. Selanjutnya bahkan menjadi semacam rubrik tersendiri dengan tajuk “Telegram noe katahan powe kamari” (telegram yang tertahan hari kemarin), seperti yang tampak dari edisi 11 September 1937 dan 11 November 1941.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//