Merajut Persaudaraan Melalui Budaya Hajat Laut Desa Batukaras Pangandaran
Syukuran Nelayan atau Hajat Laut diselenggarakan setiap tahunnya oleh masyarakat Desa Batukaras di Kabupaten Pangandaran setiap memasuki bulan Muharram.
Joel Roberto DS & Michael Aveliano IM
Tim PPPM Desa Batukaras Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)
8 Agustus 2023
BandungBergerak.id – Pagi itu, hari Rabu (26/7), tanah lapang di depan pantai Dusun Sanghyangkalang, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran tampak tak biasa. Persis di ujungnya, tampak sejumlah pemuda Karang Taruna Desa Batukaras berkumpul memotong bilah-bilah bambu.
Di antara mereka, beberapa pemuda memasang banner pada bilah-bilah bambu yang sudah dipotong dan dipasang. Pada bilah bambu yang sudah berdiri tegak itu, seutas tali rafia dipasang memanjang rata dengan tanah, membentuk batas lapangan voli mini. Banner yang dipasang tadi menjadi pengganti net untuk pertandingan permainan Blind Volleyball esok. Itulah rencana pertandingan yang akan dilangsungkan dalam rangkaian Hajat Laut esok.
Tak lama berselang, lapangan voli mini pun rampung dibuat. Terdapat dua buah lapangan voli mini beserta garis lapang dan netnya.
Rupanya tak hanya permainan voli yang akan dilombakan esok, tetapi ada pula tarik tambang. Permainan voli dan tarik tambang merupakan awalan dari rangkaian acara Hajat Laut atau Syukuran Nelayan di Desa Batukaras.
Kamis (27/7), para warga sudah berkumpul sejak pukul 14.00 WIB. Sesuai dengan namanya, karena acara ini merupakan Syukuran Nelayan atau Hajat Laut, mereka yang ikut dalam pertandingan ini terdiri dari dusun-dusun yang masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan, yakni Dusun Batukaras dan Dusun Sanghyangkalang. Terik mentari yang cukup menyengat tampak tak kuasa meluluhkan semangat pemuda-pemudi yang ikut dalam pertandingan voli dan tarik tambang.
Barangkali, salah satu sumber semangat mereka ialah kehadiran para warga yang menonton pertandingan. Jika diamat-amati, rupanya pertandingan ini bukan hanya soal olahraga, ataupun kebersamaan saja. Sebab di antara para pemain dan penonton, tampak pedagang-pedagang yang menjajakan dagangannya. Wajah-wajah sumringah, senyum-senyum yang lepas, anak-anak yang berlarian kian-kemari membuat suasana ceria salah satu kegiatan dari rangkaian acara Hajat Laut itu kian absah.
Baca Juga: Ekowisata Hutan Mangrove Pangandaran, Belum Pulih Akibat Pandemi
Mutiara Berharga Guha Bau Desa Kertayasa Pangandaran
Abah Enju yang Merawat Wayang Golek di Tanah Pangandaran
Puncak Acara Hajat Laut
Hari Jumat (28/8), para warga berkumpul di lokasi yang sama untuk ikut pengajian. Hingga pukul tiga, acara adat pun dilangsungkan. Perahu-perahu nelayan sudah siap, berdandan cantik dengan hiasan dan pernak-pernik. Perahu-perahu ini digunakan untuk larung kembang dan “dongdang”. “Dongdang” merupakan istilah dalam Bahasa Sunda, yang berarti tempat membawa makanan atau barang hantaran saat hajatan (pesta) atau dalam peristiwa istimewa lainnya.
Sekitar pukul setengah 4 sore, puluhan perahu nelayan yang sudah dihias berangkat menuju tengah laut. Dalam perahu, selain nelayan, ikut serta pula para mahasiswa-mahasiswi yang melaksanakan KKN dan penelitian, wisatawan nusantara (wisnus), dan bahkan wisatawan mancanegara (wisman).
Perahu-perahu bergerak memecah ombak secara bersamaan. Perahu-perahu nelayan nan cantik itu tampak gagah dengan bendera Indonesia yang berkibar megah.
Dalam perjalanan ke tengah laut, semua orang yang berada dalam perahu melakukan saling siram air laut. Adapun air laut yang disiram dipercaya dapat memberikan berkah, keselamatan, dan rezeki. Sedangkan bagi mereka yang masih melajang, air yang disiramkan dipercaya menjadi berkat dalam mendapatkan jodoh. Sebab, penduduk meyakini bahwa air laut dalam Hajat Laut merupakan “air berkat” karena telah didoakan dan bercampur dengan air yang ada dalam sesaji yang sudah didoakan.
Hajat laut tahun 2023 terbilang unik. Musabab, rangkaian acara tidak berhenti di larung kembang dan dongdang saja tetapi ditutup dengan wayang oleh dalang Wawan Dede Among Sutarya hingga pukul 03.00 WIB dini hari.
Pemaknaan Budaya Hajat Laut
Hajat Laut atau Syukuran Nelayan merupakan kegiatan tahunan desa yang rutin dilaksanakan. Upacara hajat laut menjadi peristiwa budaya masyarakat Batukaras yang diselenggarakan satu tahun sekali di bulan Muharam.
Mereka yang mengoordinir berasal dari Karang Taruna desa. Peranan Karang Taruna di Desa Batu Karas sendiri memang vital. Selain berperan dalam acara-acara besar, Karang Taruna juga memiliki usaha di sektor pariwisata.
Begitu pentingnya peran Karang Taruna hingga kepanitiaan untuk Hajat Laut tahun ini kembali diserahkan pada mereka. Selain karena dikoordinir oleh Karang Taruna, upacara tradisional Hajat Laut menjadi daya tarik wisata karena nilai budaya yang sangat tinggi.
Tingginya nilai budaya Hajat Laut terbukti dari kelestariannya dan bagaimana masyarakat menjaga kebudayaan tersebut hingga saat ini. Beberapa nilai kebudayaan yang dapat ditemukan dalam rangkaian Hajat Laut antara lain;
Nilai Religi
Upacara tradisional Hajat Laut ini diselenggarakan untuk memeriahkan Tahun Baru Islam melalui kegiatan seperti pengajian. Ritual keagamaan dilangsungkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas hasil dan manfaat dari laut dan alam sekitar. Selain ungkapan syukur, ritual keagamaan dan doa-doa dilangsungkan untuk mendoakan pahlawan, keluarga, serta sahabat yang meninggal di laut.Nilai Cinta Sejarah Kebudayaan
Nilai Kesenian
Upacara Hajat Laut ini merupakan kesenian karena di dalamnya terdapat seni musik dan seni tari. Terlebih, dalam acara Hajat Laut tahun 2023 ini ditutup dengan penampilan wayang Sunda. Hajat Laut sendiri memiliki narasi tentang sejarah dan filosofis yang kuat. Dalam artian ini, upacara Hajat Laut menjadi buah kesenian.
Nilai Cinta Sejarah Kebudayaan
Dalam rangkaian acara Hajat Laut mengandung tradisi dan kebudayaan yang kental. Sebelum dan sesudah upacara Hajat Laut ini diselenggarakan, para nelayan dilarang melaut selama dua atau tiga hari. Tradisi ini telah dilangsungkan sejak dahulu dan menjadi aturan yang dipegang oleh masyarakat Desa Batukaras. Apabila ditemukan nelayan yang melanggar maka yang bersangkutan akan dibawa ke KUD (Koperasi Unit Desa) kemudian dikenakan denda. Akan tetapi, menurut keterangan penulis himpun, hingga saat penulisan ini belum ada nelayan yang melanggar tradisi tersebut.
Nilai Ekonomi
Penyelenggara upacara ini memberikan keuntungan secara ekonomis kepada para pedagang yang berjualan saat upacara berlangsung. Selain itu, dengan daya tarik kebudayaan yang kuat, penyelenggara bisa mengundang pihak-pihak yang memberikan sponsor untuk acara ini. Dengan demikian, pada keuntungan jangka panjang Desa Batukaras semakin dikenal. Semakin dikenalnya Desa Batukaras tak ayal juga mendorong jumlah wisatawan.
Wisatawan sebagai Medium Dikenalnya Hajat Laut oleh Publik
Kehadiran wisatawan mancanegara (wisman) dan nusantara (wisnus) ketika hajat laut turut menambahkan suasana sukacita kepada masyarakat Desa Batukaras. Tentu kehadiran mereka disambut hangat oleh masyarakat bahkan mereka yang sedang berkunjung mendapatkan kesempatan untuk berlayar bersama masyarakat ke laut untuk menabur bunga sebagai simbol penghormatan kepada nenek moyang dan rekan-rekan yang gugur.
Berlayar bersama masyarakat ke laut merupakan kesempatan yang tidak terduga. Selain itu, wisatawan yang hadir tepat ketika hajat laut dapat dikatakan beruntung karena acara tersebut hanya terjadi satu tahun sekali pada bulan Muharram.
Kehadiran mereka dalam acara hajat laut juga menjadi salah satu cara memperkenalkan otentisitas kebudayaan lokal yang sudah lama dipertahankan. Bahkan, lebih dari itu, kehadirannya menjadi faktor pendukung dalam melestarikan kebudayaan lokal desa Batukaras.
Pada dasarnya, memang Batukaras terkenal dengan pantainya yang pernah digunakan event surfing nasional dan internasional salah satunya “South Coast Singles 2022”. Akan tetapi, di sisi lain melalui wisman dan wisnus kebudayaan lokal dapat disorot sebagai salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Desa Batukaras.
Selain itu, dengan memperkenalkan wisatawan kepada kearifan lokal yang dimiliki Desa Batukaras hendaknya memberikan peluang akses bagi masyarakat lokal ke jaringan yang luas sekaligus menunjukkan bahwa keindahan budaya dan alam terikat dengan rasa persaudaraan dalam lingkungan nasional maupun internasional. Adanya ikatan yang dibangun oleh masyarakat lokal dengan wisman dan wisnus, tentu dapat meningkatkan potensi yang dimiliki Desa Batukaras dalam mengembangkan Desa Wisata, yang tidak hanya dikenal dalam lingkup wisata tetapi juga budaya yang mendarah daging.