• Narasi
  • Ekowisata Hutan Mangrove Pangandaran, Belum Pulih Akibat Pandemi

Ekowisata Hutan Mangrove Pangandaran, Belum Pulih Akibat Pandemi

Orang yang mengunjungi ekowisata mangrove Pangandaran berkurang drastis sejak 3 tahun terakhir, 2019-2022 akibat pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.

Ester Oka Nugraheni

Mahasiswi Teknik Informatika Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Menjelajah hutan mangrove Pangandaran, Jawa Barat, 2022. Wisata hutan mangrove Pangandaran hingga kini masih terpukul dampak pandemi Covid-19. (Foto: Ester Oka Nugraheni/Mahasiswi Unpar)*

31 Agustus 2022


BandungBergerak.id - Sepanjang sejarah, Indonesia dikenal dengan keindahan negerinya yang luar biasa. Negara yang memiliki banyak keragaman dari budaya, suku, bangsa, etnik dan juga agama ini, semuanya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari nama Indonesia di bawah semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Kehidupan warga negara yang beragam inilah yang membentuk Indonesia sebagai negara yang plural. Masyarakatnya yang majemuk membuat Indonesia dikenal dengan negeri seribu budaya. Keanekaragaman kebudayaan Indonesia menjadi ciri khas dan keunggulan tersendiri dengan potret kebudayaannya yang kompleks.

Selain itu, Indonesia yang dikenal dengan keindahan pesona alamnya ini mampu menarik wisatawan untuk berkunjung. Banyak sekali pemandangan alam yang bisa dinikmati seperti pegunungan, hutan, dan juga perairan.

Setiap daerah di Indonesia memiliki kekayaan alamnya yang berbeda-beda. Yang mana kekayaan alam tersebut kemudian dikelola oleh masyarakat daerah setempat agar semakin memberikan daya tarik tersendiri bagi kalangan wisatawan dan juga menambah keindahan alam dari daerah tersebut.

Perairan Indonesia

Berdasarkan kondisi geografis, terlihat bahwa perairan Indonesia lebih luas dibandingkan dengan daratan. Hasil Konvensi Hukum Laut Internasional atau “United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS) menyatakan bahwa luas wilayah laut Indonesia sendiri mencapai 3.273.810 kilometer persegi. Sedangkan luas daratannya sekitar 1.919.440 kilometer persegi.

Dikutip dari infopublik.id, Indonesia memiliki sekitar 17.000 pulau yang tentu tidak semua di dalamnya berpenghuni. Dari sekitar 17.000 pulau tersebut, terdapat 10 pulau terbesar yang ada di Indonesia. Di antaranya adalah Papua, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Timor, Halmahera, Seram, Sumbawa, dan Flores.

Pulau terbesar yang menempati urutan ke-5 dari 10 yaitu pulau Jawa. Secara astronomis, Pulau Jawa terletak di antara 7°50′10″ - 7°56′41″ Lintang Selatan (LS) dan 113°48′10″ - 113°48′26″ Bujur Timur (BT). Penduduk di pulau Jawa merupakan orang yang berasal dari suku Jawa, Betawi, Sunda, Baduy, Madura, Tengger dan masih banyak suku-suku lainnya.

Salah satu suku yang mendiami pulau Jawa adalah suku Sunda. Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa yang biasa dikenal dengan Tatar Pasundan yang juga mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta dan beberapa wilayah Jawa Tengah. Tidak hanya dikenal dengan daerah yang kental akan cita rasa budayanya saja, tetapi daerah ini menjadi salah satu ikon yang ikonik dari negara Indonesia akan keindahan alamnya.

Baca Juga: Indonesia Dihadapkan pada Krisis Air Bersih
Sampah Mikroplastik tak Kasat Mata Banyak Ditemukan di Pantai Pangandaran
Mencegah Ekspor Benih Lobster dengan Merangkul Nelayan

Pantai Karang Langit, Banten, Senin (4/7/2022). Salah satu kekayaan Indonesia adalah keberagaman pantainya. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Pantai Karang Langit, Banten, Senin (4/7/2022). Salah satu kekayaan Indonesia adalah keberagaman pantainya. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Ekowisata Mangrove Pangandaran

Terkait masyarakat Sunda ini, saya melakukan penelitian di Desa Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Dari hasil observasi, desa tersebut memiliki peluang untuk menggali potensi dari sumber daya alamnya. Upaya potensi yang berhasil menjadi daya tarik dari desa Cijulang ini adalah ekowisata mangrove. Aparatur desa Cijulang ini telah berkolaborasi dengan masyarakat untuk menciptakan kawasan yang asri. Yang mana wilayah ini merupakan wilayah yang terletak berdekatan dengan dermaga perairan.

Dermaga Nusawiru merupakan salah satu dermaga yang menjadi sumber pemasukan dari masyarakat Desa setempat. Dalam dermaga ini, telah dilakukan penanaman pohon mangrove dan membentuknya sebagai hutan mangrove.

Ekosistem mangrove yang dibentuk ini ternyata mampu menjadi sistem perlindungan dermaga secara alami. Termasuk juga mengurangi resiko arus tinggi gelombang pasang, bahkan tsunami. Selain ditanami hutan mangrove, desa Cijulang juga memanfaatkan dermaga Nusawiru untuk objek wisata. Pemanfaatan hutan mangrove sebagai objek ekowisata dapat membantu melestarikan hutan mangrove di Indonesia khususnya daerah pesisir pantai seperti di Desa Cijulang baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang.

Upaya yang dilaksanakan dalam konservasi hutan mangrove ini didasari dengan kebutuhan masyarakat setempat dan juga memanfaatkan situasi serta kondisi dari alam Desa Cijulang. Hamparan hutan mangrove yang indah dapat dijadikan ciri khas tersendiri dari Desa Cijulang. Pemandangan hutan mangrove Dermaga Nusawiru ini dapat dinikmati dengan menggunakan kano.

Sudah lama sejak ekowisata tersebut dibangun, banyak warga berdatangan untuk sekadar menikmati pemandangan alam ataupun berlabuh menggunakan kano. Mendayung kano dapat dilakukan di sekitar dermaga. Tembusan aliran air yang dapat diikuti ketika mendayung kano adalah dewstinasi andalan Pangandaran lainnya, yaitu Green Canyon, hingga Batu Karas.

Pemandangan yang indah dari Desa Cijulang khususnya ekowisata Dermaga Nusawiru ini juga biasa diselingi oleh tingginya pesawat yang melintas di atas awan karena daerahnya yang berseberangan dengan Bandara Nusawiru.

Bandara Nusawiru sering dijadikan akses untuk penerbangan sekitar Jawa Barat. Sehingga menambah ketertarikan warga lokal dan nonlokal akan ekowisata mangrove tersebut yang sudah menjadi salah satu ikon dari Desa Cijulang ini.

Akan tetapi pada pelaksanaannya, orang-orang yang mengunjungi ekowisata mangrove sudah sangat berkurang drastis sejak 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2019-2022 akibat adanya pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia. Didapatkan hasil observasi bahwa pengunjung tadinya bisa mencapai hingga ratusan orang termasuk turis mancanegara. Namun, sekarang ekowisata tersebut menjadi sepi pengunjung.

Terpantau hingga saat ini pengunjung ekowisata hanyalah warga setempat. Terlihat jelas bahwa dampak yang ditimbulkan dari pandemi sangatlah signifikan dan juga sangat berpengaruh pada perekonomian taraf hidup masyarakat terkhusus yang mengandalkan pemasukan dari sumber daya alam seperti Desa Cijulang.

Namun, di balik semua itu terdapat keindahan serta rasa puas yang bisa didapatkan apabila mendayung kano sampai ke Lagoon untuk sekedar bersantai, berolahraga air, ataupun mencari spot berswa foto hingga menikmati sunrise dari Dermaga Nusawirunya yang eksotik berpadu dengan pesawat dari Bandara Nusawirunya yang sering melintasi Dermaga Nusawiru.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//