• Opini
  • Mencegah Ekspor Benih Lobster dengan Merangkul Nelayan

Mencegah Ekspor Benih Lobster dengan Merangkul Nelayan

Kurangnya upaya preventif ini dapat kita lihat dari hasil penelitian di mana banyak nelayan tidak mengetahui alasan larangan ekspor benih lobster.

Arsella Alya Riski

Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).

Ilustrasi. Perahu mengarungi Waduk Saguling, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Maret 2018. Saguling merupakan bendungan Sungai Citarum yang bermuara ke laut di Bekasi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 Juli 2022


BandungBergerak.idIndonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan laut terbesar di dunia dengan total luas wilayah perairan yang mencapai 6,32 juta kilometer persegi dan total garis pantai sepanjang 81.000 kilometer persegi. Salah satu biota kekayaan perairan yang Indonesia miliki adalah lobster.

Hingga saat ini, Indonesia memiliki tujuh jenis lobster yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia dengan kedalaman 100 - 200 meter di bawah permukaan laut. Untuk menjaga populasi lobster dan keseimbangan ekosistem laut yang ada, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono kembali menutup keran ekspor benih lobster. Hal ini dituangkan secara tegas dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021.

Namun pada faktanya, hingga kini penyelundupan benih lobster masih marak terjadi dengan disertai berbagai macam modus baru. Tercatat pada tanggal 23 Desember 2020 hingga tanggal 15 Agustus 2021 terdapat 52 kasus penyelundupan yang berhasil digagalkan dengan perkiraan total nominal sebesar 159,9 miliar rupiah [CNBCIndonesia.com, “Penyelundupan Benih Lobster Masih Marak, Ada Apa?”, diakses 05 Juni 2022 pukul 13.57 WIB].

Tingginya angka penyelundupan ini menjadi indikasi atas ketidakefektifan upaya represif yang telah dilakukan pemerintah dalam pelarangan ekspor benih lobster. Salah satu penyebab ketidakefektifan ini adalah karena kurangnya upaya pengendalian sebelum tindak penyelundupan tersebut terjadi. Oleh karena itu, pemerintah harus menggencarkan upaya preventif dalam tindak pidana penyelundupan benih lobster demi menjamin asas subsidiaritas di hukum pidana Indonesia.

Asas Subsidiaritas

Dalam tatanan hukum pidana Indonesia, kita mengenal suatu asas yang bernama asas subsidiaritas. Asas subsidiaritas adalah asas yang menyatakan bahwa hukum pidana haruslah dijadikan upaya terakhir apabila sarana lain sudah tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Asas ini lahir karena hukum pidana dikenal sebagai pedang bermata dua. Di satu sisi hukum pidana berperan untuk melindungi hak-hak manusia. Namun di satu sisi yang lain hukum pidana juga bisa menimbulkan kerugian yang lebih besar apabila penerapannya salah. Kalau kita terlalu mengandalkan upaya represif, maka akan terjadi pemborosan dalam pemberlakuan hukum pidana di Indonesia.

Maka dari itu, penggencaran upaya preventif ini bisa menjadi solusi dalam permasalahan ekspor ilegal ini. Upaya preventif dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melalui sosialisasi atau pembinaan terhadap para nelayan lobster terkait tujuan dari larangan ekspor benih lobster, penetapan harga minimum kepada pembudidaya untuk membeli benih lobster ke nelayan lobster, serta meningkatkan sinergitas antara Polri dan KKP.

Kurangnya upaya preventif ini dapat kita lihat dari hasil penelitian yang menunjukkan sebanyak 3,2 dari 4 penilaian, di mana nelayan lobster hanya mengetahui adanya larangan tentang ekspor benih lobster tanpa mengetahui alasan di baliknya (Furqan, Tri, Eko, Deni 2017). Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa kegiatan tersebut dapat mengancam keberlanjutan sumber daya lobster dan akhirnya memberikan kerugian yang besar terhadap perairan negara Indonesia.

Sebelum melakukan penerapan upaya preventif, kita harus mengetahui secara betul apa saja faktor pendorong ekspor ilegal tersebut. Tentu saja faktor ini bisa berbeda antara satu nelayan dan nelayan lainnya tergantung dari latar belakang dan tujuan mereka masing-masing. Namun jika diklasifikasikan secara umum, penyebabnya dapat timbul karena faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri nelayan lobster tersebut. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar. Setelah faktor penyebabnya diketahui, barulah pemerintah dapat menyiapkan langkah-langkah preventif yang akan ditempuh. Apa pun upaya dan langkahnya, semuanya tidak akan optimal apabila hanya dijalankan oleh satu pihak saja. Pemerintah dan para nelayan lobster harus bersinergi dalam menjaga perkembangan benih lobster di perairan Indonesia.

Baca Juga: Jutaan Lembar Sampah Plastik Cemari Laut Indonesia
Banjir Sampah Plastik ke Lautan, Salah Siapa?
Kompleks Ikan Asin di Andir

Kurangnya Sosialisasi

Merujuk pada apa yang dikatakan oleh Abdul, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemaritiman untuk Kemanusiaan, maraknya ekspor ilegal saat ini disebabkan karena harga yang ditawarkan oleh negara Vietnam (negara penerima ekspor terbesar) lebih tinggi tiga kali lipat, yaitu kisaran 10.000 - 15.000 Rupiah per ekor. Sementara harga jual di Indonesia hanya sekitar 2.000 Rupiah per ekor. Karena keuntungan yang didapatkan lebih besar, para nelayan lobster di Indonesia akhirnya lebih tertarik untuk melakukan ekspor ilegal ketimbang menjual benih tersebut ke pembudidaya dalam negeri.

Kenakalan para nelayan lobster ini tentu saja memberikan imbas negatif kepada para pembudidaya lobster. Pembudidaya lobster mengaku kesulitan dalam mendapatkan benih lobster. Karena kelangkaan inilah akhirnya harga benih lobster ini melonjak tinggi tidak terkendali.

Di sinilah peran pemerintah dibutuhkan. Pengadaan sosialisasi dan penyuluhan kepada para nelayan lobster akan sangat membantu meningkatkan pemahaman mereka terhadap dampak berkepanjangan atas ekspor ilegal ini. Dengan berbekal pemahaman yang sudah diberikan, diharapkan hal ini akan meningkatkan kesadaran nelayan lobster untuk turut serta menjaga peredaran biota laut tersebut.

Pada intinya, penggencaran upaya preventif ini harus segera dilakukan untuk membantu menekan angka penyelundupan benih lobster. Kekayaan alam yang terkandung dalam negeri ini tentu harus kita lindungi dan kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.

Pada 30 Mei 2022 kemarin, Bea Cukai Batam berhasil meraih penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan karena telah berkontribusi dalam upaya menggagalkan upaya penyelundupan benih lobster dengan total 54.429 ekor benih lobster pasir dan 1.097 benih lobster mutiara. Hal ini menjadi salah satu indikator adanya pelaksanaan kerja sama yang baik dalam penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan [BCBatam, ”Cegah Penyelundupan Puluhan Ribu Benih Lobster, Bea Cukai Batam Raih Penghargaan Kementerian Kelautan dan Perikanan”, diakses pada 15 Juni 2022 pukul 19.58 WIB).

Namun tidak mungkin apabila hanya pihak tersebut saja yang harus melakukan pengawasan. Sementara wilayah perbatasan perairan milik Indonesia saja sudah sangat luas. Oleh karena itu, seluruh warga negara Indonesia khususnya para nelayan lobster juga harus ikut menjaga populasi benih lobster tersebut dengan baik. Supaya populasi benih lobster di perairan Indonesia terjaga dan ekosistem di perairan senantiasa tetap seimbang.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//