• Opini
  • Banjir Sampah Plastik ke Lautan, Salah Siapa?

Banjir Sampah Plastik ke Lautan, Salah Siapa?

Indonesia pun dinobatkan sebagai negara penyumbang limbah plastik terbesar kedua di dunia.

Christopher Arthur Soerya

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar)

Warga melewati Sungai Cikijing yang tercemar limbah plastik dan industri di Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Kamis (11/3/2021). (Prima Mulia/BandungBergerak.id)

20 Januari 2022


BandungBergerak.idPlastik merupakan bahan anorganik yang sering digunakan oleh masyarakat untuk berbagai macam hal. Plastik memiliki supremasi dalam hal kekuatan, keringanan, dan juga kemudahan untuk dibawa ke mana saja. Meski memiliki banyak kegunaan dan keunggulan bagi kehidupan manusia, plastik memiliki kelemahan dalam proses penguraian. Saat ini, plastik yang beredar berjenis polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi dan jika tidak segera ditangani akan menyebabkan masalah serta kerusakan pada ekosistem di sekitar kita, terutama ekosistem laut.

Selain ekosistem laut, rantai makanan juga menjadi salah satu faktor yang rusak diakibatkan penyebaran limbah plastik. Plastik dikenal bisa merusak kondisi dan kehidupan organisme kecil seperti plankton yang merupakan sumber makanan dari ikan-ikan kecil. Jika sumber makanan ikan kecil sudah tercemar, maka pencemaran mikroplastik juga akan berdampak terhadap ikan-ikan lainnya.

Data menurut salah satu sumber forbes.com menyatakan bahwa Indonesia menghasilkan limbah plastik di laut sebanyak 56,3 juta kilogram. Indonesia pun dinobatkan sebagai negara penyumbang limbah plastik terbesar kedua di seluruh dunia. Sungai Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat, bahkan pernah dinobatkan sebagai sungai paling tercemar di dunia.

Penelitian yang dilakukan oleh Greenliving juga menyatakan bahwa dalam sehari Indonesia menghasilkan 2.052.000.000 kantong plastik, 684.000.000 styrofoam, dan 228 kemasan botol sekali pakai (detikforum.com/greenliving). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki total limbah plastik sebanyak 64 juta ton per tahun dan sekitar 3,2 juta ton merupakan limbah plastik yang terbuang ke laut.

Menurut Greenpeace (2006) sampah di laut atau disebut marine debris merupakan material yang terbentuk dari bahan padat yang tidak biasa ditemukan secara alami di wilayah perairan, yang membuktikan bahwa sampah tersebut merupakan hasil dari perbuatan dan tindakan dari manusia.

Beragam Jenis Plastik Mencemari Laut 

Jenis limbah plastik yang menyebar di seluruh ekosistem laut dikenal memiliki tingkat kesulitan penguraian yang tinggi. Limbah plastik itu memiliki berbagai macam jenis yang memang dikenal akan merusak ekosistem di sekitarnya. Setiap jenis plastik juga mengandung bahaya yang kelak dapat meracuni dan merusak kehidupan mikroorganisme laut.

Jenis plastik yang dianggap paling sulit terurai dan berbahaya merupakan plastik berjenis polystyrene (PS) yang dapat ditemui di wadah Styrofoam. Plastik jenis ini sulit terurai di dalam tanah dan saat keadaan panas, jenis plastik ini sangat berbahaya karena mengandung zat styrene yang dapat meracuni makanan dan sekitarnya.

Jenis plastik berikutnya yang sulit terurai adalah plastik polyethylene terephthalate (PET/PETE) yang dapat ditemukan dalam bentuk botol minuman. Plastik jenis ini dapat ditemukan di mana saja dan sulit untuk diminimalkan jumlahnya. Jenis plastik ini merupakan penyumbang sampah plastik terbesar di dunia dan walaupun dikenal aman karena tidak mengandung BPA, jenis plastik ini masih tergolong berbahaya saat terkena suhu panas karena dapat meracuni minuman atau makanan dengan antimon dan metaloid yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya plastik plastik jenis Low Density Polyethylene (LDPE) yang dapat ditemukan di kantong sampah, karton susu, dan lainnya. Walaupun plastik ini memiliki standar food grade yang baik, plastik ini tetap memiliki zat berbahaya yakni zat estrogenik, tetapi plastik ini dikenal mudah didaur ulang karena kemasannya yang kuat dan fleksibel.

Jenis plastik lainnya, High Density Polyethylene (HDPE) yang disarankan penggunaannya hanya sekali saja karena zat estrogennya dapat membahayakan janin dan remaja. Plastik ini juga bisa ditemukan di botol jus, shampo dan deterjen. Jenis plastik berikutnya merupakan polypropylene (PP) yang dikenal memiliki tingkat berbahaya yang paling rendah karena memiliki daya tahan yang kuat dan terbukti tidak menghasilkan zat kimia yang berbahaya sehingga sering ditemukan dan dimanfaatkan untuk botol susu bayi dan botol plastik yoghurt (bijakberplastik.aqua, laundry.drop).

Baca Juga: Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Bidang Konstruksi dan Perumahan Rakyat
Per 15 November Pasar Cihapit dan Pasar Kosambi Bebas Plastik, Apa yang Bisa Diharapkan?
Data 5 Jenis Sampah Harian Terbanyak di Kota Bandung 2020, Sisa Makanan dan Plastik di Urutan Teratas

Penanggulangan Sampah Plastik dengan Teknologi Robot

Sebaiknya kita meminimalisir penggunaan setiap jenis plastik dan menerapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) demi kelangsungan kehidupan ekosistem yang lebih sehat. Kondisi limbah plastik yang kian menggunung akan memperburuk keadaan ekosistem makhluk hidup jika tidak ditangani secepat mungkin, terutama ekosistem laut yang memang sulit untuk dijangkau oleh manusia.

Limbah plastik yang tersebar di daratan akan lebih mudah ditangani dengan cara mengumpulkan orang-orang yang ingin dan berinisiatif untuk melakukan kegiatan sosial, sedangkan limbah plastik yang sudah tersebar di sekitar ekosistem laut akan lebih sulit untuk dibersihkan dikarenakan arus dan ombak laut yang tidak pernah berhenti bergerak.

Solusi untuk menangani limbah plastik yang sudah terlanjur berada di laut adalah dengan memanfaatkan kampanye TeamSeas yang diadakan oleh organisasi nirlaba bernama The Ocean Cleanup. Organisasi yang berasal dari Amerika Serikat ini memiliki tujuan untuk melakukan program donasi, semakin banyak donasi maka semakin banyak pula limbah plastik yang terangkat dan tersingkir dari ekosistem laut.

The Ocean Cleanup menciptakan dan menempatkan robot bersistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) bernama Interceptor yang berbentuk seperti kapal dan memiliki fungsi untuk mengumpulkan sampah di sumber terbesar datangnya limbah plastik, yakni sungai. Cara kerjanya, The Ocean Cleanup menempatkan robot di tepi sungai dan kemudian robot tersebut akan menciptakan arus yang menarik sampah yang mengapung di permukaan air. Sampah kemudian akan digiring ke mulut robot. Saat berada di mulut robot sampah, akan disalurkan menggunakan conveyor berbentuk sabuk, setelah itu sampah dijatuhkan ke salah satu dari enam tempat sampah yang terapung.

Setelah tempat sampah penuh, badan dari robot sampah dapat tetap tinggal, sementara tempat sampah akan dibawa ke armada di mana semua sampah dapat didaur ulang dan dibuang dengan benar menggunakan sistem pengelolaan sampah setempat. Robot ini juga difasilitasi dengan panel surya dan memiliki sistem mengumpulkan air hujan. Teknologi robot ini bisa bekerja setiap saat selama 24 jam.

Fungsi robot ini juga sudah dipastikan tidak akan membahayakan ikan dan hewan lain di air karena posisinya yang mengambang di permukaan air dan berjarak 45 centimeter dari dasar permukaan air.

Program donasi TeamSeas yang dijalankan The Ocean Cleanup sudah berjalan dari Oktober 2021 sampai saat ini. Saat ini donasi sudah terkumpul sekitar Rp 200 miliar atau $ 20.000.000. Program donasi ini juga bisa berjalan dan tersebar luas diakibatkan banyaknya content creator dan influencer yang ikut terlibat dan mendukung kegiatan ini sehingga memberikan pengaruh terhadap para pengikut mereka untuk berdonasi. (https://www.youtube.com/watch?v=pXDx6DjNLDU).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//