Sampah Mikroplastik tak Kasat Mata Banyak Ditemukan di Pantai Pangandaran
Sampah mikroplastik yang dibuang manusia sudah banyak menyebar di laut Indonesia, dan menjadi makanan ikan. Ikan-ikan tersebut kemudian dikonsumsi manusia.
Penulis Iman Herdiana3 Desember 2021
BandungBergerak.id - Pencemaran lingkungan oleh sampah plastik semakin serius. Sampah yang kemudian berubah menjadi mikroplastik itu sebagian besar berakhir di laut. Jumlah sampah mikroplastik diperkirakan akan melampaui jumlah ikan di laut. Di Jawa Barat, salah satu pantai yang tercemar mikroplastik adalah Pangandaran.
“Rasio jumlah plastik terhadap ikan di laut pada 2025 adalah 1:3. Akan tetapi, pada 2050 diperkirakan jumlah sampah akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan di laut. Hal ini dapat diperparah dengan tindakan overfishing,” ungkap peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Dwi Amanda Utami, dikutip dari laman resmi ITB, Jumat (3/12/2021).
Keberadaan sampah plastik di laut akan menganggu, bahkan membunuh, berbagai biota, merusak ekosistem laut. Tak hanya itu, sampah plastik maupun mikroplastik dapat membahayakan kegiatan navigasi perkapalan apabila sampah-sampah tersebut tersangkut di baling-baling.
“Sementara mikroplastik merupakan partikel plastik atau fiber dengan ukuran < 5 mm. Tipe mikroplastik ini ada 2, yakni primer dan sekunder. Mikroplastik primer diproduksi dalam ukuran yang sangat kecil, contohnya Polyethylene microbeads yang banyak terdapat pada produk kecantikan. Sedangkan mikroplastik sekunder berasal dari degradasi plastik sekali pakai yang berukuran lebih besar,” jelas Amanda, yang berbicara dalam kuliah tamu Program Studi Oseanografi yang merupakan bagian dari Program Nusantara “Mengenal Sampah Laut Mikroplastik”, Jumat (26/11/2021).
Selain itu, ada juga serat mikroplastik yang merupakan serat sintetis seperti polyester atau nylon dan umum digunakan sebagai pakaian, furnitur, senar pancing, dan jaring ikan. Mikroplastik jenis ini, misalnya, dihasilkan saat mencuci pakaian.
“Faktanya, ketika kita mencuci 6 kg baju dari serat sintetis, secara tidak langsung kita telah membuang sekitar 700.000 serat mikroplastik ke saluran air dan akan berakhir di laut,” paparnya.
Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroplastik dapat ditemui di mana saja. Dari perairan tropis hingga Arktik, dari pantai yang akrab dengan aktivitas antropogenik sampai laut dalam yang tidak terjamah manusia.
Mikroplastik di Perut Ikan
Di Indonesia, mikroplastik dapat ditemukan di perairan laut, sedimen sungai, estuari, sedimen di lingkungan terumbu karang, bahkan dalam perut ikan. Jumlah sampel ikan di Indonesia yang mengandung mikroplastik bahkan 5 kali lebih banyak dibandingkan di Amerika. Fiber dan fragmen adalah jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan. Keduanya berasal dari pakaian dengan serat sintetis, alat pancing, dan jaring ikan.
Keberadaan mikroplastik di dalam perut ikan dan sumber air tawar dapat menjadi jalan masuk ke tubuh manusia. Mikroplastik mengandung berbagai zat aditif yang berbahaya bagi kesehatan.
“Plastik dapat menyerap bahan kimia berbahaya yang terlarut dalam air dan semakin kecil ukuran partikel plastik, ia akan semakin efisien dalam mengakumulasi toksin,” kata Dwi Amanda Utami.
Selain itu, polusi udara juga mengandung mikroplastik yang dapat terakumulasi di saluran pernapasan dan paru-paru sehingga akan mengganggu sistem pernapasan. Potensi bahaya mikroplastik lainnya pada kesehatan manusia adalah memicu pertumbuhan tumor, penghambat sistem imun, dan mengganggu sistem reproduksi.
Saat ini, keberadaan mikroplastik belum berada di tingkat yang mengancam. Namun, seiring berjalannya waktu jumlahnya akan meningkat dan bahanya akan semakin nyata.
Jika tertelan oleh mamalia laut karena menyerupai mangsa alaminya, mikroplastik dapat mengakibatkan rusaknya organ pencernaan karena sulit atau tidak bisa dicerna, mengurangi cadangan energi pada tubuh, dapat mengganggu sistem reproduksi, dan yang paling fatal dapat menyebabkan kematian.
Sampah Plastik seukuran Virus
Amanda juga menerangkan tentang nanoplastik. Plastik yang memiliki ukuran sangat kecil, yakni sekitar 1 nm atau seukuran dengan DNA dan virus. Karena ukurannya yang lebih kecil dari mikroplastik, ia sangat sulit diamati dan dapat dengan mudah masuk ke jaringan tubuh.
Sampah plastik tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga memengaruhi perubahan iklim dunia. United Nations kini menyatakan deklarasi perang terhadap sampah plastik. Berbagai negara, termasuk Indonesia juga mulai melakukan komitmen yang sama.
“Langkah sederhana yang dapat kita lakukan adalah mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai dan melakukan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle),” pesan Amanda.
Di Bandung, salah satu lembaga yang giat memerangi sampah plastik adalah Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB). Organisasi nirlaba ini juga menyatakan saat ini pencemaran mikroplastik sudah tersebar di lautan, sungai, bahkan di udara sekali. Terakhir kali, mikroplastik juga sudah ditemukan terdapat dalam buah dan sayuran.
Permasalahan tersebut bermuara dari pengelolaan sampah yang belum tepat serta produksi kemasan yang banyak menggunakan material plastik, seperti menjamurnya produk dengan kemasan sachet.
Ditambah lagi, sistem pengelolaan sampah saat ini belum mendukung pengelolaan sampah berdasarkan jenisnya. Hal tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran atau kontaminasi pada pangan manusia.
Baca Juga: Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Bidang Konstruksi dan Perumahan Rakyat
Per 15 November Pasar Cihapit dan Pasar Kosambi Bebas Plastik, Apa yang Bisa Diharapkan?
Data 5 Jenis Sampah Harian Terbanyak di Kota Bandung 2020, Sisa Makanan dan Plastik di Urutan Teratas
Mikroplastik di Pantau Pangandaran
Pencemaran sampah plastik di laut Indonesia sudah banyak diteliti. Begitu juga dengan mikroplastik pada sedimen sungai dan laut, salah satunya dilakukan Septian (2017), sebagaimana diuraikan kembali dalam skripsi "Keberadaan dan Distribusi Mikroplastik pada Permukaan Sedimen di Muara Pangandaran" oleh mahasiswa Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Ilmu Kelautan, Fauzi Nugraha, pada 2018.
Fauzi Nugraha mengungkap bahwa penelitian yang dilakukan Septian mendapatkan jenis-jenis mikroplastik di Pangandaran, yaitu berjenis fiber, fragmen, dan film. Jumlah mikroplastik berjenis fiber di temukan lebih banyak pada stasiun 4 dan 5 di pantai barat Pangandaran sebesar 68 dan 65, sedangkan yang paling sedikit berada di pantai timur pada stasiun 10 sebesar 26 partikel mikroplastik.
Penelitian tersebut mengidentifikasi bahwa sampah-sampah plastik yang berada di laut berasal dari darat. Jalur pengiriman sampah plasti ke laut melalui sungai dan muara. Secara umum, Pangandaran memiliki empat daerah aliran sungai (DAS), yaitu DAS Cimedang di sebelah barat, DAS yang bermuara di Teluk Parigi, DAS yang bermuara di Teluk Pangandaran, dan DAS Citanduy di sebelah timur.
“Sehingga kemungkinan besar mikroplastik akan berada dan terakumulasi pada sedimen di muara,” tulis Fauzi Nugraha.
Muara merupakan tempat bertemunya antara aliran sungai dan laut. Sehingga kemungkinan mikroplastik yang berasal dari aliran sungai akan bercampur dengan mikroplastik yang sudah berada di laut terlebih dahulu.
Penelitian tersebut juga mengungkap tentang belum adanya instansi yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah di pantai Pangandaran. Hal ini turut mempercepat penurunan kualitas lingkungan Pangandaran karena banyaknya sampah sebagai sumber pencemar lingkungan.
Alur Mikroplastik sebelum Masuk ke dalam Tubuh Manusia
Sampah plastik yang berubah menjadi mikroplastik sangat berbahaya bagi kesehatan, selain menimbulkan pencemaran lingkungan. Plastik dapat menyerap material polutan (organic contaminant) seperti pestisida, PCBs yang dapat menyebabkan efek kronis seperti gangguan sistem hormon, kanker, mutagenesis, dan lain-lain.
Bagaimana alur sampah plastik menjadi mikroplastik dan masuk ke dalam tubuh manusia? Fauzi Nugraha menyatakan, sampah-sampah plastik dengan ukurannya yang besar dapat terdegradasi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil bahkan mikroskopis dengan berbagai proses fisika, kimia, maupun biologi.
Plastik-plastik yang berukuran kecil, kurang dari 5 mm di namakan dengan mikroplastik. Dengan ukurannya yang kecil, memungkinkan mikroplastik dapat di konsumsi oleh biota-biota laut.
Mikroplastik kemudian terbagi ke dalam jenis dan ukuran, menjadi primary microplastics dan secondary microplastics. Primary microplastics merupakan butiran plastik murni yang mencapai wilayah laut akibat kelalaian dalam penanganan. Sedangkan secondary microplastics merupakan mikroplastik yang di hasilkan akibat fragmentasi plastik yang lebih besar.
Mikroplastik dapat berada di sedimen atau dasar dari suatu perairan karena adanya proses dinamika yang dinamakan dengan marine snow. Marine snow merupakan material-material organik yang terendapkan di dasar laut atau perairan karena adanya siklus atau reaksi biogeokimia sehingga mikroplastik pun ikut terendapkan.
Selain itu, mikroplastik juga memiliki TEP (transparent exopolimer), yaitu kemampuan untuk menarik material-material lain seperti feses, phytodetritus dari plankton sehingga ukuran dan densitas mikroplastik menjadi lebih besar dan mengendap di dasar perairan.
Mikroplastik yang berada di laut akan termakan oleh fitoplankton, kemudian dimakan oleh zooplankton, zooplankton dimakan oleh ikan-ikan. Burung-burung laut pun dapat terkena jeratan mikroplastik ini. Dan akhirnya manusia yang mengonsumsi ikan, tidak menutup kemungkinan turut mengkonsumsi mikroplastik juga.